Chereads / Disastrous Love / Chapter 11 - BAB 10

Chapter 11 - BAB 10

Elora menangis diperlukan Max, apa lagi yang bisa ia lakukan selain menangis? Orangtuanya mengusirnya, tidak mempercayainya, malu memiliki anak sepertinya, Elora sudah tidak tahu harus bagaimana lagi.

Tempatnya bersandar, tempatnya berbagi suka suka sudah tidak ada lagi, Ibunya meninggalkannya. Elora hanya punya Maxime saat ini. Hanya Maxime.

"Elora, lebih baik sementara waktu kau tinggal di rumahku saja. Orangtua ku jarang sekali dirumah, mereka selalu sibuk dengan perjalanan bisnis mereka jadi kurasa tidak ada salahnya jika kau ikut aku. Kau tidak punya tempat tujuan lain."

Elora sebenarnya malu, malu karena terus saja merepotkan Max, terus saja membuat Max kesulitan. Namun Elora juga tidak punya pilihan lain, Elora tidak bisa mengambil resiko untuk nekat tidur dijalankan atau memaksa masuk ke rumahnya karena yang Elora akan dapatkan hanya pukulan dan cacian dari Ayahnya.

"Kita harus segera pulang sekarang."

***

Elora gemetar, ia tidak sanggup untuk kembali ke sekolah. Meski Max selalu mengatakan bahwa Max tidak akan meninggalkannya, bahwa Max akan selalu berada disisinya, mendukungnya dan menjaganya. Tapi tetap saja Elora tidak dapat memungkiri bahwa ia takut dengan reaksi orang orang disekolah perihal video yang tersebar itu.

Elora mengencangkan pelukannya, Elora menyandarkan kepalanya kepunggung Max yang tengah sibuk menyetir motornya tersebut.

Bisikan bisikan, tatapan menghina dan juga sindiran sindiran pedas mereka.

Elora berusaha mengabaikannya, Elora berusaha untuk tidak emosional hanya karena gunjingan orang orang kepadanya, Elora melirik Max yang sama sekali tidak malu menggenggam tangan nya erat erat melewati orang orang itu.

Max memang orang yang baik.

Baru saja Elora dan Max ingin memasuki kelas mereka, kepala sekolah memanggil Elora dan meminta Elora untuk datang ke ruangannya.

Elora takut pergi kesana sendirian, namun Elora juga tidak bisa merengek meminta Max menemani nya. Elora tidak bisa apa apa.

Elora melepas genggaman tangannya, ia melangkah pelan mengikuti langkah kepala sekolah di depannya. Elora sempat menoleh kebelakang, melihat Max tersenyum menyemangatinya.

Elora memasuki ruang kepala sekolah itu dengan gugup, tangan dan kakinya tidak bisa berhenti gemetar meski ia sudah duduk dengan nyaman di sofa.

"Kau tahu apa alasan aku meminta mu kemari?"

Kepala sekolah itu membenarkan kaca matanya, menatap Elora dengan tatapan seriusnya.

Elora hanya diam mematung, Elora tidak sanggup untuk menjawab, menjawab pertanyaan kepala sekolah itu sama saja dengan mengingat kejadian malam itu.

"Kenapa kau datang kesekolah?"

Elora mendongak, ia menatap kepala sekolah itu bingung. "Maksud Ibu?"

"Kami sudah mengeluarkan mu dari sekolah ini, kemarin orangtua mu juga sudah setuju dan tidak menuntut apa apa, kami tidak mungkin tetap mempertahankan murid yang sudah mencoreng nama baik sekolah."

Elora menggelengkan kepalanya, ia sontak berlutut. "Jangan keluarkan saya Bu, saya tidak bersalah. Mereka semua menjebak saya, saya yang korban disini."

"Siapa yang kamu maksud mereka?"

"Jordan dan teman temannya, bu."

"Berani beraninya kamu menuduh anak dari pemilik sekolah ini sebagai pelakunya, kamu sendiri yang membuka pakaian mu dan menyodorkan tubuh mu, don't playing victim, pergilah. Jangan berkeliaran disekitar sekolah ini lagi."

***

"Hey Max, kenapa juga kau masih bergaul dengan pelacur itu?"

Max menoleh dan menatap laki laki di hadapannya itu dengan pandangan sinis, "Siapa yang kau maksud pelacur hah?!"

"Jangan berpura pura bodoh Max, semua orang disekolah ini sudah tahu bahwa sahabat baik mu itu seorang pelacur."

"Jaga bicara mu!"

"Hei, kau tidak perlu Semarah ini. Aku hanya mengatakan kenyataannya mengapa kau sangat tidak terima? Atau jangan jangan kau laki laki yang ada di video itu? Bagaimana rasanya tubuh Elora?"

"KU BILANG JAGA BICARA MU SIALAN!!"

Max melayangkan tinjunya kewajah laki laki itu hingga laki laki itu tersungkur di lantai, kelas mendadak ricuh karna adegan itu dan para teman teman dari laki laki yang Max pukul itu menghampiri Max tidak terima.

"Apa apaan kau?!" mereka semua menyerang Max secara bersamaan, memukuli Max tanpa ampun meskipun mereka saat itu tengah berada dikelas.

Mereka semua sibuk memukuli Max tanpa menyadari keberadaan Elora disana, menangis melihat sahabatnya dipukuli hanya karena dirinya.

Elora memang tidak sepatutnya berada disini, jika memang mereka menganggap Elora pelacur maka baiklah, Elora akan menjadi pelacur seperti yang mereka katakan.

Elora akan menunjukkan kepada mereka bahwa pelacur yang mereka hina ini bisa menghina mereka balik nantinya, dengan cara yang lebih menyakitkan pastinya.

***

Elora mengusap air matanya, kenangan masalalu hanya membuatnya terus terus saja bersedih.

Elora kembali menatap ponselnya, dengan segenap harapan ia mencoba kembali menghubungi Max.

Berharap Max akan mengangkat panggilannya kali ini.

"Hallo..."

"Max.. kenapa kau baru mengangkatnya?! Aku khawatir." Elora kembali meneteskan air mata, ia lemah jika Max bersikap seperti ini kepadanya, Elora sudah berkali kali di tinggalkan. Elora tidak mau lagi ditinggalkan, hanya Max lah yang ia miliki sekarang.

"Apa yang bisa ku lakukan Elora, aku benci pekerjaan mu. Tidak bisakah kau mengerti perasaan ku sekali saja? Berhentilah, jangan hancurkan dirimu dan diriku lagi. Kau tahu betul bahwa melihat mu hancur sama saja dengan kehancuran bagi ku, berhentilah."

Elora menggelengkan kepalanya meski ia tahu Max tidak akan bisa melihatnya, "Aku tidak bisa Max, aku tidak bisa berhenti begitu saja. Mereka harus merasakan sakit yang dulu ku rasakan."

"Jadi kau lebih memilih kehilangan diriku dibanding dendam mu itu? Baiklah aku mengerti."

Tutt.. tutt..

Sambungan telepon terputus begitu saja, Max memutuskan nya sepihak.

Elora mengacak acak rambutnya frustasi, Elora tidak bisa kehilangan Max dan juga tidak bisa mundur begitu saja.

***

"I said stop talking about her!!" Jordan menatap tajam Julian, ia sudah muak dengan segala omong kosong Julian.

"Aku tidak akan berhenti membicarakannya, semakin kau seperti ini justru membuat ku semakin tertarik Kei, semakin kau larang aku justru akan semakin mendekati Elora, atau perlukah aku menjadikannya sebagai pelacur tetap ku?"

Jordan mengepalkan tangannya, "Jangan macam macam dengan ku Julian, kau tahu jika aku marah aku tidak segan segan menghancurkan mu."

Julian melipat tangannya menantang, "Apa yang bisa kau lakukan padaku Kei, kau akan membunuh ku? Kau tidak akan sanggup melakukan itu, kau itu pengecut Kei. Sebelas tahun yang lalu bahkan kau tidak bisa mengadukan ku kepada kepala sekolah bahwa aku lah dalang dari semua kejadian malam itu, kau terlalu pengecut karna kau takut jika aku tertangkap maka kau juga akan tertangkap, semua rahasia mu ada dalam genggaman ku."

Julian bangkit berdiri meninggalkan Jordan yang menggerakkan giginya menahan emosi.

Entah kenapa ia sampai sekarang masih bisa bersahabat dengan orang semacam Julian.

***