"Pakta suci, atau pakta tulus, atau semacamnya," Ranga menaikkan bahunya dan mencibir, seolah meragukan kata-katanya sendiri. "Aku sendiri tidak terlalu yakin."
"Lalu maksudnya apa?" Tyl melipat tangannya dan menatap Ranga tajam. Pakta sihir, pakta suci, pakta tulus, pakta ini, pakta itu, Tyl tidak heran kalau nanti pakta kerasukan.
"Sudah aku bilang aku tidak yakin," Ranga menggaruk-garuk kepalanya. "Aku hanya menarik terjemahan langsung dari akar-akar katanya saja. Itu kata-kata kuno dari daerah kami di tenggara."
"Kalau kau bilang tidak yakin, itu artinya kau punya dugaan," Tyl balas mencibir.
"Iya, iya," Ranga menggaruk kepalanya makin keras, "aku tidak tahu! Aku tidak tahu!"
"Mungkin artinya perkawinan atau semacamnya," lanjutnya sambil berjalan menjauh.
"Hoi, mau ke mana kau? Aku masih mau bertanya."
"Nanti saja, aku mau sarapan!"
Perkawinan.
Tyl tidak mengerti letak hubungan pakta sihir dan pakta suci dengan perkawinan. Otak tukang kesurupan itu pasti terbentur di negosiasi kemarin yang, untungnya, berjalan cukup lancar. Hanya saja Kloen menolak jika Oemmar dan Lina harus membawa rombongan ini melewati daerah-daerah yang dekat dengan kota besar di wilayah ini.
Mereka mau tidak mau harus menyusuri bagian selatan, di sekitar teluk Polshich. Teluk ini membelah sebagian wilayah kerajaan Baradim dan membuat garis pantai yang sangat panjang. Termasuk pantai Varschisch di selatan dan pantai Rargi di utara yang terletak dekat dengan wilayah ibukota. Dulu, Lina pasti kabur melalui pantai Rargi.
Oemmar kurang menyukai tawaran Kloen, mengingat rute itu jauh lebih panjang. Mereka juga harus melewati jalur yang agak mendaki dengan jalan yang kurang bagus. Beberapa bagian dari rute itu melewati tempat terbuka yang dikelilingi tebing dan hutan, membuat mereka rawan diserang.
Setidaknya, dengan rute itu Mereka akan langsung mencapai wilayah ibukota tanpa perlu melewati wilayah-wilayah lain. Namun, itu menurut Tyl. Dari sudut pandang Oemmar, itu hal yang buruk mengingat mereka tidak bisa menunjukkan bahwa Lina Myssafir benar-benar ada di pihak mereka. Sekarang segalanya terserah pada kemampuan Arden menggalang dukungan. Tyl tidak terlalu khawatir. Di antara mereka bertiga Arden memang yang paling pintar. Bahkan menjurus licik.
"Selamat pagi," Lina menyapa. Ini adalah pagi kedelapan sejak perjalanan mereka. Sebentar lagi mereka akan melanjutkan perjalanan melalui jalur selatan. Marna tidak tampak di sekitar Lina, entah ke mana penyihir itu menghilang. "Kau seperti memikirkan sesuatu, Tyl," lanjut mantan Penasihat Muda itu.
"Ada kata-kata yang tidak kumengerti," Tyl menaikkan bahunya.
"Kata-kata apa?"
"Ada kata dari bahasa kuno, samayjna," Tyl melipat tangannya dan memandang ke arah menghilangnya si dukun kerasukan. "Aku tanya Ranga, dia bilang kalau ditarik dari akar-akar katanya itu diterjemahkan menjadi pakta suci, atau pakta tulus. Tapi kami tidak mengerti apa itu."
"Hmm," Lina memandang ke tanah dengan satu tangannya memangku dagunya. Berbeda dengan Ranga, setidaknya Lina berusaha berpikir. "Mungkin maksudnya perkawinan."
Dahi Tyl berkedut. Berpikir atau tidak, jawaban mereka sama saja. Tyl mendengus, "Kusangka kau serius."
"Aku bersungguh-sungguh menjawab," Lina tersenyum kecil. "Dalam beberapa budaya, ikatan perkawinan sering disebut janji suci, atau sumpah tulus. Bagaimanapun juga itu terdengar mirip."
"Perkawinan ya…," Tyl cukup menghormati pemikiran Lina. Setidaknya dia masih berusaha berpikir dan mengaitkan dengan sesuatu yang masuk akal. Walau Tyl masih sulit mencari hubungan antara pakta sihir dan perkawinan, "Masih kurang masuk akal, sih."
"Ahahahah, kalau kau perlu pembuat cincin yang handal aku tahu tempatnya," ejek Lina.
"Ya ampun, kenapa arahnya jadi ke sana?"
"Perkawinan? Janji suci?"
Marna mendadak muncul di belakang Tyl, dia memandang sahabat masa kecilnya dengan mata membesar. Namun Tyl tidak terlalu mengacuhkan hal itu, "Sudah, sudah, tidak usah dipikirkan."
"Hee…"
"Oh iya, maaf kalau aku bertanya seperti ini, aku tidak enak menanyakannya saat ada Oemmar," Kata Lina setelah Tyl berhasil mengalihkan isu dari Marna yang tampak sedikit murung. "Bagaimana dengan Sria? Maksudku selain yang kau sudah katakan pada kami."
Tyl mengangkat bahunya, "Entah, dia tampak dingin dan mudah tersinggung."
Lina terkekeh kecil, "Kau tidak mengatakan hal yang aneh-aneh kan?"
"Mana kutahu," Tyl mencibir, "aku cuma bilang perempuan yang wajahnya halus, hatinya keras dan dingin. Eh, dia marah."
Lina tertawa terbahak-bahak, sementara Marna justru menunduk dan bergumam, "Dia memang cantik, tidak heran kalau kau juga terpeso…"
"Sakiiit!" Marna menutup dahinya dengan cemberut tepat ketika Tyl menyela kata-katanya dengan sentilan cepat ke dahi.
"Yang aneh aku menolak tawarannya dan bilang aku ini egois. Dia malah hampir mengamuk di tengah kota, untung saja ada orang-orang yang memperhatikan jadi dia membatalkan niatnya," Lanjut Tyl bercerita. Tentu saja dia tidak akan menceritakan bagian ancaman Sria tentang Marna.
"Terima kasih," Lina tersenyum senang, "kau tidak mengkhianati kami."
"Arden dan Oemmar itu sahabatku, dan kau teman Marna," balas Tyl santai. "Lagipula melihat tingkahnya pada Rosa, aku tidak yakin menerima tawarannya adalah keputusan yang bagus."
"Tawaran apa?" Marna mentap Tyl dengan mata membesar.
"Tawaran untuk bergabung dengannya," kata Tyl acuh tak acuh, dia segera memutar tubuh Marna dan berjalan sambil mendorongnya. "Ayo kita sarapan."
"Tapi aku sudah sarapan."
"Ya sudah, sarapan lagi."
"Aaaaa…."
Marna tidak banyak bicara pada sarapan mereka, walaupun dia makan cukup banyak untuk ukuran orang yang sudah sarapan. Sebenarnya hati Tyl terasa hampa dalam dingin begitu melihat Marna kembali murung, tapi kepala Tyl sendiri dipenuhi dengan berbagai pikiran. Terutama kata misterius itu dan ancaman Sria. Semua itu menghalanginya untuk memikirkan topik pembicaraan.
Payah. Dia merasa benar-benar payah.
Marna kembali bermalas-malasan di atas kereta yang mengangkut barang-barang. Bukan hal yang baru bagi Tyl, setidaknya dia jauh dari masalah. Sementara itu Tyl berpatroli di luar rombongan, sejauh beberapa hari ini dia belum bertemu atau menemukan jejak dari pengawas atau pengintai.
"Menjadi seperti Sria?" Ranga memeriksa tanah dan mengendus-endus udara. Kali ini dia ikut berpatroli. Menurutnya banyak roh-roh alam di sini jadi dia cukup senang bisa berkeliaran. Tampaknya motif utama dukun kerasukan itu memang bukan untuk meringankan beban Tyl.
"Iya, Sria ada bilang begitu," kata Tyl sembari menaiki pohon untuk melihat ke sekitar. Tidak ada tanda-tanda apa-apa di sekitar sini. "Dia bahkan bilang aku tidak peduli dengan nasib Marna."
Sebenarnya Tyl cukup bersyukur bisa mengenal Ranga. Dukun itu cukup berpengetahuan tentang sihir dan pakta sehingga dia bisa menanyakan banyak hal. Mungkin hal ini disebabkan karena penyihir di daerah dan sukunya, terutama penyambung roh, masih diterima secara normal. Andai saja dia tahu Arden memiliki rekan pakta sihir. Tyl memang salah karena sering merasa malas ke Sirasongi.
"Sria benar," Ranga menyeringai mengejek, "ada perempuan secantik itu, tidak kau acuhkan."
"Bukan!" Tyl menggerutu. "Aku tidak tahu seberapa jauh dari tindakanku yang bisa dianggap melanggar tabu. Kalau aku salah bertindak nanti dia jadi korbannya."
"Masuk akal. Jangan lupa menjaga kepercayaan satu sama lain. Kalau kau terlalu khawatir soal melanggar tabu dan membuat kepercayaannya melemah, risikonya besar."
"Iya, aku tahu."
"Soal menjadi Sria," Ranga melanjutkan. "Ini dugaanku. Tapi mengingat penyihir hitam memakan emosi negatif, mungkin jika emosi negatif itu terlalu besar dan kepercayaan kami dengan pasangan pakta kami berantakan, kami bisa termakan oleh kekuatan hitam atau emosi negatif itu."
Tyl terdiam memandang Ranga sejenak. Kalau kemungkinan itu memang benar, pantas saja Sria mengancam seperti itu. Bisa jadi dia bukan penyihir hitam murni, melainkan penyihir yang berubah akibat emosi negatif. "Berarti Marna harus bisa menghilangkan benih-benih keraguan dan kecemburuan itu sebelum dia termakan oleh emosinya sendiri?" tanya Tyl.
"Benar," Ranga mengangguk, "sayangnya hanya dia yang bisa melakukannya, mungkin kau bisa membantu tapi aku tidak tahu sejauh apa kau bisa membantunya menghapus kutukan itu."
"Bagaimanapun tetap harus kucoba."
Kata-kata Tyl bukan cuma omong kosong belaka. Kini, dia memang berusaha menghabiskan lebih banyak waktu dengan Marna. Dengan bantuan dari Ranga dia jadi bisa lebih sering menengok Marna yang bermalas-malasan sambil membaca kitabnya.
Setidaknya dia melakukan sesuatu yang produktif walaupun Tyl tidak terlalu yakin mantra-mantra yang dianggap menarik untuk dipelajari oleh kepala gadis itu bisa dikategorikan berguna. Dia juga berusaha menghabiskan sarapan atau makan malam dengan Marna, walaupun gadis itu mulai tampak murung lagi entah mengapa.
Tyl tidak mengerti dan memang terasa menyakitkan setiap dia berusaha. Namun bagaimanapun juga, dia pasti akan merasa sangat bersalah kalau Marna sampai terjerumus dan termakan emosi negatif.
Perjalanan mereka cukup aman untuk beberapa hari, hanya saja jalan menanjak yang mereka hadapi menyebabkan mereka baru mencapai kota kecil Lontra pada tengah hari perjalanan hari keduabelas.
Tyl tidak menyangka Oemmar dan Lina adalah figur yang cukup disukai di sana. Mereka membantu rombongan pasukan ini dengan perbekalan, tetapi Oemmar menolak menerimanya dengan cuma-cuma. Terbesit di benak Tyl pertanyaan akan banyaknya uang yang sebenarnya dimiliki Oemmar.
Setelah perbekalan selesai, mereka baru bisa berangkat pada hari keempat belas. Untung saja lokasi Rigran dekat dengan teluk, sehingga mereka bisa mencapainya dalam lima hari. Masalahnya kini, ada lokasi berbahaya yang harus mereka lalui sebelum mencapai perbatasan dengan wilayah ibukota.
Jalan ini akan melalui sebuah padang rumput terbuka yang dikelilingi hutan. Posisi seperti itu membuat mereka mudah mendapat serangan kejutan. Pilihan lain adalah dengan memutar melalui hutan, tetapi jalur memutar akan memaksa mereka menempuh perjalanan lebih lama karena tidak ada jalan di sana. Tyl sendiri meragukan perbedaan ada tidaknya jalan mengingat jalan yang sudah dan akan mereka tempuh kondisinya buruk sekali. Apalagi kalau hujan turun.
Inilah kekurangan dari membawa pasukan. Kalau hanya beberapa orang saja yang ke Rigran, mereka bisa sampai dalam waktu seminggu, bahkan lebih cepat lagi kalau mengurangi istirahat.
"Kita akan bergerak lurus."
"Jenggotmu sudah hilang akal ya?"
Hari masih subuh, Tyl dan Oemmar berdebat. Bagi Tyl lebih masuk akal jika mereka memutar sedikit demi mengurangi korban di pihak mereka. Selain itu, Tyl menjumpai beberapa pengintai tersebar di sekitar mereka sejak mereka meninggalkan Lontra. Sudah pasti ada jebakan.
"Aku akan tetap lewat tengah, kau kawal Lina melalui hutan," lanjut Oemmar lagi.
Tyl menggeram dan menarik kerah baju Oemmar, "Kau akan mati di sana, bodoh."
"Dan biarkan aku menjadi martir, Tyl," Oemmar membalas dengan mantap, Tyl tidak mengerti determinasi macam apa di mata sahabatnya itu. "Demi menghentikan Raksi dan Sria."
"Taba membutuhkanmu Oemmar, negeri ini juga," Tyl mengeratkan tarikannya.
"Tidak ada artinya jika Sria dan Raksi menang, Tyl," Oemmar bergeming. "Informasi terbaru mengatakan bahwa Sria berhasil mempercepat sidang Dewan Penasihat. Tidak ada waktu lagi."
Tyl tersentak. Jadi ini rencana Sria sebenarnya. Dia hanya ingin mengulur waktu perjalanan mereka sementara dia memaksakan percepatan sidang Dewan Penasihat. Apapun yang dilakukan Tyl di Nakarat saat itu memang sama sekali tidak berpengaruh.
"Memangnya kalau kau mati, mereka akan menghentikan sidang?"
Oemmar menatap Tyl tajam, tampak tidak sedikitpun tekadnya tergoyahkan. "Kalau aku menang, kita akan bisa lewat dengan cepat. Kalau aku mati, maka kabar tentang tewasnya Gubernur Oemmar Shiban bagaimanapun juga akan membuat perdebatan. Seorang Gubernur, membawa pasukan pengawal bisa dilumpuhkan, itu artinya penyerangnya harusnya seseorang yang bisa membawa banyak pasukan. Masyarakat dan politisi akan mempertanyakannya. Walaupun mereka berdalih dengan mengatakan aku berkhianat, perdebatan dan kecurigaan masyarakat akan pemerintah pusat pasti dipertanyakan. Terlebih lagi, Raksi memang tidak dipercaya."
"Aku tidak suka cara ini."
"Gubernur Shiban!" Lina mendadak bersuara menyela pertikaian Oemmar dan Tyl. "Kalau Anda begitu yakin ingin menembus tanah lapang itu, maka saya akan ikut bersama pasukan."
"Lina… kau…," Tyl dan Oemmar tersentak bersamaan. Penasihat muda itu pasti juga sudah kehilangan akalnya.
"Saya tidak mau melempar nyawa para pasukan itu hanya demi keselamatan belaka," Lina menatap Oemmar dengan serius. "Anda pikir saya akan bisa tenang saja melihat orang lain mengorbankan diri seperti itu?"
"Tapi kita belum tentu bisa melewati ini dengan selamat, satu-satunya cara hanya..."
"Lalu Anda pastikan kita akan berhasil lewat."
"Aku boleh memberi saran kalau begitu?"
Mereka bertiga terkejut, suara Arden terdengar di sana. "Arden?" tanya mereka bertiga serentak saat melihat yang mengeluarkan suara itu adalah Ranga.
"Iya ini aku," jawab Arden lewat mulut Ranga. Tyl bisa melihat siluet garis-garis putih melayang-layang di sekitar tubuh dukun itu. "Kalau kalian mau mendengar saranku, mungkin aku bisa meningkatkan kemungkinan kita bisa melewati ini dengan selamat."
"Baiklah kami dengar saranmu," Tyl mengangguk. Memang masih terlihat aneh di matanya, tubuh Ranga tapi suara dan tingkah Arden. Ah, biarlah. Apapun teknik yang digunakan Ranga itu, Tyl merasa bersyukur dia bisa menghubungkan Arden di sini. Bagaimanapun juga mereka memerlukan saran dari otak pintarnya.
*
"Aku ikut," kata Marna pada Tyl ketika mereka bersiap-siap bergerak.
"Kalau aku boleh memilih, aku ingin kau tetap di sini," balas Tyl ringan.
Marna menekuk wajahnya cemberut, "Lina saja boleh…"
Tyl memandang Marna sejenak, sesak sekali rasa dadanya. Memang dia tidak ingin membawa Marna ke dalam bahaya, tapi kalau dipikir-pikir, meninggalkan dia di sini juga bisa membawanya ke dalam bahaya, "Ya sudah, kau lindungi Lina."
"Mm-mhm," Marna mengangguk dalam gumaman. Tyl tidak terlalu yakin seberapa mampu gadis itu melindungi dirinya sendiri nanti. Efek dari pakta mereka masih melemah. Semoga saja itu bukan karena kekuatan Marna yang melemah dan hanya efek dari kepercayaan yang berkurang.
Mereka berpisah dengan Oemmar yang memimpin pasukan berkuda dan pemanah. Tyl, bersama Lina, Marna, dan Ranga bergerak bersama pasukan berjalan kaki membelah padang rumput besar itu.
Sebagian dari mereka bersembunyi di dalam kereta-kereta barang dan perlengkapan, sehingga menampilkan seolah mereka memiliki lebih sedikit prajurit. Walaupun tidak adanya Oemmar dan pasukan berkuda seharusnya menjadi tanda jelas akan hal itu.
Mereka bergerak terus membelah padang rumput. Tyl bisa melihat pepohonan di ujung pandangannya. Dia merasakan keberadaan orang-orang di sana. Mereka cukup banyak dan dari hawa membunuh yang terpancar, mereka bukan pasukan kerajaan. Pasti pasukan bayaran.
Masalahnya kini, Tyl juga merasakan aura tidak nyaman menyebar di antara pasukan yang ada di sekelilingnya ini. Tidak heran, dalam kondisi seperti ini, sedikit banyak mereka pasti resah. Bukan Tyl yang memimpin mereka, tapi seorang komandan bawahan Oemmar yang bernama Garsa.
Hari telah melewati siang ketika mereka telah melewati tiga perempat panjang padang rumput itu. Ketegangan semakin terasa di rombongan pasukan Garsa. Hawa membunuh pun semakin pekat.
"Garsa!"
"Formasi perisai!"
Panah beterbangan bersamaan dengan peringatan yang diberikan Tyl. Para pasukan dengan segera merapat dan menarik perisai mereka, membuat perlindungan bagi semua yang ada di sana termasuk yang tidak membawa perisai seperti Tyl. Di dalam kereta-kereta, beberapa pembawa perisai juga telah bersiap.
Hujan panah itu berlangsung cukup lama, walau tidak terus-menerus. Ada jeda yang cukup jelas antara gelombang serangan. Ini menunjukkan jumlah pemanah mereka yang tidak seberapa banyak. Berarti perkiraan bahwa mereka adalah pasukan bayaran cukup benar.
Pasukan bayaran biasanya terdiri dari pasukan kuda dan pejalan kaki, jarang sekali dari mereka yang merupakan pasukan pemanah. Kalau perkiraan Arden benar, yang melepaskan anak-anak panah ini juga merupakan pasukan pejalan kaki atau berkuda yang sekedar memberikan serangan awal berharap ada banyak korban. Akan tetapi, serangan yang seperti itu, walaupun banyak jumlahnya, sangat mudah diterka dan ditanggulangi dengan formasi perisai.
Deru derap tapal-tapal kuda terdengar dari arah utara, pasukan berkuda para tentara bayaran ini mulai bergerak mendekati mereka. "Pertahankan formasi perisai! Siapkan tombak kalian!" Garsa berseru memberikan perintah. Di balik-balik perisai yang melindungi mereka, tombak-tombak mulai dihunuskan, tidak ada satupun dari mereka yang membuka formasi perisai.
Hujan panah mulai datang dari arah selatan. Mereka telah menduga ini. Sementara pasukan kuda akan berusaha mengobrak-abrik formasi perisai, gelombang anak panah akan tetap dilontarkan. Namun untuk itulah Oemmar berpisah dengan mereka. Sebenarnya tidak masalah pasukan sebelah mana yang pasukan berkuda.
Jika kebetulan pasukan berkuda berada di selatan, maka Oemmar akan mencegat mereka. Jika pasukan kuda yang ada di utara maka dia akan menghabisi pasukan berjalan kaki yang menggunakan panah di selatan. Masalahnya sekarang, pasukan kuda para tentara bayaran kemungkinan akan mencapai mereka terlebih dahulu untuk mengobrak-abrik formasi mereka sebelum Oemmar berhasil menghentikan hujan panah.
"Giliranku!" Ranga melesat keluar dari dalam formasi perisai yang menghadap utara, satu tangannya memegang pedang taring serigala Tyl. Dia meraung, "Puaskan hasratmu untuk bertempur, Serigala Tua!!"
Lolongan serigala terdengar bersamaan dengan siluet serigala besar yang merangsek menabrak formasi pasukan berkuda. Serigala itu memang tidak bisa melukai mereka selain dengan menghantam mereka. Namun, setidaknya itu cukup untuk membuat pasukan itu kocar-kacir dan berputar arah. Ini memberikan mereka sedikit lebih banyak waktu.
Ranga pun segera masuk kembali ke dalam formasi. Tyl menyadari, memanggil arwah serigala sampai membuat bentuk fisik sebesar itu pasti membutuhkan sangat banyak tenaga. Tidak heran Ranga membatasi penghalauan menggunakan roh itu, mereka masih perlu menyimpan tenaga untuk pertarungan ke depan.
Sayangnya waktu yang diberikan Ranga tampak tidak cukup. Pasukan bayaran itu kembali membentuk barisan mereka dengan cepat dan sekali lagi bergegas ke arah pasukan Garsa. Hujan panah masih terjadi, Oemmar belum berhasil. Rencana kedua terpaksa dilakukan.
"Lemparkan lembing!"
Formasi perisai yang menghadap utara membuka separuh. Sepasukan prajurit dengan cepat keluar dan melemparkan lembing pada pasukan kuda. Sebagian dari pasukan kuda itu terjungkal dan jatuh, tapi itu tidak menghentikan langkah mereka.
Di saat itu Tyl mendengarnya, keributan yang terjadi di selatan bersamaan dengan berkurangnya serangan panah. Oemmar berhasil mencapai mereka. Dia pun memberi tahu pimpinan mereka, "Garsa, Oemmar sudah sampai!"
"Formasi pertahanan tombak! Bersiap!" Garsa langsung merespon pemberitahuan dari Tyl. Mereka semua bergerak ke sisi sebelah utara, membiarkan deretan kereta kuda dan barang melindungi bagian selatan mereka. Dengan segera seluruh tombak panjang yang ada langsung dihunuskan dibalik barisan perisai. Mereka bersiap.
Tyl menarik pistolnya dan membidik pada satu penunggang kuda yang berada di sekitar tengah barisan. Letusan terdengar bersamaan dengan runtuhnya sebagian formasi yang akan menabrak mereka diakibatkan terjatuhnya seorang pengendara di posisi vital. Namun, sudah terlambat bagi mereka untuk membentuk ulang barisan. Hantaman kuat pun terjadi. Banyak korban jatuh di kedua belah pihak, terutama dari pihak pasukan bayaran.
Mereka segera berputar bersiap membuat barisan baru. Pasukan Garsa pun dengan segera mempersiapkan pertahanan lagi, tidak ada waktu untuk mengkhawatirkan yang telah jatuh. Mereka akan lakukan itu nanti.
"Bersiap!"
Derap tapal kuda bergemuruh sekali lagi. Kali ini mereka lebih siap dari sebelumnya. Bumi seolah berguncang kuat akibat pergerakan mereka. Para prajurit memegang perisai dan tombak mereka sekuat-kuatnya. Hantaman berikutnya akan datang, tapi Tyl tersenyum lega.
Hujan anak panah datang dari arah timur laut, tetapi bukan pasukan Garsa yang menjadi sasarannya. Mereka menghujani pasukan kuda para pasukan bayaran. Raungan kesakitan dan pekikan kuda membahana saat mereka yang tidak siap akan serangan dari belakang itu mulai berguguran. Saat mencapai barisan tombak dan perisai pun, momentum mereka sudah berkurang banyak. Karena tidak mampu menembus formasi itu, para pasukan kuda menjadi korban mata tombak-tombak tajam.
"Serang balik!" Garsa menyerukan perintah. Pasukannya segera menyerbu barisan pasukan kuda yang telah kocar-kacir. Mereka berhasil melakukan ini. Mereka bisa menang. Arden memang seorang jenius.
Akan tetapi, mendadak terdengar derap langkah tapal kuda yang berderu bersama derap langkah manusia. Gemuruh itu datang dari arah mentari terbenam. "Garsa! Mereka datang dari barat daya!"
Garsa tersentak dan menoleh ke arah yang ditunjukkan Tyl, dia pun menyadarinya. "Cepat! Buat formasi di barat daya!!" Dia kembali mengumandangkan perintah.
Sebagian dari mereka yang belum sempat terkunci dalam pertempuran melawan para penunggang kuda dengan segera berlarian ke arah barat daya. Masalahnya, Tyl tidak yakin jumlah mereka dan sisa waktu ini cukup untuk membuat formasi untuk menghentikan para penunggang kuda dan pasukan berjalan kaki yang menyerbu dari barat daya.
"Tyl!"
"Mengamuk sana!" Tyl melemparkan satu lagi pedang taringnya pada Ranga. Dengan sigap dukun itu mengambil pedang yang diberikan Tyl dan melepaskan amarah arwah serigala pada pasukan bayaran yang bergerak ke arah mereka, sementara Tyl melepaskan tembakan-tembakan cepat. Mereka berhasil mengubrak-abrik sebagian dari formasi itu, sayangnya sebagian lagi masih bergerak dengan cepat ke arah mereka.
Raungan, pekikan, dan dentang besi terdengar keras dan kacau di saat hantaman dari para pasukan bayaran itu menghancurkan formasi setengah jadi yang mereka buat. Tyl terpental dan terjatuh akibat hantaman tubuh seekor kuda yang oleng. Dunia terasa berguncang diiringi hiruk-pikuk pertarungan. Kesatria bayaran itu berusaha bangkit, tidak mengacuhkan cedera pada tubuhnya.
"Demi Baradim!"
Lina menyeruak dari balik kereta kuda dan barang, lengkap dengan baju tempur dari besi ringan dan sebuah tombak. Para pasukan pun segera bergerak keluar dari dalam persembunyian mereka di kereta barang dan menyerbu pada para penyerang yang berhasil menembus formasi tadi. Sang Penasihat Muda pun menerjang masuk ke dalam pertempuran.
Tyl menebaskan pedangnya berkali-kali dengan efisien sembari sesekali melepaskan tembakan pada apapun yang bisa ditembaknya dengan tepat. Di tengah-tengah pertempuran itu dia menyadari, sebagian pasukan kuda mulai berputar dan bersiap menghantam mereka lagi. Untung saja di saat itu Oemmar berhasil menyergap mereka dari samping.
Tyl bergerak dengan cepat ditemani Ranga menembus barisan orang-orang bayaran ini dengan sesekali ditemani siluet serigala besar yang menghantam apapun di jalurnya. Dia tidak terlalu yakin mengapa, mungkin karena ada ikatan jiwa antara Ranga dan Arden, dia jadi cukup mudah bekerja sama dengan dukun satu itu.
Tyl pun menyadari beberapa lawan di sekitarnya terkadang mendadak melemah atau terkena lemparan batu yang sangat kuat, Marna membantunya dari belakang. Dia tahu itu, karena itu dia bisa terus maju sampai pada akhirnya dia menemukan seseorang yang tampak seperti pimpinan mereka.
Dia, yang masih bertempur di atas kudanya, menyeringai mendadak dan menerjang cepat ke arah Lina. Tanpa ampun, Penasihat Muda itu terhantam kuat dan terjatuh. Dengan pasti, pedangnya pun dihunuskan.
Orang tersebut dan kudanya mendadak terjatuh, sepertinya itu hasil pekerjaan Marna, tetapi Tyl merasakan hawa buruk di saat bersamaan. Seperti hawa mencekam. Sayangnya, kesatria bayaran itu tidak sempat memikirkan hal tersebut dan langsung bergerak cepat menembus barisan yang menghalanginya. Dia menebas-nebas secepatnya sembari terus bergerak ke arah Lina. Orang yang tadi menghantam Lina itu kembali berdiri dan menerjang menghunuskan pedangnya.
Darah mengucur. Pedang itu telah menusuk bahu kanan Tyl. Untung saja tidak terlalu dalam. Kesatria bayaran itu masih bisa mengarahkan pistolnya untuk menembak perut orang yang diyakininya sebagai pimpinan para pasukan bayaran. Orang itu pun menarik pedangnya bersamaan dengan darah yang mengucur dari perutnya.
Dengan cepat Tyl menabrakkan tubuh, membuat lawannya oleng. Dia segera memanfaatkan kesempatan itu untuk berputar ke belakang dan menebaskan pedangnya tanpa ampun. Targetnya pun jatuh tersungkur ke tanah, bersimbah darah.
Rasa sakit menghantam Tyl dari belakang. Seorang prajurit bayaran menebas punggungnya. Untung saja dia masih selamat. Dengan susah payah Tyl bertahan pada posisinya. Sembari bertumpu pada pedang besar di tangan kirinya, dia melepaskan tembakan pada orang yang menyerangnya tadi. Masalahnya sekarang dia dikurung banyak lawan.
"Tyl!"
Di tengah hiruk-pikuk itu, Tyl mendengarnya. Suara Marna. Dia menoleh, tersenyum pada sahabatnya sejak kecil itu, dan melihat tukang jampi-jampi itu berlari ke arahnya. Di sekitar Marna orang-orang mulai berjatuhan seolah tenaga mereka terhisap.
Air mata tampak di paras cantiknya. Tangannya tidak berusaha mengusap air mata itu, justru dia mengulurkan tangannya seolah ingin menggapai Tyl. Di saat bersamaan kesatria bayaran tersebut mulai merasakan tenaga mengalir pada dirinya. Berkat Marna dia bisa selamat lagi.
Akan tetapi, di saat yang singkat itu. Tyl melihatnya. Ekspresi Marna berubah walau hanya sekejap. Ekspresi seperti keraguan dan kekecewaan. Sayangnya, hanya kesempatan itulah yang diperlukan untuk energi yang baru saja mengalir dalam tubuh Tyl untuk bergerak kacau. Rasa sakit menghantam kesatria bayaran itu dengan keras. Kesadarannya mulai menipis.
Medan pertempuran ini seharusnya penuh dengan hiruk-pikuk, tetapi semuanya terdengar samar-samar bersamaan dengan penglihatannya yang mengabur. Darah mulai bercucuran dari bekas-bekas luka di sekujur tubuhnya. Gumpalan darah hitam pun dimuntahkan.