Chereads / Disastrous Love / Chapter 10 - BAB 9

Chapter 10 - BAB 9

-

"Max.."

Maxime menggerakkan lehernya dengan cepat menengok kearah sumber suara.

Max tersenyum melihat Elora yang sudah sadar, ia dengan terburu menggenggam erat tangan Elora, mengusap tangan itu selembut mungkin.

"Max.."

Max menggelengkan kepalanya ketika ia melihat Elora menatapnya dengan mata berkaca-kaca, "Jangan menangis, Jangan ingat ingat masalah itu. Anggap itu hanya mimpi buruk saja, ingat kau tidak sendirian, ada aku disini."

Max berusaha untuk menenangkan Elora meski Elora tetap saja menangis pada akhirnya, siapa juga yang tidak menangis setelah diperkosa seperti itu.

Max mengusap air mata Elora, "Kau tidak perlu khawatir, kita bisa menuntutnya, kita bisa memberinya pelajaran. Jordan pasti akan dihukum atas apa yang sudah ia lakukan padamu."

Elora menggelengkan kepalanya, "Kita tidak akan bisa melawan mereka, kekuasaan pasti akan selalu menang, Ibu dan Ayahku hanya akan menderita nantinya."

"Apa maksud mu dengan mereka? Bukan kah Jordan yang melakukan semua ini padamu? Teman temannya membantunya? Kita tidak perlu pikirkan mereka kita hanya perlu pikirkan bagaimana cara menyeret Jordan ke penjar-"

"Mereka juga memperkosa ku, mereka semua me-melakukannya.."

Tubuh Max membeku, ia menatap Elora dengan terkejut.

Mereka semua? Elora? Berarti Elora di gilir oleh para bajingan itu?

Bagaimana bisa mereka sekejam itu kepada Elora? Bagaimana bisa ada manusia sekeji itu di dunia ini?

Sebagai laki laki Max tidak habis pikir, apa yang mereka dapatkan setelah melakukan hal itu kepada Elora? Kepuasan? Jika memang kepuasan yang mereka cari kenapa mereka tidak menyewa wanita malam saja untuk ditiduri, mereka banyak uang, mereka berasal dari keluarga kaya raya, kenapa juga harus Elora yang mereka jadikan korban.

Kenapa harus Elora, yang jelas jelas tidak akan mampu melawan lima orang itu.

Namun tidak ada salahnya bukan mencoba? Tidak ada salahnya mencoba untuk menuntut keadilan, meski keadilan tidak pernah ada di dunia ini.

"Kita harus tetap mencoba Elora, kita tidak boleh menyerah. Jika mundur begitu saja mereka justru akan senang dan semakin menjadi jadi nantinya."

Elora yang masih terbaring di bangsal hanya bisa terdiam, ia tidak punya tenaga untuk mengelak, ia tidak punya tenaga untuk mengingat kejadian malam itu, Elora terlalu hancur.

***

"Katakan dimana Elora, Maxime!"

Max memejamkan matanya mendengar teriakan dari Ayah Elora, Max tahu Ayah Elora memang keras dan sulit sekali untuk diajak bicara.

"Dia berada dirumah teman nya Pak, dia sedang ada urus-"

"Apa urusan yang kau maksud itu melacur?!"

Max mengerutkan alisnya, ia menjauhkan ponselnya tersebut dari telinganya, sejenak berpikir apa maksud dari perkataan Ayah Elora itu.

"S-saya tidak mengerti apa maksu-"

"Jangan banyak alasan, saya sudah malu punya anak seperti dia. Bagaimana bisa dia mempermalukan orangtuanya dengan bertindak asusila disekolah?!"

Max semakin bingung saja, "Apa yang Bapak maksud kan? Asusila?"

"Semua murid disekolah mendapatkan video Elora membuka pakaiannya menggoda seorang laki laki, pihak sekolah sampai memanggil kami ke sekolah perihal masalah itu. Bagaimana bisa anak tidak tahu diri itu mempermalukan orangtuanya yang sudah susah payah membesarkannya?!"

Max mengusap wajahnya kasar, "Tidak seperti itu yang terjadi pak, Elora tidak bersalah.. Bapak harus mendengar penjelasannya dahulu."

"Jangan banyak bicara, katakan dimana Elora, bilang padanya jika dia terlahir di dunia ini hanya untuk membuatku malu lebih baik dia mati saja!"

Tut...tutt..

Sambungan telepon terputus begitu saja, Kenapa semuanya justru jadi semakin buruk begini?

Apa yang harus Max katakan kepada Elora?

***

"Max, kita tidak bisa berlama lama disini. Aku tidak punya uang untuk membayar biaya pengobatan ku."

Max mencegah Elora yang hendak bangkit dari posisi berbaring nya. "Jangan banyak bergerak, kau masih belum pulih, jangan pikirkan soal biaya, aku akan menanggung soal biayanya kau hanya perlu istirahat saja. Hanya itu."

Elora menggelengkan kepalanya pertanda ia tidak setuju dengan apa yang Max katakan, "Kau tidak boleh melakukan itu, aku tidak mau merepotkan mu.. sudah cukup aku dirawat semalaman disini, aku harus pulang orang tua ku pasti sudah khawatir karena aku tidak pulang semalaman."

Max menelan air liurnya dengan susah payah, bagaimana cara Max mengatakan kepada Elora bahwa Ayah Elora saat ini tengah murka, bahkan sempat mengatakan bahwa Elora lebih baik mati saja.

Jika Elora kembali kerumah. Max takut Ayah Elora akan menyakiti Elora, sementara Elora sendiri masih belum pulih keadaannya.

"Bawa aku kembali Max, aku ingin memeluk Ibu ku. Aku tidak suka disini."

Max tidak bisa mengelak, entah kenapa sulit sekali rasanya menolak Elora. Max akhirnya mengangguk dan pamit keluar menemui dokter.

Tidak lama Max kembali datang setelah mendapat ijin untuk membawa Elora pulang, dokter mengatakan secara fisik Elora baik baik saja tapi dokter itu juga mengatakan bahwa mungkin saja psikisnya terganggu karena kejadian pemerkosaan itu.

Max jadi berpikir mungkin memang ada baiknya membawa Elora pulang, Elora bisa menenangkan pikirannya dengan bersama Ibunya, soal Ayah Elora biar Max nanti yang akan menghadapi Ayah Elora, Max akan menjelaskan bahwa Elora tidak bersalah, Elora hanyalah korban.

***

Ternyata pilihan Max untuk membawa Elora kembali kerumahnya adalah keputusan yang salah.

Ayah Elora tidak mau mendengar, Ayah Elora tidak percaya dengan semua apa yang sudah Max jelaskan.

Elora menatap Ayahnya depan penuh air mata, "Aku tahu aku bersalah, tapi aku tidak menggoda siapa siapa, aku tidak melakukan itu!"

Elora mengerang kesakitan ketika Ayahnya menarik rambutnya kuat kuat, Max yang mencoba membantunya bahkan sempat mendapatkan pukulan keras dirahangnya.

Elora menoleh kearah Ibunya, dalam tangis ia memohon agar Ibunya membantunya, menyelamatkannya dari amukan sang Ayah.

Namun yang Elora dapatkan justru penolakan, Ibunya memalingkan wajah, seolah tidak melihat dirinya yang tengah tersiksa saat ini.

Kenapa dari sekian banyak orang, Ibunya juga ikut membencinya juga? Orang yang selalu percaya kepadanya, orang yang selalu berada disisinya, menjadi tempatnya mengadu justru menolak untuk memandangnya.

Kenapa dunia sekejam ini?

Kenapa Tuhan tidak sekalian mencabut nyawanya saja?

Kenapa?