Halo Pembaca! Silahkan berbuat kebaikan dengan cara vote cerita ini jika anda menyukainya dan komentar jika anda ingin menyampaikan pendapat. Terima kasih.
Selamat membaca!
_______________________________________
"Aku merasakannya... Aku merasakan kekuatan yang sama pada dirimu..."
"Waaaaaa akhirnya ketemu monster yang bisa ngomong lagiiiii hahaha!"
"... Tapi aku harus membuktikannya langsung. Kau! Bertarunglah denganku!"
"Eh, tunggu bentar Mbah Monster. Aku mau cek dulu. Dagon, bukan?"
"Grruuaaahhahahahaha! Tentu saja aku Dagon!"
"Ah... Syukurlah. Berarti misi kami bisa selesai tanpa harus repot-repot nyari lagi."
"Haa!? Aku dijadikan misi oleh manusia-manusia bodoh itu!?"
"Ya, Mbah Dagon dijadikan misi di Guild Kota Arvena. Dan ya, mereka manusia-manusia bodoh. Ngomong-ngomong, aku panggil 'Mbah' nggak masalah, kan?"
"Hmm... Jangan... Panggil 'Kakak' saja. BUKAN ITU TOPIKNYAAA!!!"
Wah, Dagon-nya marah dipanggil 'Mbah'. Masa aku harus memanggil 'Kakak' ke monster setua itu? Pasti umurnya sudah ratusan hingga ribuan tahun. Aku kan masih muda padahal.
"Kakak Dagon..."
"Nah, begitu terdengar lebih ena-- BUKAAAN! Ayo, bertarunglah denganku!"
"Hmmm... Jangan sama aku. Nanti Kakak Dagon bisa mati. Padahal keliatannya Kak Dagon nggak jahat."
"Maksudmu!?"
"Ennnngggggg... Gini aja. Kayaknya nagaku pengen berantem. Gimana kalo coba sama nagaku dulu?"
"Hoo... Kau meremehkanku-"
"Nggak, nggak. Kak Dagon-lah yang ngeremehin aku. Kecil-kecil gini aku udah pernah bunuh 10 ekor Tiamat sendirian, loh."
"TIA-! Ehem. Kau mengatakan Tiamat, apa aku tidak salah dengar?"
"Kalo nggak percaya, coba deh lawan pet nagaku dulu."
"GRROOAAARRH !!!"
"Naaah... Panjang umur si Ruby. Itu nagaku, Kak Dagon."
"P-pet nagamu... Itu...? Common Dragon!?"
"Iya, naga piaraan kesayanganku."
Aku mendarat di depan Dagon. Setelah Ruby dan Syla juga sampai di lokasi kami berada, mereka juga mendarat. Pulau ini, terlalu kecil untuk Dagon dan Ruby. Untungnya, Ruby langsung merubah wujudnya menjadi manusia sesaat sebelum mendarat.
"Arkaaa!" Teriak Ruby.
"Akhirnya kalian sampe juga... Ruby, mau berantem kan sama Kakak Dagon?"
"Ikan jelek itu?"
"Eh, nggak sopan sama yang lebih tua! Iya, berantem sama dia. Tapi jangan dimatiin karena aku mau ngobrol sama dia nanti. Syl, kita nonton aja, ya?"
"Ok, sayang! Ayo Ruby, semangaaat!"
"Kalian... MEREMEHKANKU !!! GRAAAAHHH !!!"
Tanpa peringatan, Dagon menyerang kami. Dia angkat sebelah kakinya, lalu menginjakkannya ke arah aku dan Syla.
*Debaaaaammm*
"GRROOAAAHHH..."
Ruby menginterupsi serangan yersebut dengan meninju telapak kaki Dagon dengan tangan mungilnya yang sudah terpasang Cursed Dragon Claw. Suara benturan keras terdengar. Angin kencang yang dihasilkan dari benturan itu, merusak sisiran rambutku. Kaki Dagon terpental dan dia kehilangan keseimbangan, hampir terjatuh.
"Kok nyerang Arka, sih!? Katanya berantem sama akuuu???"
"Ugghh! Bagaimana bisa Common Dragon sekuat ini!?" Teriak Dagon, bingung.
"Fuhehehe! Ruby, gitu! Ayo kita berantem! Hiyaaa!" Balas Ruby dengan wajah meremehkan yang sangat imut, lalu melancarkan serangan balasan dengan kepalan tangannya.
*Buuuufffsssshhh*
*Kaboooomm*
Kepalan tangan Ruby yang hanya dipukulkannya ke udara, menghasilkan angin panas lalu menghantam perut Dagon yang masih kebingungan. Ruby mengimbuhkan magic api ke dalam pukulan yang menghasilkan gelombang angin kuat.
"BHHOOOKKK !!!"
Dagon, yang tak sempat menghindar, menerima serangan Ruby mentah-mentah. Efeknya? Seperti otaku yang terkena uppercut di ulu hatinya. Lalu Dagon meringkuk kesakitan.
"Ahhh... Nggak seru!" Kata Ruby, kecewa.
"Ohokk, ohokkk! K-kau! Lancang! Bwaaaaaahhh!"
Masih dalam posisi meringkuk di tanah, Dagon menembakkan energi listrik yang sangat besar dan kuat. Tembakan listrik yang dapat menghancurkan bukit karang besar menjadi hanya debu dan pasir.
Tapi, Ruby sama sekali tidak gentar. Memang, Ruby memiliki Vit dan Int yang sangat tinggi, sehingga serangan seperti barusan tidak akan dapat melukainya. Apalagi, ras naga memiliki kulit yang tidak perlu dipertanyakan lagi kekuatannya.
Akan tetapi, Ruby tidak hanya berdiam diri menerima serangan itu.
"Hiya hiya hiya hiya hiya hiyaa!"
Ruby merespon serangan tersebut dengan serangan juga. Serangan pukulan seperti tadi, namun dilakukan berkali-kali sehingga dapat menahan dan malah mendorong balik semburan air kuat dari mulut Dagon.
*Busshh bussh bushh busshh bush busshhh kaboooomm*
"GROHAAAAKKK !!!"
Kali ini, serangan Ruby diarahkan ke mulut Dagon. Akhirnya, Dagon KO dan Ruby maju sebagai pemenang. Ini... Sungguh mengecewakan. Tidak pantas dikatakan sebagai 'tontonan' karena hanya berupa pembullyan sepihak.
"Kak Dagon... Bangun kak... Kita ngobrol dulu..." Aku membangunkan Dagon dengan menampar-nampar hidungnya yang besar itu.
"Guhh... Naga itu memang terlalu kuat... Bagaimana bisa, Common Dragon sekuat itu?"
"Hahaha... Jadi, udah ngaku kalah kan? Sama nagaku aja udah kalah telak. Apalagi sama aku..."
"Kau-- jangan-jangan kau hanya bisa berlindung di balik ketiak nagamu saja!?"
"Nggak juga, sih. Aku bisa gini... Darkness Reins."
Kukeluarkan Darkness Reins dan dalam sekejap aku sudah bisa mengendalikan tubuhnya. Sesaat kemudian, aku menggunakan energi dark magic-ku yang sudah menyusup masuk ke seluruh tubuh Dagon.
Lalu, kuremas yang sepertinya merupakan jantung atau core dari Dagon, yang berada di dalam dadanya. Sedikit saja, tidak sampai hancur. Dan seketika pula, Dagon menjadi sangat kesakitan.
"Akkkk! Khakkkk! Ampun! Ekkkk!"
Langsung kunonaktifkan Darkness Reins-ku.
"Ghaaahh! Hahh... Hahh... Hahhh..."
"Gimana, Kakak Dagon? Udah percaya, kan?"
Dagon tidak menjawab. Tapi dia berusaha untuk bangun. Perlahan, dia bangun. Tapi dia tidak berdiri. Dia... Dia malah berlutut di hadapanku dengan kepala tertunduk.
Dan yang kemudian dia katakan, membuatku benar-benar bingung.
"Selamat datang di perairanku, Demon Lord..."
"He?" Aku menoleh ke Syla.
"He?" Syla menoleh ke arahku dan mengucapkan hal yang sama denganku.
"Ada apa sih, he-he-he-he???" Ruby yang tidak mengerti apa yang barusan kami lakukan, bertanya dengan polosnya.
"Maafkan hamba telah meragukan Yang Mulia Demon Lord."
"...... HEEE!?!?" Aku berteriak kaget dan bingung mendengar ucapannya.
"Ar, itu maksudnya apa, 'Demon Lord'?"
"Bukan bukan bukan! Aku bukan Demon Lord!"
"He?" Dagon pun merespon dengan bingung.
"ADA APA SIH KALIAN SEMUA HE-HE-HE-HE ???" Ruby yang tidak mendapat penjelasan, jadi kesal.
Ada apa ini? Sebelumnya, para Demihuman memanggilku dengan Dewa Kematian. Sekarang, bahkan monster sekelas Dagon memanggilku Demon Lord, sampai berlutut seakan akulah pemimpin mereka. Bahkan sebelumnya lagi, Vioraze mengatakan bahwa ada tujuan sejati dikirimnya aku ke dunia ini.
Aku jadi semakin bingung dan bertanya-tanya. Siapa aku sebenarnya? Untuk apa aku dikirim ke dunia ini? Kenapa julukan yang kudapatkan bisa keren-keren seperti itu?
Aduh kepalaku nyut-nyutan. Otakku tidak mampu untuk dipaksa berpikir keras. Otak pemalas dan bodoh milikku. Ya sudah. Aku tak perlu memikirkan yang berat-berat seperti ini. Aku akan fokus kepada misiku saja.
Penaklukan Dagon.
"Emm... Kakak Dagon, bangun deh. Jangan berlutut ke aku."
"Terima kasih, Yang Mulia!"
Heee... Masih saja... Ah biarkan saja dia mau memanggilku apa sesuka hatinya, kalau dia punya hati. Aku ikuti saja alur permainan ini.
"Jadi, aku mau nyelesein misiku. Kayak yang kubilang tadi."
"Silahkan Yang Mulia, jika ingin membunuhku. Aku akan melakukan apapun untuk Yang Mulia."
Ah, tapi terlalu disayangkan jika aku harus membunuh makhluk ini. Mungkin suatu saat nanti, dia bisa berguna buatku... Kan?
"Emmm... Kakak Dagon."
"Hamba, Yang Mulia..."
"Gimana ya cara membuktikan ke Guild kalo seolah-olah aku udah membunuh seekor Dagon?"
"... Bagaimana jika hamba memberikan Deep Sea Crystal yang hamba miliki kepada Yang Mulia untuk kemudian ditunjukkan sebagai bukti penaklukan hamba?"
"Wah! Ide bagus! Eh, tapi, Kak Dagon bakal jadi mati, nggak?"
"Tentu saja tidak, Yang Mulia..."
"Sip! Boleh kalo gitu... Ngomong-ngomong, coba jangan panggil 'Yang Mulia' deh. Panggil Arka aja. Namaku Arka."
"Ha-hamba tidak bisa, Yang Mulia! Terlalu lancang bagi hamba jika hanya memanggil Yang Mulia dengan nama saja." Jawab Dagon dengan panik dan takut.
"Hmm... Masalah kalo gitu. Atau... Gimana kalo 'Tuan' Arka aja?"
"Tu-Tuan Arka...... Baiklah, Tuan Arka!" Jawab Dagon dengan semangat setelah berpikir sejenak.
"Ok. Selesai masalahnya berarti. Gimana Dip Shit Core-nya?"
"Deep Sea Core, Tuan Arka... Ini."
Dagon lantas meletakkan tangan kanan di tengah dada bersisik ikan miliknya. Kemudian cahaya terang berwarna biru keunguan yang menyilaukan muncul dari balik telapak tangannya untuk beberapa saat, lalu kembali lenyap.
Setelah itu, ia menjulurkan tangannya kepadaku, dan membuka telapak tangannya. Mengekspos sesuatu yang digenggam di dalam tangan raksasa yang terkepal itu. Di dalamnya terdapat kristal sebesar kepalan tanganku, berwarna biru keunguan dan mengeluarkan cahaya redup.
"Silahkan, Tuan Arka..." Ucap Dagon memberikan kristal itu kepadaku.
"Makasih, ya! Oh, ya. Sebelum kami pergi, ada yang mau kutanyain. Pertama, kenapa aku dipanggil Demon Lord tadi?"
"Karena, aku merasakan energi magic dari Tuan Arka yang sama persis dengan yang pernah hamba rasakan sekitar 300 tahun yang lalu pada Demon Lord sebelum beliau menghilang. Dan setelah hamba membuktikan sendiri dengan tu-tubuh ini... Hamba yakin! Tuan Arka adalah Demon Lord! Lalu, rasa sesak dan sakit luar biasa yang hamba rasakan ketika Tuan Arka me-memeluk jantung hamba... Ha-hamba merasakan... Ka-..."
"... Ka?"
"Ka-ka-kasih sayang yang luar biasa dari seorang Demon Lord kepada hambanya!" Kata Dagon dengan nada seperti anak gadis yang malu dan memaksakan untuk berbicara, menjijikkan jika yang berbicara itu adalah monster segarang ini.
"Eee..."
"Ar, kok kayak ada yang aneh ya?" Tanya Syla berbisik di telingaku.
"Kok aku juga merasakan yang sama, ya, Syl?" Balasku dengan berbisik.
Entahlah apa yang aneh dari ucapan Dagon ini. Tapi yang jelas aku merasakannya dari kata-kata dan nada bicaranya. Daripada bertanya-tanya tanpa ada jawaban, aku lanjutkan lagi ke pertanyaan berikutnya.
"Kak Dagon, kenapa sih sering nyerang kapal-kapal yang lewat perairan sini?"
"Itu... Sebenarnya... Hamba hanya bermain-main karena hamba merasa bosan tinggal di sini sendirian. Sedangkan di sekitar sini hanya ada monster-monster lemah yang bodoh, tidak bisa diajak berbicara..."
"Bermain-main yaa... Haha... Karena Kak Dagon bermain-main, kerajaan-kerajaan di sekitar sini jadi resah, apalagi yang punya jalur pelayaran lewat lautan ini. Jadi, apa aku bisa minta tolong Kak Dagon jangan gangguin kapal-kapal yang lewat sini lagi?"
"I-itu... Baik, Tuan Arka..."
Semoga saja dia menepati kata-katanya. Supaya tidak ada lagi yang mengganggu pelayaran antar benua ini.
"Ok, gitu aja kayaknya. Kak Dagon, kami balik ke kapal dulu, ya... Ntar kalo udah selesai misinya, aku kembaliin kesini langsung ini kristalnya."
"Uhm... Kalau itu... Anu..."
Wah, sepertinya ada yang kurang menyenangkan akan terucap sebentar lagi. Apalagi melihat gerak-gerik Dagon yang malu-malu menjijikkan ini sekarang.
"Napa, Kak Dagon?"
"I-izinkan hamba melayani Tuan Arka!"
"Maksudnya?" Tanyaku masih bingung.
"Hamba, sebenarnya adalah Dagon yang diasingkan dari perkumpulan yang ada di Samudera Noir. Hamba tidak tahu kenapa, tapi kata para tetua Dagon di sana, hamba tidak pantas bersama mereka. Hamba memang paling lemah di antara mereka. Tapi hamba tetaplah seekor Dagon... Dan karena telah diusir, mau tidak mau terpaksa hamba mencari tempat lain untuk tinggal. Hingga akhirnya hamba berada di sini. Jadi, daripada hamba kesepian di sini, izinkan hamba agar diperbolehkan untuk melayani Tuan Arka... Atau, tidak boleh, ya?"
Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Dagon, jika diucapkan oleh gadis SMA akan terdengar imut dan tak dapat ditolak. Tapi ini, monster ikan raksasa kekar yang mengucapkannya. Satu kata. Menjijikkan.
"Ehh... Gimana ya... Maksudku, aku nggak menolak permintaan itu. Tapi, kan Kak Dagon gede banget. Nanti malah semua orang jadi ketakutan..."
Itu, alasan yang akan membuatnya mengurungkan niat. Tidak mungkin jika monster sebesar itu selalu berada di dekatku untuk melayani atau apapun, bukan? Dia pasti akan mengurungkan niatnya!
Itu yang kupikirkan. Tapi...
"Tidak masalah, Tuan Arka! Hamba akan berubah menjadi wujud manusia hamba!"
"He?" Aku salah langkah.
Dan tidak lama kemudian, tiba-tiba wujud ikan raksasa itu menyusut. Perlahan, berpendar dan menjadi kabur. Semakin menyusut. Semakin lama jadi semakin terlihat sosok manusianya. Dan semakin jelas. Hingga akhirnya proses transformasi selesai, yang berdiri di hadapan kami adalah sosok wanita matur.
Tubuhnya tinggi dan berlekuk indah. Setinggi Syla, dengan lekukan tubuh yang lebih bombastis. Merepresentasikan sosok wanita dewasa yang sangat seksi berusia sekitar 27 sampai 29 tahun. Rambutnya panjang, berwarna biru muda dan tergerai indah bergelombang.
Kulitnya putih pucat dengan corak sedikit kebiruan di sana sini. Ada sedikit sisik ikan berwarna kebiruan pada angulus mandibula-nya (sudut belakang rahang). Daun telinganya berbentuk sirip ikan.
Dan yang paling penting... Payudara. Ya, payudaranya. Ini yang paling penting. Kenapa paling penting? Karena besar. Tidak, kata 'besar' hanya merupakan hinaan terhadap sepasang payudara itu. Karena ukurannya jauh lebih besar daripada kata 'besar' itu sendiri. Seperti... Luar biasa besar awesome amazing super duper mega magna ultimate BESAR.
Bahkan, dia bisa membunuhku hanya dengan membenamkan kepalaku di antara kedua payudaranya dan membuatku mati lemas karena tak bisa bernafas.
"BOLEH !!! KAK DAGON BOLEH IKUT DENGANKU !!!"
"Mesum..." Syla menceletuk.
Demikian, aku mendapatkan payuda-- teman baru, yang akan menemaniku berpetualang di dunia fantasi ini dengan payudaranya yang fantastis.
Sampai di kapal, aku langsung menemui Kapten Kapal dan menjelaskan bahwa bahaya gelombang barusan sudah dikendalikan karena aku sudah mengalahkan monster yang menyebabkannya.
Lalu aku menyampaikan bahwa aku menyelamatkan seorang Demihuman yang menjadi tawanan monster tersebut. Cerita murahan, memang. Tapi Kapten Kapal sepertinya percaya. Selama aku membayar uang tambahan untuk biaya pelayaran wanita ikan ini, tidak ada masalah, katanya. Masalah kecil. Uangku banyak. Langsung kubayar di tempat.
Hmmm... Semenjak saat itu, mataku tidak pernah lepas dari gunung raksasa di dada Dagon. Oh, ya. Dagon memintaku untuk memberikannya nama karena Dagon itu tidak hanya dia sendiri, jadi dia menginginkan nama panggilan khusus dariku. Aku memutuskan untuk memberi nama panggilan Cyane. Karena rambutnya berwarna 'cyan' (biru muda sedikit hijau).
Tapi, aku masih merasa ada yang aneh dengan Cyane. Apa, ya?
***BERSAMBUNG...***
_______________________________________
Terima kasih sudah membaca!
CYANE dibaca dalam Bahasa Indonesia : ci-ya-ne
Nama penting di chapter ini :
- Deep Sea Crystal
- Samudera Noir
- Cyane, Demihuman manusia ikan, wujud aslinya adalah Dagon.