Elora mengabaikan tiap lelaki yang mencoba untuk mendekatinya, Elora tidak tertarik dengan semua laki laki itu. Pandangan Elora terfokus pada satu laki laki yang tengah sibuk menenggak minumannya seolah tiada hari esok.
Elora tahu dengan jelas siapa laki laki itu, laki laki itu adalah Steven Handerson. Salah satu laki laki bejat yang paling Elora benci di dunia ini.
Elora memperhatikan laki laki itu dengan seksama, melihat Steven sibuk dengan minumannya seorang diri. Bagus ia tidak bersama dengan teman temannya sehingga Elora bisa melakukan sesuatu yang menyenangkan kepada laki laki itu. Meski tidak sekarang ini.
Elora harus menunggu Steven benar benar mabuk sehingga Elora bisa mengendalikannya semaunya. Membayangkannya saja sudah membuat sudut bibir Elora terangkat.
***
Max berdecak, Elora sepertinya masih tetap berpendirian teguh. Elora tetap saja tidak mau menurutinya meski Max sendiri sudah mengancam dan membujuk sedemikian rupa.
Max sebenarnya sempat berpikir untuk menyerah akan Elora namun semakin ia memikirkan hal itu maka semakin ia menyadari bahwa sulit rasanya untuk lepas dari wanita itu, melepaskan Elora sama artinya dengan menyerah akan kebahagiaan karena Elora lah sumber kebahagiaan Max.
Max melirik ponselnya, Elora tidak mencoba untuk menghubunginya lagi. Max menghela nafas dalam dalam dan mencoba untuk menenangkan dirinya.
"Tuan.."
Max menoleh menatap anak buahnya yang datang menghadapnya dengan membawa amplop coklat. "Bagaimana?"
Anak buahnya itu menyerahkan amplop itu kepada Max, "Seperti yang anda inginkan Tuan, saya sudah memastikan bahwa para investor investor tidak akan berkerja sama dengan perusahaan dari Steven Handerson."
Max mengangguk mengerti, "Bagaimana dengan Dareen Lemulel?"
"Salah satu orang suruhan saya sudah berhasil mengambil ide produk dari perusahaan mereka Tuan, kita bisa menggunakan ide itu sebelum mereka dan membuat mereka mendapatkan kerugian yang sangat besar karena sudah memproses produk tersebut namun tidak sempat dirilis karna sudah kita dahului Tuan."
Max kembali menganggukkan kepalanya, "Bagus, lakukan secepat mungkin."
Max memang jahat, ia jahat karena ia melakukan ketidakadilan kepada Steven dan Dareen. Namun itu semua ia lakukan semata mata karna Max ingin masalah Elora selesai.
Elora bilang Elora ingin melihat mereka semua hancur, maka Max hanya membantu agar hal itu cepat terjadi sehingga Elora pun akan cepat berhenti dari pekerjaannya itu.
"Baiklah kau bisa pergi, jika ada kendala kau bisa hubungi aku."
***
Steven menenggak kembali Vodka nya, ini sudah botol yang ke empat. Steven masih saja merasa belum puas dalam meminum minuman beralkohol itu.
Ia putus asa, putus asa lantaran perusahaannya sudah nyaris bangkrut. Steven tidak tahu lagi harus bagaimana, meminta bantuan teman temannya pun rasanya Steven malas, akhir akhir ini mereka justru semakin sering berdebat terutama Jordan dan Julian.
Steven bahkan tidak bisa menyampaikan keluh kesahnya, teman temannya terlalu sibuk dengan urusan mereka masing masing.
Steven mengerjai ngerjapkan matanya ketika ia melihat sosok wanita dengan gaun merah yang seksi datang menghampirinya, Steven berusaha untuk memfokuskan pandangannya yang buram namun tetap saja wajah wanita itu terlihat tidak jelas dimatanya.
"Kaauuu.. siaaapaaa..?"
"Kau kelihatannya sangat depresi dan butuh hiburan, kau mau aku menghibur mu?" Wanita itu dengan lancang mengusap usap lengan Steven. "Bagaimana kalau kita bersenang senang hm?"
Steven tersenyum dalam mabuknya, mana mungkin ia menolak tawaran seperti ini. Belum lagi ia juga memang tengah butuh hiburan, siapa tahu saja wanita yang satu ini bisa membuatnya merasa lebih baik.
***
"Steven tidak mengangkat panggilan ku." Adam berbalik memandang Dareen, "Sepertinya ada yang aneh dengan Steven."
Dareen melirik Adam sekilas, "Jangan terlalu berlebihan, aku tahu kalian sudah bersahabat bahkan sejak kalian masih memakai popok tapi kau tidak bisa terlalu ikut campur urusan dia, bisa saja dia hanya butuh waktu sendirian."
Adam menggelengkan kepalanya tidak setuju, "Steven bukan orang seperti itu, dia memang sama brengseknya dengan kita semua tapi Steven bukan termasuk orang kuat dalam menghadapi masalah, ia mudah depresi."
Dareen menghela nafas berat, ia agak kesal mendengar perkataan Adam yang terdengar sangat membesar besarkan masalah sepele. "Yang ada ku rasa dia akan mudah depresi jika kau terlalu ingin tahu urusannya."
***
Steven melenguh ketika tubuhnya dilemparkan ke ranjang, Steven tertawa ketika wanita yang membawanya ke hotel itu sudah tak sabar ingin menyerbu dirinya.
Steven terbawa suasana, ia bahkan tidak sadar bahwa kelakuan memalukannya itu tengah direkam. Steven terlalu mabuk untuk menyadarinya, Steven juga terlalu bergairah untuk sekedar menyadari bahwa ia sebenarnya tengah dijebak.
Steven yang malang.
***
Steven terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara ponsel miliknya berdering kencang, dengan mata yang masih mengantuk Steven mengangkat panggilan tersebut.
"Steven kau dimana?! Kenapa baru mengangkat panggilan ku?!!"
Steven berdecak, menjauhkan ponsel itu dari telinganya. "Tidak usah berteriak, aku bisa mendengar mu dengan jelas."
"Hei, kau masih bisa bersantai saat ini huh?! Dimana otak mu Steven Handerson?!!"
"Memangnya sebagaimana aku seharusnya bereaksi saat ini hah? Diam lah, kau mengganggu tidur ku!"
Steven sudah berniat untuk mematikan sambungan telepon tersebut namun gerakannya terhenti ketika ia mendengar Adam berteriak sesuatu kepadanya.
"Kau masih ingin tidur disaat seperti ini?! Steven, kau sekarang sedang jadi trending dimana mana, video mu melakukan sex dengan laki laki tersebar di internet!"
Steven terdiam, Steven merasa ada yang salah. "Apa maksud mu melakukan sex dengan laki laki, kau tahu bukan aku ini laki laki normal?" sejenak Steven tertawa, "Jika kau mau mengerjai ku maka gunakan lah cara yang lain, itu tidak mempan."
Steven dapat mendengar helaan nafas berat Adam, "Jika kau tidak percaya kau bisa buka internet mu itu, video kau tengah melakukan sex dengan laki laki sudah beredar disegala media sosial."
Steven langsung mematikan sambungan telepon tersebut, ia terdiam sejenak dan memperhatikan penampilannya. Iya Steven memang tengah dalam keadaan telanjang saat ini, tapi seingatnya semalam ia bersama dengan wanita bukan laki laki.
Steven masih sangat tidak percaya, ia kembali membuka ponselnya tersebut untuk memastikan sesuatu. Dan benar saja, Steven terkejut bukan main ketika melihat pembahasan tentang video yang di dalamnya ada dirinya tengah bercumbu dengan seorang laki laki.
Ba-bagaimana bisa ini terjadi?
Steven menggerakkan jarinya membaca beberapa komentar yang ada.
Menjijikan, bagaimana bisa pengusaha besar sepertinya bertindak tidak tahu malu begini.
Homo? Haha, menjijikan.
Selama ini dia selalu kelihatan sombong dan mempermainkan banyak hati wanita, nyatanya dia penyuka sesama jenis, menjijikan sekali.
Ewwh, melihatnya saja aku ingin muntah.
Apa apaan ini semua? Kenapa dalam waktu semalam dunia nya bisa berbanding terbalik seperti ini.
Steven mengepalkan tangannya kuat kuat, Steven tahu ada yang salah. Steven teringat dengan wanita semalam, pasti wanita itu yang menjebaknya.
Steven bersumpah ia akan berusaha menemukan wanita itu dan memberinya pelajaran.
***
Elora menatap layar televisinya dengan senyum mengembang, satu persatu semuanya berjalan sesuai rencananya.
Seperti dimasa lalu, ketika video Elora tersebar begitu saja dan dalam waktu satu malam hidupnya berubah, seperti itu juga yang Steven rasakan.
"Nikmatilah neraka kecil yang ku buatkan untuk mu, ini masih belum seberapa."