Chereads / Disastrous Love / Chapter 9 - BAB 8

Chapter 9 - BAB 8

***

Elora menjerit, menangis, berteriak meminta tolong, bahkan berusaha sekuat tenaga untuk melawan tapi semuanya tidak membuahkan hasil.

Tubuh lemahnya tidak sanggup melawan empat laki laki, Elora hanya bisa menangisi nasibnya, menangis meski tangisannya itu tidak ada artinya.

Semua salahnya, salahnya karena jatuh hati kepada orang yang salah.

Salahnya juga karena bodoh dalam memilih keputusan, salahnya karena ia buta termakan oleh cinta yang bahkan sedetikpun tidak pernah membuatnya bahagia.

Elora yang bodoh, Elora yang malang.

Dengan mata bengkak Elora hanya bisa memandang laki laki yang dicintainya yang tengah memandang kearahnya, duduk santai menontonnya disiksa oleh teman temannya, menontonnya sembari menghisap sebatang rokok.

Elora mencoba untuk mengulurkan tangannya menggapai Jordan, namun tangannya tidak pernah sampai. Yang ada Elora hanya terus terisak kesakitan tiap kali teman teman Elora menghentak tubuhnya secara bergiliran.

Dingin, sakit, pedih, hancur.

Itu semua Elora rasakan, meski hujaman hujaman mereka sudah berhenti, meski pelecehan yang mereka lakukan terhadapnya sudah selesai namun Elora tetap kesakitan.

Elora tidak tahu harus bagaimana lagi, tubuhnya sudah hancur, menangis lagi pun sudah tidak mampu, matanya sudah terasa amat sakit.

Elora hanya bisa mendengar sayup sayup mereka berbicara.

"Sialan, dia pendarahan!"

"Cepat bereskan pakaian kalian, kita harus pergi dari sini."

"Tinggalkan saja dia, nanti juga dia bisa pergi sendiri. Dia mati atau tidak itu bukan urusan kita."

"Cepat!"

Elora dapat mendengar langkah kaki mereka yang menjauh, sebelum mereka pergi Elora sempat melihat wajah Jordan dan Jordan hanya meliriknya sekilas tanpa peduli.

Elora benar benar diperalat, ia dipermainkan, cinta nya yang tulus dipermainkan.

Elora memandang ke langit, tak lama hujan menetes perlahan lahan membasahi tubuhnya yang telanjang, penuh keringat, darah dan sperma.

Sayup sayup dalam guyuran hujan Elora bisa mendengar suara ponselnya berdering dari dalam saku bajunya yang tergeletak tak berdaya di dekatnya.

Elora ingin sekali meraih ponsel itu dan meminta tolong, namun ia tidak punya tenaga untuk sekedar menggerakkan jari jemarinya.

Elora hanya mampu menyesali keputusannya beberapa jam yang lalu, menyesali keputusannya untuk datang menemui Jordan.

Penyesalan memang selalu datang diakhir.

***

Max menatap khawatir kearah ponselnya, ini sudah panggilan yang ke tiga namun Elora masih saja tidak menjawab panggilannya.

Max sudah menelepon ke rumah Elora dan Ibu Elora sendiri mengatakan bahwa Elora belum juga kembali dari sekolah.

Max menyesal karena ia tidak bisa pulang bersama Elora lantaran ia ada les privat matematika hari ini, dan saat ini Max merasa ada sesuatu yang aneh, perasaannya tidak enak.

Sepanjang proses belajarnya pun Max tidak bisa fokus terhadap materi, yang Max pikirkan sekarang ini dimana Elora dan kenapa wanita itu tidak mengangkat panggilannya.

Max melirik jam tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, jika Max pergi ke sekolah akan kah Max menemukan Elora disana?

Meski terdengar konyol memang, untuk apa Elora disekolah malam malam begini namun tetap saja Max harus mengecek kesana, tidak ada salahnya melakukan itu karena tidak ada tempat lain yang menjadi tempat kemungkinan Elora berada selain sekolah.

Elora bukan tipikal wanita yang suka pergi bermain, atau kesana kemari untuk sekedar bersenang senang.

Max dengan terburu buru mengenakan helmnya, mengendarai motornya itu dengan terburu buru.

Dalam hati Max berdoa, semoga Elora baik baik saja.

***

Max mengerutkan alisnya ketika ia sampai disekolah dan tidak ada satupun penjaga yang berada disana.

Biasanya ada dua penjaga, satu satpam yang berjaga di depan gerbang dan satu lagi yang berkeliling memastikan tidak ada pencuri yang masuk kedalam lingkungan sekolah untuk mengambil barang barang fasilitas sekolah.

Saat Max menyusuri lorong sekolah yang gelap dengan bermodalkan senter dari ponselnya, Max melihat seseorang tergeletak tak berdaya dilantai koridor sekolah.

Perasaan Max mulai semakin tidak enak, bagaimana bisa penjaga yang seharusnya sibuk mengawasi keadaan sekolah justru terbaring tak berdaya dilantai seperti ini?

Max mengabaikan satpam tersebut, ia memilih berlari mengintip dari tiap tiap ruangan mencari keberadaan Elora.

Setiap ruangan dalam keadaan terkunci, jadi mustahil rasanya Elora berada disana.

Max menaiki anak tangga dengan langkah lebar lebar, entah kenapa firasatnya mengatakan bahwa Elora berada di atap sekolah.

Max terengah-engah, ia membuka pintu penghubung itu dengan tangan gemetar, berharap bahwa firasatnya itu salah. Namun kenyataan memang selalu lebih pahit.

Max berlari menghampiri tubuh Elora yang terbaring dalam keadaan telanjang, hatinya tersayat ketika melihat Elora dalam keadaan seperti itu.

Berkali kali Max menepuk nepuk pipi Elora dan berteriak memanggil nama wanita itu namun tidak ada jawaban sedikitpun.

"Elora sadarlah!! Ku mohon sadarlah!!"

Max membawa Elora kedalam pelukannya, ia menyesal.

Seharusnya ia bisa berada disisi Elora, melindungi gadis itu sekuat yang ia bisa namun ia justru lengah.

Dan lihatlah apa yang terjadi, gadis kesayangannya terluka, hancur di depan matanya.

"Maafkan aku.. maafkan aku.."

***

Max tidak mampu membawa Elora pulang kerumahnya, Max khawatir dengan reaksi Ibu Elora nanti. Belum lagi Ayah Elora yang keras pasti akan menyalahkan Elora atas apa yang terjadi maka dari itu Max membawa Elora klinik terdekat karena Elora pendarahan dan tidak mengatakan apa apa kepada orang tuanya.

Max hanya mengatakan bahwa Elora menginap dirumahnya salah satu teman perempuannya dan belum bisa mengabari.

Max tidak perduli ketika pihak klinik menghakiminya dan menuduhnya yang melakukan hal itu terhadap Elora, Max hanya ingin Elora baik baik saja.

"Kondisinya sangat mengenaskan, lukanya sudah kami tangani tapi kami khawatir kondisi psikisnya yang terancam. Melihat maraknya kasus pemerkosaan sebelumnya sang korban selalu depresi berat bahkan ada yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, dan tidak sedikit juga yang berakhir kehilangan akal sehat mereka."

Max menggeleng tidak menyetujui perkataan dokter tersebut, "Elora akan baik baik saja, dia tidak selemah itu."

Max mengepalkan tangannya erat erat, Max terpikirkan dengan orang yang telah membuat Elora menjadi seperti ini. Max yakin sekali ia tahu siapa orang yang melakukan hal keji itu kepada Elora, satu satunya orang yang terlintas dipikiran Max adalah Jordan dan teman temannya yang brengsek itu.

Max bersumpah ia akan membuat perhitungan kepada mereka, Max tidak akan pernah memaafkan bajingan bajingan itu.

***