Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 39 - Chapter 6

Chapter 39 - Chapter 6

Halo pembaca!

Silahkan vote dan komentar... Semakin banyak vote dan komentar, saya jadi semakin bersemangat untuk mengetik ceritanya hehe...

Selamat membaca!

_______________________________________

"Itu dermaganya!" Syla berkata sambil menunjuk ke suatu titik.

"Wah... Iya, keliatan!" Arka mengkonfirmasi.

Saat ini, aku sedang menjadi naga besar. Aku bisa mengatur tubuhku mau menjadi sebesar apa. Tapi aku belum bisa menjadi sebesar Tante Nenek Vioraze. Apalagi dadaku, kata Tante Nenek, suatu saat nanti bisa jadi besar. Tapi kapan, ya?

Dengan tubuh yang kubuat menjadi sebesar Minor Dragon, yaitu dengan panjang sekitar 15 meter, aku sudah bisa mengangkut Arka, Syla, dan Ren sekaligus. Aku tidak merasa lelah. Aku kan naga kesayangannya Arka. Jadi aku harus kuat, biar Arka semakin sayang kepadaku.

Aku sudah terbang seharian dengan kecepatan penuh. Aku terbang lebih tinggi dari awan, sesekali turun untuk melihat daratan. Kata Arka, sebaiknya aku terbang tinggi, supaya orang-orang yang ada di daratan tidak ketakutan melihat ada naga besar yang terbang di atas mereka. Karena kalau aku terbang tinggi, aku hanya terlihat seperti monster kecil biasa saja.

Awalnya, aku pikir mereka semua takut kepadaku. Tapi Arka mengatakan bahwa, mereka bukan takut kepadaku. Mereka hanya takut kepada hal-hal yang baru dan tidak mereka ketahui. Terus, terus... Arka juga mengatakan kalau Ruby keren, Ruby cantik, dan Arka sayang sama Ruby.

Waktu mendengar Arka mengatakan itu, aku merasa sangaaaaat bahagia! Aku tidak peduli lagi walaupun semua orang lain takut kepadaku atau membenciku. Selama Arka sayang kepadaku, itu saja sudah cukup untukku.

Dan, Arka janji mau mengajakku berburu ikan besaaaarrr! Kami mau ke dermaga, terus mencari kapal pesiar yang bagus untuk berlayar sekaligus bersenang-senang. Nah, rencana Arka, di tengah laut nanti kami akan mencari ikan besar itu! Aku tidak sabar!

'Arkaa! Cimot mau makan ikan besaaaarr! Hehehee...' Aku berbicara dengan Arka melalui telepati 2 arah khusus.

'Nanti kayaknya banyak ikan besar kok, Cimot... Tapi, ada 1 ikan yang paling besar. Itu jangan dimakan, ya... Karena Arka mau ngobrol sama dia.'

'Yang lainnya, boleh Cimot makan semua, kan?'

'Boleh dooong!'

'Yeeheeeey!'

Arka punya 'panggilan sayang' untukku, yang kami gunakan ketika kami hanya berbicara berdua melalui telepati 2 arah khusus antara aku dan Arka. Yang lain tidak bisa mendengar percakapan 2 arah kami. Ya, nama panggilan itu adalah Cimot.

Nama panggilan sayang itu, sebenarnya merupakan nama lahir Ruby yang diberikan oleh Arka. Tapi, pada suatu waktu, Arka memutuskan untuk memberikan 'nama keren' untukku. Akhirnya Aku disuruh memilih, antara nama Scarlet atau Ruby. Aku bingung, tapi Arka memaksa harus aku yang memilih. Ya sudah, aku pilih yang gampang mengucapkannya. Kupilih Ruby.

"Syl, kita mendarat dimana ya? Tempat yang sepi dari penduduk..."

"Nggak tau, Ar. Nggak keliatan dari sini."

"Arka kan punya skill untuk mengetahui lokasi musuh. Bisa nggak kalau dipakai untuk mendeteksi lokasi semua manusia di bawah?"

"Eh, iya, ya... Ide bagus itu, Ren! Aku nggak kepikiran tadi hehe..."

'Ruby juga bisa ngerasain kehadiran makhluk hidup di sekitar dari baunya!' Aku mengaktifkan telepati ke semua anggota party kembali.

"Ok, Ruby coba cek ya. Aku juga mau pake skill-ku."

'Okaaay!'

"Darkness Sense, area maksimal."

*Hfff hfff* Aku menghirup udara untuk mencium aroma manusia di sekitarku.

Dari posisi setinggi ini, memang sangat sulit untuk mencium aroma manusia yang ada di daratan, karena sangat tipis baunya. Tapi, aku masih bisa walaupun sudah sangat tipis.

'Di radius 500 meter Ruby masih nyium aroma beberapa manusia, Arka!'

"Hm. Ruby bener. Ada 2 party Petualang di bawah kita. Masing-masing beranggotakan 4 dan 5 orang. Kayaknya, mereka masih Petualang Plat Iron dan Copper."

Wah, Arka hebat sekali! Dia bisa tahu informasi detail seperti itu... Padahal aku hanya mampu mendeteksi antara ada atau tidak ada saja. Tidak sampai kepada berapa jumlahnya, apalagi Plat Petualangnya.

'Arka hebaaat!'

"Hahaha... Makasih, Ruby cantiiik..."

Tapi tiba-tiba, aku mulai memasuki area yang memberikan aroma yang tidak asing lagi bagi hidungku. Aroma yang seakan mengatakan bahwa di sini sedang terjadi pembantaian. Aroma besi berkarat.

'Eh?'

"Napa, Ruby?" Tanya Syla kepadaku.

'Ruby nyium bau darah!'

"Oh..." Jawab Syla santai.

"Bentar ya, aku cek lagi. Darkness Sense...... Oh, iya." Jawab Arka, juga santai.

"Oh? Maksudnya 'Oh' itu apa?" Tanya Ren.

"Yaa... Ya udah, gitu." Jawab Arka.

"Udah biasa, kan..." Tambah Syla.

"Heeeyyy! Kalian bertiga! Kok santai banget, sih? Itu ada orang-orang yang dibunuhhh!"

"Iya sih... Terus?"

"Kemaren kita juga bunuhin banyak Demuhuman, kok..."

'Ren, kenapa marah?'

"Iiiiiihh! Kalian kok kayak nggak punya perasaan, sih!? Bantuiiiiiin merekaaaaa!" Teriak Ren memarahi kami dengan bahasa agak informal, sambil mencubit bahu Arka.

Tumben Ren marah. Marahnya, karena kami bersikap biasa saja menanggapi pembantaian yang terjadi di bawah sana. Padahal, hal seperti itu kan sudah sering terjadi. Kami juga kemarin sudah membantai banyaaak Demihuman. Arka dan Syla saja kelihatan santai.

"Aduduh! Sakit, ampun! Ok! Aku bantu nih aku bantuuu!"

"Ruby, ayo terbang kesana!"

'Okay, Ren!'

"Kalian ini, semakin banyak membunuh malah jadi semakin biasa saja menanggapi pembunuhan. Jangan-jangan, membunuh itu sudah kalian anggap hal biasa?"

"Eee... Karena... Kami udah biasa membunuh?" Jawabku tidak yakin.

"I-iya... Mungkin karena itu... Hehe..." Kata Syla mendukung jawabanku.

"Nggak boleh begituuu! Kalau kita sudah tidak punya perasaan lagi, berarti kita sama saja dengan monster!"

"""Ashiaaaap!"""

Dan kami belok sebentar sebelum mencapai dermaga. Hari sudah mau senja. Semoga bisa selesai sebelum malam.

***

"Aesa! Ini yang terakhir!"

"Stone Bullet!"

*Wuuuung* *braakk!*

"Kaiiinnnggg! Hiing hiiing..."

Monster Rabid Wolf yang diserang oleh Aesa menjerit dan terjatuh lemah. Lalu dia merintih kesakitan.

"Stone Bullet!" Aesa menembakkan Stone Bullet kedua, tepat menuju kepalanya.

*Braasssh*

"..."

Rabid Wolf yang mereka serang, tidak menunjukkan adanya tanda-tanda pergerakan setelah kepalanya remuk akibat serangan kedua Aesa.

"Yaaay! Aesa keren!" Teriak Kimby, Rogue perempuan.

"Kerja bagus, Aesa!" Yogo, Swordsman laki-laki, ikut memuji.

"Makasih, Kimby dan Yogo..." Balas Aesa, Earth Mage perempuan.

"Kami juga udah beres di sini!" Teriak Wardel, Archer laki-laki, dari lokasi yang agak jauh.

"Kami udah bunuh 2, kalian berapa!?" Tanya Dixi, Swordsman perempuan, dari lokasi yang tidak jauh dari Wardel.

"3 di sini! Kayaknya udah nggak ada yang lainnya!"

"Baiklah, serangan yang kali ini udah kita beresin! Ayo kembali ke Desa Quorn!" Teriak Yogo, yang merupakan pemimpin party Plat Copper tersebut.

"""Yaaay!"""

Sebuah party Petualang Plat Copper yang bernama Dancing, sedang menjalankan misi di Desa Quorn yang berada pada jarak satu setengah hari perjalanan darat dari Kota Pelabuhan Merinoc.

Mereka menamai party mereka dengan nama Dancing, dikarenakan awal mula bertemunya semua anggota party adalah ketika mereka sedang menari bersama saat mengikuti festival tahunan yang diadakan Kota Merinoc, akhir tahun lalu.

Misi mereka saat ini adalah memberikan perlindungan bagi Desa Quorn terhadap monster Rabid Wolf yang akhir-akhir ini sering menyerang desa. Para monster itu datang dari Hutan Goturg untuk mencari makan.

Kemungkinan, hal tersebut disebabkan karena makanan mereka di dalam hutan sudah sangat menipis. Berawal dari situlah mereka jadi menyerang penduduk sekitar. Namun, sebab pastinya masih belum diketahui.

Sinar dari dua buah matahari yang berdampingan sudah mulai jatuh di ubun-ubun. Mereka pulang dengan mengangkut sisa dari monster serigala yang telah mereka bunuh untuk dijual sebagai tambahan uang bagi mereka.

Sesampainya di Desa, mereka menjual hasil pertempuran mereka tadi, lalu kembali ke penginapan untuk membersihkan badan. Tepat tengah hari, mereka langsung pergi untuk makan siang bersama-sama, lalu kembali ke penginapan untuk beristirahat.

Kepala Desa Quorn menyediakan bangunan penginapan bagi tamu desa di halaman belakang rumahnya. Bangunan itulah yang saat ini dijadikan penginapan bagi Dancing selama mereka bertugas.

Hari ini, adalah hari terakhir dari misi mereka untuk melindungi desa selama 3 hari. Dan besok akan datang Petualang Plat Copper lain untuk menggantikan mereka.

Rencananya, besok mereka akan langsung kembali ke Kota Merinoc saat pengganti mereka telah tiba. Mereka akan melaporkan misi, menerima bayaran, dan beristirahat untuk mempersiapkan diri sebelum mengambil misi berikutnya.

Jiwa muda masih sangat kental melingkupi atmosfer di sekitar mereka. Bagaimana tidak? Kumpulan pemuda pemudi remaja yang baru berusia 15 tahun, tentunya sangat bersemangat mengejar impian mereka untuk menjadi party Petualang terkuat.

Mereka masih polos dan naif. Mereka belum memahami betul bagaimana aral dan terjalnya jalan yang berliku untuk mencapai yang mereka impikan itu. Apalagi, mereka baru saja mendapatkan promosi kenaikan tingkat Plat Petualang menjadi Copper. Dan yang sekarang ini adalah misi Copper pertama mereka.

Di Kota Merinoc, ada kebijakan khusus tentang peraturan usia mendaftar di Guild Petualang. Yaitu, usia minimal adalah 15 tahun. Hal ini dikarenakan oleh minimnya jumlah petualang di kota tersebut.

Kebanyakan penduduk Kota Merinoc lebih memilih untuk menjadi nelayan atau Merchant. Alasannya, karena lebih menghasilkan tanpa resiko kematian yang tinggi.

Sedangkan permintaan dan kebutuhan akan Petualang, selalu tinggi. Apalagi beberapa bulan belakangan ini, serangan para monster dari Hutan Goturg semakin meningkat.

"Aesa! Aku penasaran. Kenapa sih kamu milih untuk mendalami magic elemen tanah? Kenapa nggak elemen api dan angin yang damage-nya lebih gede, atau elemen air yang fungsinya lebih luas dalam kehidupan sehari-hari?"

"Hmm... Gini, Kim... Sebenernya, bukannya aku nggak suka sama elemen lain. Aku juga suka. Kalo bisa, aku juga pengen pelajari. Tapi, akademi magic kan mahal. Bisa dibilang, akademi magic itu adalah sekolahnya orang kaya dan kaum bangsawan..."

"Oh... Terus?"

"Kebetulan, ayahku adalah seorang Earth Mage, dan setiap hari aku lihat ayahku berlatih semenjak aku masih kecil. Lama-lama, aku jadi tertarik dan jatuh cinta sama magic tanah."

"Oooh... Jadi, kamu minta ajarin ayahmu?"

"Iyaa... Waktu aku berumur 8 tahun, ayahku akhirnya membolehkan aku berlatih magic tanah. Alasannya, karena aku udah cukup besar untuk ngerti dan bisa mengendalikan magic di dalam tubuhku."

"Wah, berarti magic itu bahaya dong kalo nggak bisa dikendaliin?"

"Kalau kata ayahku sih, magic yang nggak terkendali itu bisa menghancurkan tubuh kita sendiri."

"Wih! Ngeri juga, ya!"

"Iya, Kim... Nah, semenjak itu, aku dilatih oleh ayahku setiap dia ada waktu luang. Aku berlatih magic tanah untuk menyerang dan bertahan. Hingga pada suatu hari, pada saat aku udah berumur 13 tahun..."

"...?"

"..." Aesa merenung sejenak.

"Hooi? Aesaaa?"

"Eh! Maaf, aku jadi terkenang ayah dan ibuku... Pada suatu hari, seekor demon menyerang desa kami. Saat itu, aku sedang berada di Kota Merinoc bersama teman-temanku, karena kami ingin bermain di pantai."

Aesa berhenti sejenak, menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya.

"Ayahku, dia berusaha melindungi desa dan melawannya dengan dibantu beberapa Petualang lainnya yang ada di desa itu. Terus, ayahku gugur di tangan demon itu. Dan ibuku, melihat kondisi tubuh ayahku yang sudah nggak karuan, langsung lepas kendali dan menyerang demon yang membunuh ayahku. Padahal ibuku cuman ibu rumah tangga biasa. Akhirnya, ibuku juga dibunuh oleh demon itu..."

"Ma-maaf ya, Sa... Aku nggak bermaksud-"

"Udaah... Nggak apa-apa, Kim. Aku udah move on, kok... Dan sekarang, aku udah punya keluarga baru. Dancing adalah keluarga baruku! Hehee..."

"Aesaaa! Huuaaaaa..." Kimby malah menangis mendengar masa lalu Aesa yang belum pernah ia ceritakan sebelumnya.

"Loh, kok malah Kimby yang nangisss... Sini sini... Aku peluk..."

"Huaaaaaa! Sampai kapanpun, kita akan selalu bersama, Aesaaa! Huaaaa..."

"Hihi... Makasih, Kimby..."

*Dok dok dok*

Pintu kamar digedor dari luar.

"Kimby! Aesa! Kalian kenapa!?"

"Ada apa!?"

"Kalian baik-baik aja!?"

Tiga orang anggota party lainnya segera mendatangi kamar mereka. Kamar laki-laki dan perempuan memang dipisah. Tapi saat itu, Dixi sedang berada di kamar laki-laki. Dixi memang tomboy, jadi dia lebih senang bersama para laki-laki karena dia merasa lebih 'klik' jika mengobrol dengan mereka.

"Nggak apa-apa kok! Kalian tenang ajaaa!" Jawab Aesa.

"Beneran nggak apa-apa!?"

"Beneeeerrrrr! Udah, sana balik ke kamar sebelah!"

"Ngagetin aja..."

"Udaahhh sanaaaa..."

"Ok, kami balik ke kamar, ya... Kalau ada apa-apa, gedor aja dindingnya."

"Ok, Yogo. Makasih!"

Mereka pun mulai melangkah menuju kamar sebelah. Tapi, belum sampai di depan pintu...

"Tuan dan Nona Petualang!!! Gawaaat!!! Ada banyak serigala yang menyerang!!!"

Hari sudah sore menjelang senja. Tiba-tiba mereka dikagetkan oleh salah satu penduduk desa yang mengabarkan akan adanya serangan lagi oleh banyak Rabid Wolf.

"Baiklah! Kami segera kesana! Dimana lokasinya!?"

"Ke arah Hutan Goturg!"

"Baiklah!"

Tanpa perlu dikomando lagi, mereka berlima segera bersiap-siap. Memakai semua equipment tempur mereka. Lalu berlari ke arah yang disampaikan oleh salah seorang penduduk tadi. Tidak berapa lama, akhirnya mereka dapat melihat wujud puluhan Rabid Wolf dari kejauhan, sedang berlari pelan mendekati Desa Quorn.

Rabid Wolf? Semakin mendekat, semakin terlihat jelas wujud dan ukurannya. Kali ini, paling tidak, ukuran monster-monster serigala itu 2 kali lebih besar daripada Rabid Wolf. Taring mereka lebih panjang. Bulu yang lebih tebal, terlihat keras dan kaku. Kuku-kuku tajam dan panjang itu tidak dapat mereka sembunyikan ke dalam telapak kaki mereka.

Itu bukan Rabid Wolf! Itu adalah Dire Wolf!

Rabid Wolf merupakan monster kelas E peringkat bawah. Sedangkan Dire Wolf merupakan monster yang lebih kuat. Mereka berada pada peringkat atas untuk monster kelas E.

Satu ekor saja sudah membutuhkan usaha keras dari party Petualang Plat Copper untuk menaklukkannya. Ini... Ada sekitar 10... Tidak, mungkin 20 ekor Dire Wolf! Ditambah lagi sekitar 50 ekor Rabid wolf di belakang mereka!

***BERSAMBUNG...***

_______________________________________

Terima kasih sudah membaca!

Nama penting pada chapter ini :

- Aesa, Mage, Plat Copper

- Kimby, Rogue

- Yogo, Swordsman

- Dixi, Swordsman

- Wardel, Archer

- Desa Quorn

- Kota Pelabuhan Merinoc

- Rabid Wolf, Dire Wolf