Chereads / Terjerat Kawin Kontrak / Chapter 26 - Menginap di Hotel Dekat Bandara

Chapter 26 - Menginap di Hotel Dekat Bandara

Rashid tiba di Swiss Bellhotel Airport Jakarta, berdasarkan instruksinya yang ingin segera tiba di hotel. Hotel ini dipilih oleh orang kepercayaannya dan ia tak pernah mempermasalahkan kegengsian dengan harus memilih menginap di hotel berbintang 5, hotel manapun tak masalah baginya asalkan praktis dan nyaman, itu sudah cukup.

Lokasi hotel ini dekat bandara dengan gaya arsitektur modern, bersih, pelayanan ramah dan fasilitasnya lengkap. Lobinya didesain senyaman mungkin bagaikan di ruang tamu yang luas sebuah rumah, namun bedanya dipojok ruangannya berdiri petugas resepsionis yang siaga 24 jam.

Terlihat tamu - tamu sedang duduk di sofa lobi itu menunggu proses check in. Tapi ia tak harus menunggu karena kamarnya sudah diatur oleh pengawalnya. Namun sebelum ke kamar, ia menuju ke ruang rapat yang dapat menampung 50 orang padahal total yang menghadirinya berjumlah 9 orang.

"Selamat malam semuanya" sapa Rashid kepada semua orang yang hadir. Ia duduk di ujung meja yang ditata membentuk huruf U sehingga semua yang hadir dapat saling melihat dan bertatapan muka.

"Selamat malam pangeran Rashid" jawab peserta rapat serempak.

"Bagaimana hasilnya?" Tanyanya langsung.

"Lapor pangeran, semua pejabat dari Timur Tengah berkumpul di satu wilayah yaitu daerah Puncak, Bogor. Rinciannya sudah terlampir di meja pangeran" Lapor salah satu tim yang bertugas memata - matai gerak gerik para pejabat Arab.

Lalu Rashid langsung membuka folder dan membaca hasil laporannya. 5 menit kemudian berkomentar.

"Bagus, semua pejabat yang kita targetkan berada tak jauh jaraknya satu sama lain sehingga dapat menghemat waktu. Apakah ada hal yang istimewa di Puncak ini sehingga mereka semua berkunjung kesana?" Tanyanya.

"Lapor pangeran, Puncak merupakan daerah pegunungan yang sejuk cuacanya, daerahnya juga banyak ditumbuhi tanaman sehingga udaranya bersih. Jauh berbeda dengan cuaca di padang pasir yang saat ini sedang mengalami musim panas" balas Fahd yang sudah terlebih dulu mengetahui hasil laporan dan sudah menginterogasi tim yang sudah tiba duluan disini sebagai mata - mata.

"Pantas mereka habiskan liburan musim panas di sana karena suhu udara di negara - negara Timur Tengah mencapai 40 derajat bahkan lebih. Jadi tidak sabar untuk segera ke sana menikmati udara yang sejuk" ucap Rashid sambil membayangkan dan membandingkan keadaan disini dengan di negaranya.

"Misi kita ke sini bisa sambil liburan. Jadi ingat, kita harus berbaur bagaikan turis asing yang sedang berlibur. Jangan panggil aku sebagai pangeran di depan umum!" Peringatannya kepada semua timnya.

"Baik pangeran, siap laksanakan" jawaban serempak timnya.

"Oke besok siang kita berangkat ke sana. Ada hal lain yang ingin disampaikan?" tanyanya mempersingkat waktu rapatnya.

"Tidak ada pangeran. Segala sesuatu sudah kami atur" jawab stafnya yang lain.

"Kalau begitu, selamat beristirahat semuanya" ucapnya menutup rapat dan langsung berdiri meninggalkan ruangan rapat.

Kemudian ia mengikuti Mat yang memberi arah ke kamar yang dipesan untuknya di lantai 6 dengan tipe kamar Business Suite King Bed. Setibanya di kamar, segera mandi dan beristirahat.

Sebenarnya ia dilanda kelelahan yang amat sangat akibat kekurangan waktu tidurnya. Selama ini ia disibukan berkelana ke berbagai negara seperti Turki, Oman , India, Iran dan negara tetangga dekatnya yang netral untuk bernegosiasi sehingga terjalin kerjasama pengiriman bahan makanan sehingga dapat menstabilkan pasokan bahan makanan yang sebelumnya banyak diimport dari negara yang kini memblokade negrinya itu.

Sebelum pemutus hubungan diplomatik, warga Qatar memburu bahan makanan akibat ketidakpastian yang akan dihadapi. Mereka ketakutan akan tidak akan mendapatkan suplai bahan makanan yang banyak dikirim dari negara tetangganya itu. Sehingga sesaat terjadi kelangkaan pasokan bahan makanan yang mengakibatkan terjadinya inflasi.

Selain itu, pemerintahan Qatar juga sudah menerapkan kebijakan pegging (mematok nilai tukar) mata uang riyal terhadap USD atas sarannya. Hal ini karena masyarakat juga memburu mata uang dolar akibat kekhawatiran terjadinya depresiasi atau penurunan nilai mata uang Riyal (mata uang Qatar) terhadap Dolar.

Hal yang dilakukannya selama ini sebagai upaya untuk menekan harga menjadi normal kembali dan menurunkan terjadinya kepanikan masyarakat. Untuk sementara masalah terselesaikan, masih banyak lagi hal yang harus dilakukannya, memikirkannya saja sudah membuatnya pusing.

Berkunjung ke negeri ini pun merupakan rencana berikutnya dalam upaya dapat bernegosiasi kepada para pejabat negara yang memutuskan diplomasinya sehingga akhirnya terjalin kembali.

Siapa tahu dalam keadaan santai berlibur, pikiran mereka menjadi rileks sehingga negosiasipun dapat berhasil. Apa salahnya dicoba dulu, lagipula hanya disini satu - satunya tempat mereka dapat bertemu dan tak mungkin ada kesempatan yang lain. Namun apabila tidak berhasil, maka ia harus mencari cara yang lain.

Ketika terbangun, jam menunjukan jam 10 siang berarti ia tidur selama 12 jam. Maklumlah ia kesiangan karena sudah berhari - hari disibukan bekerja bahkan waktu tidurpun sedikit dan perbedaan waktu 4 jam lebih maju daripada negaranya. Jetlag memang hal yang menyebalkan, tubuhnya harus menyesuaikan kembali jam tidur dan jam bangun di suatu wilayah.

Lalu ia bersiap - siap, sebelum keluar kamar, ia memberitahu Mat melalui whatsapp bahwa ia sudah siap. Semenit kemudian ia keluar kamar hotel dan disamping pintu keluar telah berdiri Mat dan Toshio, lalu mereka turun dari lantai 6 menuju lantai 3 yang merupakan restoran dekat kolam renang outdoor berada untuk sarapan bersama. Di sana Fahd dan Ahmad sedang duduk disamping kolam renang outdoor menikmati udara segar.

"Siang.." Sapanya.

"Selamat pagi Pangeran Rashid" Sapa Ahmad, mereka bersamaan mengucapkan sapa.

"Ah kau Ahmad, sudah berapa kali ku katakan, kalau bukan di istana, jangan panggil aku pangeran! Panggil saja namaku. Disini aku sama dengan yang lain" perintahnya.

"Maaf, baiklah. Selamat siang tuan Rashid" sapanya lagi.

"Tak bisakah hanya panggil dengan nama saja?" tanyanya.

"Maaf tuan, tidak pantas hamba memanggil pangeran hanya dengan namanya saja" elak Ahmad.

"Ok terserahlah. Kalian sarapan apa?" Tanyanya.

"Tadi pagi kami memilih menu nasi goreng, dan saya perhatikan semua tamu memilih menu yang sama, padahal terdapat berbagai jenis menu sarapan, namun mereka semua memilih menu yang sama. Ternyata rasanya memang enak dan sepertinya menunya praktis bisa kita jadikan menu pilihan sarapan di pesawat Qatar Airways menuju dan dari Indonesia" jawab Fahd.

"Dasar kau Fahd, selalu memikirkan peluang bisnis. Kenapa tidak kau saja yang membuka perusahaan sendiri? Pasti akan berhasil mengalahkanku" Ejek Rashid.

"Kalau saya keluar sebagai asistenmu, yakin kamu bisa menangani jadwalmu yang padat itu?" tantang Fahd. Walaupun sebagai asistennya tapi apabila tak ada orang luar disekitar mereka, maka tak ada jarak antara atasan dan bawahan karena mereka adalah sahabat sejak kecil.

"Kau percaya diri sekali rupanya. Mau dibuktikan kalau tanpamu pun aku bisa mencari asisten yang lain bahkan lebih hebat darimu" tantang Rashid balik.

"Coba saja lakukan" tantang Fahd lagi.

"Tapi aku serius Fahd, dengan pendidikanmu yang sama denganku bahkan kepintaranmu menyaingiku, kenapa kau tidak mandiri saja. Banyak peluang di luar sana" Tanyanya dengan serius.

"Mana mungkin saya meninggalkanmu di saat negeri kita sangat membutuhkan bantuan? Saya yakin dengan bekerja untukmu, negeri kita akan bangkit kembali karena semua hal yang kau lakukan berdasarkan kepentingan negeri. Saya kagum padamu pangeran Rashid dan saya bangga menjadi sahabatmu yang rakyat jelata ini" ucap Fahd yang meyakinkan Rashid untuk tidak merasa bersalah mempekerjakannya.

"Lagipula saya dapat bersekolah tinggi itu juga berkat kamu yang membantuku. Tanpamu, apalah saya jadinya" ucap Fahd lagi.

" Terima kasih Fahd, tanpa kau aku pun tak dapat melakukan semua ini" ucap Rashid.

"Baiklah, menu nasi goreng bisa dijadikan pilihan. Kau tinggal hubungi dan atur saja bagian penerbangan. Sekarang mana menu nasi gorengnya, aku lapar. Jangan lupa kopinya juga" pintanya. Segera Toshio mengambil nasi goreng dari prasmanan yang disediakan hotel, dan segelas air minum serta kopi hitamnya.

Setelah menyicipi sesuap nasi goreng, Rashid berkomentar "Tak salah rekomendasimu. Nasi goreng ini sesuai juga dengan lidah kita. Kamu yang atur ya".

"Oke, ini sedang kubuat instruksinya" jawab Fahd yang sedang mengetik email perintah penambahan menu kepada pihak penerbangan Qatar Airways melalui handphonenya.