Hoi Pembaca!
Udah cape-cape gua ketikin cerita, masa kaga mau vote atau komen sih lu pada!? Itu noooh tombolnya di bawah noohh...
Ya udah, selamat membaca. Huft.
_______________________________________
"Muaahh!"
"Makasih, Syl..." Kataku sambil tersenyum kepada Syla yang tiba-tiba mencium pipiku.
"Eh? Tumben Arka bilang 'makasih'?" Syla yang melihat responku, malah bingung.
"Hehe..."
"Heeeeiii kalian berdua, bisa-bisanya bermesraan di saat seperti ini!?" Ren yang melihat kami, protes.
"Ren, santuy... Ini kan Ruby lagi terbang ke sana..." Kataku mencoba menenangkan Ren yang tampak gelisah dan khawatir.
"Yang buat aku cemas itu, bukan korban pembantaian di sana, tapi kalian! Kenapa kalian bisa-bisanya seperti itu di saat sedang terjadi peristiwa yang tidak menyenangkan? Apa perasaan kalian sudah kebas sampai bisa menganggap pembunuhan di dekat kalian sebagai angin lalu!? Kalia-!"
"Cupps." Kukecup bibir Ren yang terus-menerus mengomel.
Sepertinya efektif. Ren jadi berhenti mengomel.
"Uuu... A-Arkaa..." Ucap Ren dengan pipi merona merah.
"Ren, nggak usah marah-marah terus. Nanti cantiknya ilang loh..."
Aku tak pernah menyangka, bahwa aku akan menggunakan kalimat menjijikkan yang pernah kudengar dari sinetron itu. Di kehidupan nyata. Kepada seorang gadis. Seseorang, tolong potong lidahkuuu!
"C-cantik..." Ren berbicara dengan suara kecil, semakin menunduk malu.
Wah? Itu tadi... Super effective!? Ren!? Ren yang terlihat berkepribadian dewasa pun bisa tersipu malu dengan kata-kata seperti itu!? Apakah kiamat sudah dekat!?!?
Apakah, makhluk yang bernama 'wanita' memang se-simple itu? Jika dipuji maka hatinya akan langsung merasa bahagia sampai seperti itu?
Tidak mungkin. Mustahil. Wanita adalah makhluk yang paling sulit dimengerti. Aku pasti salah menganalisa. Ini pasti trik Ren untuk menjerat hatiku. Gadis rubah itu...
"Groaaarrr!"
'Itu di sana!'
Ruby memotong lamunanku. Sepertinya kami sudah sampai di lokasi terjadinya pembunuhan.
"Darkness Sense...... Syl, seperti biasa."
"Ren, panahku dong..."
"Ini." Ren memberikan Helvaran bow dan 'quiver' (kantong anak panah) berisi puluhan anak panah milik Syla yang disimpan di Trans-Dimensional Storage (penyimpanan antar dimensi).
"Itu, Syl. Selametin anak itu. Ruby, tembakin mereka pake api kecil ya. Jangan sampe kena orang-orang di sana. Oh, iya. Kalian jangan turun, ya..."
"Graarrr!"
'Okaaay!' Jawab Ruby.
"Hupp! Lucifer Mode!" Aku melompat dari punggung Ruby dan menggunakan Darkness Creation saat sedang terjun bebas di udara untuk menciptakan Lucifer Mode.
"Snipe Shot! Snipe Shot!"
"Grahh grahh grahhh!"
Syla dan Ruby sudah melepas tembakan ke arah para monster yang berada di daratan. Dari atas, mereka terlihat seperti segerombolan anjing besar yang sedang menyerbu sebuah desa kecil.
Dalam hitungan sekian detik, seluruh tubuhku sudah terbalut dark magic dan membentuk exoskeleton yang menutupi seluruh permukaan tubuhku. Di bagian punggungku, tumbuh 4 buah sayap malaikat hitam, terbuat dari dark magic dan kugerakkan dengan dark magic juga.
Sebenarnya, Lucifer Mode ini lebih mirip dengan pilot suit, tapi bersayap. Pakaian yang dikenakan pilot pengendara mecha besar yang ada di anime-anime itu. Bedanya, Lucifer Mode memiliki def dan mdef setinggi Int yang kumiliki, which is overpower. Jadi, kusebut saja ini sebagai exoskeleton.
Setelah proses pembentukan Lucifer Mode selesai 100%, aku langsung terbang secepat mungkin menuju gadis yang diserang monster tadi. Aku mendarat di sampingnya. Lima ekor monster anjing besar di sekitar gadis ini sudah mati ditembak Syla hingga menembus kepala dan dibakar hangus oleh Ruby.
Kulihat, ada luka robek dari dada hingga perutnya. Untungnya, hanya lapisan kulit luarnya yang robek, dan tidak terlalu banyak pendarahan.
Gadis ini masih bernafas. Setelah kuperiksa singkat, kusimpulkan sebagai triase kuning. Tidak mengancam jiwanya. Matanya terpejam dengan kuat. Aku bisa melihat sekitar kelopak matanya berkontraksi maksimal. Mungkin dia ketakutan?
Oh, dia Petualang Plat Copper. Dia hanya sendiri? Tunggu... Yang lebih penting saat ini adalah menangani semua monster yang masih tersisa. Hari semakin gelap. Jika aku terlalu lama, akan sulit untuk mengejar mereka ketika mereka mencoba lari.
"Darkness Sense."
Ada 17 monster yang tersisa dan semakin berkurang satu per satu karena ditembaki oleh Syla dan Ruby. Manusia... Di sekitar sini tidak ada manusia yang masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan kecuali gadis ini. Yang lainnya sudah mati. Tapi yang bersembunyi di dalam rumah masih banyak.
'Cimot, aktifkan telepati party.' Kataku kepada Ruby melalui telepati khusus kami.
'Okay, udah!'
'Syla, Ruby, berhenti menembak. Biar aku yang urus di bawah sini. Kalian awasin sekitar.'
'Siap!'
'Okaaay!'
Di saat aku selesai berbicara melalui telepati, monster anjing besar yang tersisa hanya 12 ekor. Namun, 3 di antaranya memiliki tubuh lebih kecil. Aku harus mencari sang alpha. Gerombolan makhluk seperti ini pasti memiliki alpha.
Bagaimana jika kusisakan seekor lalu aku ikuti kemana dia pergi? Bisa dicoba.
"Hahh!"
*Dhuuussss*
*srasssh* *sraaassh* *sraaasshh*
Aku terbang rendah dan membunuh mereka satu per satu menggunakan Kuroshi, katana super tajam dan keras yang kubuat sendiri dari konsentrasi dark magic-ku. Mereka semua hanya monster kroco yang sangat lemah. Mati hanya dengan sekali tebasan.
"Rraaaaauuuuuuuuuu~"
"Uuuuuuuuuuuuu~"
"Aaaauuuuuuu~"
"Ruff, rraaauuuuuuu~"
Baru 3 ekor yang kubunuh, namun tiba-tiba mereka yang tersisa melolong panjang dan saling bersahutan. Apa yang mereka lakukan? Memanggil bantuan?
'Arkaaa ada monster yang dateng dari hutan! Cimot bakar, yah? Boleeh?'
'Jangan dulu, Cimot... Aku mau ketemu sama monster itu. Kayaknya dia alpha mereka.'
'Yaahh... Ya udah dehh...'
Benar saja. Mereka memanggil sang alpha. Ya, bagus. Kerjaanku jadi lebih mudah.
Darkness Sense yang belum kunonaktifkan sejak tadi, baru menangkap adanya monster lain yang sedang berlari mendekat. Larinya... Tidak cepat juga. Masih lebih cepat lariku walau tanpa Darkness Enhancement.
Wujudnya memyerupai anjing besar juga. Tapi yang itu jauh lebih besar. Di ujung bulu-bulu pada punggungnya, terdapat fluoresensi berwarna hijau terang. Seperti... Sticker glow in the dark.
Dua taring atas yang tumbuh abnormal lebih panjang, hampir menyentuh tanah. Kornea mata yang memancarkan warna kehijauan itu terlihat bagus. Aku malah jadi berpikir untuk menjadikan hewan eksotis ini menjadi pet. Tapi pasti Ruby bakal cemburu. Ah, tidak usah.
*Brrraaaassss*
"Rrrruuuuuuu!"
Sang alpha melompat keluar dari balik daun dan ranting lebat di pinggiran Hutan Goturg. Dia melolong keras sesaat, lalu berlari ke arahku dengan sedikit cepat.
'Arka, itu Emerald Wolf. Monster kelas D peringkat menengah ke bawah. Nggak butuh bantuan kan...'
'Makasih infonya, Ren! Aku sendiri aja, gampang ini mah..."
Ren memberikan informasi tentang monster itu via telepati. Ren sendiri memiliki skill Appraisal unik tingkat atas yang dapat mendeteksi informasi apapun yang ingin diketahuinya terhadap suatu benda atau makhluk.
Skill unik, Godly Appraisal. Skill itu didapatkannya setelah memiliki lebih dari 200 Int dan 200 Dex. Status seperti itu sudah merupakan ranah yang hanya bisa dijangkau oleh Hero, sebenarnya. Bahkan Petualang level tertinggi sekalipun, yaitu mentok level 100, tidak akan mampu mencapai 200 Int dan 200 Dex.
Aksesoris memang bisa menambah status. Tapi batas jumlah aksesoris yang dapat menambah status hanya 2 buah. Lebih dari itu, hanya 2 aksesoris dengan status tertinggi yang masuk.
"Ah... Itu dia. Kupikir tadi anjing, rupanya serigala."
"Ggggrrrrrrrrhhh..."
Emerald Wolf tersebut menggeram ke arahku. Senja semakin gelap, fluoresensi hijau di punggungnya semakin terlihat cerah bercahaya.
"Halo, Njing!"
"Gggrrrrhh..."
"Bisa ngobrol nggak?"
"Grrrr... Rrruuu!"
Seperti yang kuduga. Monster kelas D memang belum memiliki Int yang cukup untuk berkomunikasi. Mereka berkomunikasi kepada sesamanya hanya dengan isyarat suara dan kontak fisik.
Monster kelas terendah yang pernah kuajak mengobrol adalah Common Dragon. Kelas C peringkat tertinggi. Dan monster ini, hanya kelas D peringkat bawah. Aku hanya buang-buang waktu berusaha berbicara dengannya.
Agar tidak membuang waktu lebih lama lagi, dan agar kulit dan bulu eksotisnya tidak rusak...
"Darkness Reins."
Aku mengeluarkan energi dark magic tipis dari kedua tanganku. Kuarahkan kepada Emerald Wolf dan 9 ekor serigala pion. Dark magic itu masuk menyusup ke tubuh semua monster serigala dengan sangat cepat. Masuk melalui semua celah dan lubang yang ada pada tubuhnya.
Dalam hitungan 3 detik, mereka semua sudah berada di dalam kendaliku. Dark magic-ku telah menguasai setiap jengkal tubuh mereka. Berikutnya, finishing.
"Hmh!"
Suara nafas sedikit mengejan keluar dari hidungku, seiring dengan manipulasi dark magic yang kulakukan pada bagian dalam tubuh monster-monster serigala lemah itu. Dengan dark magic, jantung mereka semua kuremas hingga hancur dengan satu hembusan nafasku.
"Noob."
Beberapa saat kemudian, semua monster serigala tumbang, lemas, tak bernafas. Bangkai Emerald Wolf tersebut kubawa terbang dengan menarik ekornya. Selain Emerald Wolf, kutinggalkan saja karena tidak ada yang menarik dari mereka. Biar dimanfaatkan para penduduk untuk apapun terserah mereka.
Kuhampiri gadis muda yang terluka tadi, ternyata dia sudah pingsan. Dia masih bernafas, dan pendarahannya sudah berhenti. Kugendong dan kubawa terbang ke punggung Ruby. Sampai di punggung Ruby, kuberikan jasad Emerald Wold kepada Ren untuk disimpan.
Rencananya, gadis ini akan kubawa ke suatu tempat untuk kuberikan penanganan medis, lalu kukembalikan ke tempat asalnya.
Tapi, dari pengalamanku sebelum-sebelumnya, biasanya rencanaku tidak akan berjalan seperti yang seharusnya...
***
Perih. Dada hingga perutku terasa perih. Selain itu, kurasakan angin yang cukup kencang menerpa seluruh tubuhku. Aku merasa terombang-ambing seperti sedang berada di atas kapal. Apakah aku sudah dalam perjalanan menuju neraka?
Pasti. Karena aku sudah mati dibunuh oleh kawanan Dire Wolf. Tapi, sebentar...
Jika aku sudah mati, kenapa aku masih merasakan perih di tubuhku? Apakah aku belum mati?
"Arka! Kamu mau ngerawat lukanya apa cuman mau megang-megang susu anak gadis yang masih sedang tumbuh, sih?"
Kudengar suara seorang wanita di dekatku. Siapa dia? Apakah dia malaikat kematian yang akan menjemputku?
"Ehe... Ehehe... Sambil menyelam, Syl..."
"Sambil menyelam? Apa?"
"Sambil menyelam, megangin susu."
"Maksudnya apa, sih?"
"Ah udah, ah! Kamu nggak bakal ngerti."
"Hiiih jelasin dooong!"
"Ssshhh berisik! Aku lagi fokus!"
"Dih... Fokus ngeremes-remes susu orang mah iya!"
"Hihi... Udah, Syl... Biarin aja dia. Nanti kamu malah stres. Arka mana cukup hanya dengan tubuh kita bertiga..."
"Dasar, Arka otak mesum pedofil!
Ha? Apa yang mereka bicarakan? Seperti... Obrolan mesum? Apa aku salah dengar? Tapi, perih yang tadi kurasakan di dada hingga perutku, tiba-tiba menghilang. Berganti rasa kebas.
Aku mencoba membuka kelopak mataku. Berat rasanya. Eh, ini bukan berat. Tapi mataku memang ditutup oleh sesuatu! Tunggu... Tanganku... Kakiku... Juga diikat! Berarti, aku masih hidup!?
"Mmhh..." Aku bisa mengeluarkan suara dari tenggorokanku.
"Eh, Ar! Dia bangun tuh!"
"He? Eh, iya. Tapi biarin aja ikatannya, jangan dilepas."
"Perlu aku kasih Sleep Bomb biar dia tidur lagi?"
"Nggak usah, Ren. Kamu sama Syla coba sambil ngajak dia ngobrol aja. Aku masih mau bersihin lukanya. Kotor banget banyak tanahnya."
"Bersihin luka apa pelecehan seksual?"
"Udah sana ajak dia ngobrol coba, Syl..."
"Huuu!"
"Dik... Adik..." Aku merasa ada yang menepuk pipiku dengan lembut sambil memanggil 'adik'.
"Mmhh..." Tubuhku masih sangat lemas, untuk membuka mulut saja sangat sulit rasanya.
"Adekkk... Bisa ngomong?" Ada suara perempuan lain yang juga memanggilku dengan 'adek'.
Aku harus bisa membuka mulutku.
"Mmmaa-... Aah..."
"Pelan-pelan aja. Kamu sedang terluka. Kalau belum kuat, istirahat aja dulu."
"A--... Aku... Hidup?"
"Iyaa! Tadi kamu lagi dikeroyok sama 5 serigala. Tapi kami udah bunuhin semua serigalanya, kok!"
"Ahh... Ki-Kim...by?"
"Kikimbi? Apaan, tuh? Sejenis sayuran? Makanan? Kamu laper?"
"... Kimby... Teman...ku..."
"Oh... Temanmu... Nanti kita bicarain, ya. Sekarang Arka lagi bersihin lukamu."
"Ruby, mendarat dulu. Sana di Hutan Goturg. Terserah di bagian mana. Susah njahit sambil terbang."
"Grrraaarrr..."
Mendarat? Terbang? Menjahit? Apa maksud dari perkataan pria itu? Aku sama sekali tidak mengerti. Bukankah kami sedang di atas kapal?
Namun, tiba-tiba kurasakan tubuhku seperti bertambah ringan. Tubuhku sedikit terangkat. Apakah kami sedang mengalami penurunan ketinggian yang cepat?
Tak berapa lama, kurasakan benturan. Seperti kapal kami menabrak gunung es besar. Beberapa menit kemudian, terasa hening. Hanya ada bunyi dari peralatan-peralatan yang saling bersentuhan.
"Aku jahit ya lukamu... Biar cepat sembuh dan nggak infeksi. Syl, Ren, Ruby, tolong jaga sekitar, ya... Kalo ada monster dateng, bunuhin aja."
Pria itu, berbicara padaku tentang menjahit luka? Jadi, lukaku mau dijahit seperti menjahit pakaian? Di saat aku masih berpikir menerka-nerka, kurasakan sebuah tarikan di kulit dadaku.
Setelah tarikan singkat tadi, kurasakan kulit dadaku bergetar halus, seperti ada yang bergesekan di dalam kulitku. Terus-menerus, berulang, dan berpindah-pindah. Tarikan, getaran, tarikan, getaran. Semakin lama semakin ke arah perutku.
Tapi, aku tidak merasakan nyeri sama sekali. Lalu, setelah beberapa lama, yang terakhir kurasa adalah sedikit getaran disertai sedikit tarikan pada kulit di bagian perutku.
Tak lama kemudian, aku merasakan sedikit penekanan pada area yang sama. Namun kali ini tekanannya lebih lama dan berpindah lebih cepat. Seperti ada yang mengoleskan sesuatu pada tubuhku.
"Ren, bantuin dong. Pegangin dia supaya tetep posisi duduk, ya..."
"Baiklah."
Aku merasa tubuhku diangkat dan dipertahankan dalam posisi duduk. Dan yang berikutnya kurasakan adalah, seperti pakaianku dilepas semua dan tubuhku dililit oleh sesuatu, berulang-ulang, hingga rasanya yang melilitku itu menjadi tebal.
Aku ingin memberontak ketika bajuku dilepas dan aku ditelanjangi. Aku malu! Tapi, aku tak punya tenaga untuk memberontak. Dan lagi, kaki serta tanganku diikat kuat. Kalau begini, berarti...
Aku... Sudah tidak bisa menikah... Kecuali dengan pria ini...
***BERSAMBUNG...***
_______________________________________
Makasih, udah baca. Masih belum vote atau komen juga? Bener-bener dah ini... Ya udah, lanjut chapter berikutnya.
Nama penting di chapter ini:
- Emerald Wolf