"Kalian melupakan satu anggota!"
Tyl menoleh ke kanan. Pintu utama Ruang Dewan, yang posisinya tepat berseberangan dengan mimbar utama, dibuka kuat bagaikan didobrak. "Oemmar Shiban, Gubernur Provinsi Taba, menyatakan kesaksiannya di Sidang Pemilihan Penasihat Agung, dan dengan ini…."
Di sana, Lina melangkah melalui pintu yang dibuka Oemmar. Mata penasihat muda itu menatap langsung pada para penasihat lainnya dengan sorot mata yang tajam.
".... mengantarkan Penasihat Muda, Lina Myssafir, untuk menghadiri sidang!"
Ruang sidang bergemuruh dengan gumaman terkejut dari semuanya. Termasuk juga Sria dan Raksi. Meski mereka tetap tampak tenang, tetapi tekanan mental akibat kutukan Sria berkurang.
"Tapi Anda adalah pengkhianat," seorang penasihat berdiri, "berkomplot dengan Penasihat Agung terdahulu untuk meracuni mendiang Raja Eldra."
Hiruk-pikuk mulai terdengar di Ruang Dewan, masing-masing orang mengeluarkan pendapat mereka akan keterlibatan Lina.
"Apa Anda punya bukti?" jawab Lina menantang. Kepercayaan diri berkobar di matanya, "Bahwa Penasihat Agung Soryu Myssafir adalah yang meracuni mediang Raja Eldra?"
"Tapi…."
"Apa Anda punya bukti, penasihat Rilku?" Arden menatap penasihat itu dengan dingin. "Saya tidak sanggup memandang rakyat Sirasongi jika harus menyampaikan hal semacam yang Anda katakan, sebuah tuduhan tanpa bukti. Masyarakat Sirasongi tidak akan puas dengan tuduhan belaka seperti itu."
"Benar! Yang kami dengar selama ini hanyalah tuduhan saja."
Seorang tokoh di seberang tempat Tyl berada membenarkan kata-kata Arden. Keributan dan perdebatan pun terjadi. Aura negatif yang terasa mencekam, dingin, dan dipenuhi emosi buruk, semakin pekat di dalam ruangan. Semakin panasnya perdebatan membuat Aura itu terasa begitu mencekik dan menekan. Bahkan menimbulkan rasa mual.
Tyl melirik pada Sria dan melihat penyihir itu tampak masih tenang. Mungkin ini masih termasuk dalam rencananya. Pantas dia begitu tenang. "Marna, kita harus menghentikan kutukan yang dipasang di sini! Sria menyerap emosi negatif dari perdebatan ini."
"Maksudmu," Arden berbalik tampak serius. "Dia memang menyiapkan diri untuk kedatangan Lina yang seperti ini?"
"Benar."
"Cih," Ranga berdecak. "Tampaknya kita memang masuk jebakan penyihir hitam cantik itu."
"Marna…," Tyl menghentikan kata-katanya melihat Marna yang terengah-engah.
Akan tetapi, gadis itu hanya tersenyum di tengah kesulitannya bernapas. "Tapi tempat ini terlalu pekat, aku harus melakukannya dari luar ruangan."
"Ya sudah, ayo!" Tyl segera menarik Marna untuk pergi dari ruangan.
"Kami mengandalkan kalian, akan kucoba mengurangi keributan ini."
"Akan kuminta juga bantuan para roh untuk mengurangi efek sampingnya."
"Haaaaaah," Marna menghela napas lega, walaupun sebenarnya dia masih tampak lelah. Aura negatif masih terasa di koridor, tetapi di dalam Ruang Dewan masih jauh lebih parah. "Maaf, aku tidak bisa berkonsentrasi dalam tekanan mental di ruangan itu."
"Tidak usah dipikirkan," Tyl menepuk-nepuk kepala Marna lembut, gadis itu tampak senang diperlakukan begitu. "Kalau kau tidak sanggup lagi, kau bilang saja."
"Sahabatku, kau memang sangat perhatian," Marna mengedipkan matanya jenaka.
Aneh. Di saat itu Tyl tidak merasa ada beban yang sama seperti biasanya ketika melihat tingkah Marna. Mungkin dia sebenarnya mulai jujur pada perasaannya sendiri. "Tentu saja," Tyl menyeringai. "Itu karena kau masih membawa-bawa pistolku."
"Oh iya!" Gadis itu menegakkan tubuhnya. "Maaf, aku lupa mengembalikannya," kata Marna sambil mengangkat rok pada gaunnya dan mengambil pistol Tyl yang diletakkan pada sarung pistol di paha atasnya. Pemandangan yang memaksa Tyl menahan napas dan menelan ludah.
"Ini," Marna menyerahkan pistol itu, tapi dia tampak heran. "Kau tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa."
"Kita mulai!" Marna menyisingkan lengan bajunya dan memegang tembok luar Ruang Dewan.
Tyl bersandar pada tembok yang sama dan memengang pundak Marna, "Gunakan tenagaku."
Marna tersenyum kecil, "Kadang aku berharap kau juga memaksakan kehendakmu pada hal-hal lain."
"Heh, maaf ya, ini hanya untuk keadaan genting."
Tyl mempersiapkan dirinya. Sesaat kemudian tubuh Marna mulai berpendar kebiruan dan kesatria bayaran itu pun merasakan tenaganya terhisap. Dia sendiri tidak yakin bagaimana caranya sahabat masa kecilnya itu akan menghapus kutukan di Ruang Dewan. Ruangan itu besar. Selain itu, Sria pasti sudah meletakkan berlapis-lapis kutukan jika efeknya sampai seperti itu.
"Aku mendengar isi kepalamu Tyl," Marna berbicara, tapi matanya masih menutup.
"Maaf, aku…."
"Kau hampir selalu ada di saat aku memerlukanmu," Marna tersenyum tapi matanya masih menutup. "Bagaimanapun rintangan yang kau hadapi, kau pasti bisa melaluinya. Aku percaya padamu Tyl, karena kau lah perisai yang selalu melindungiku. Kau selalu berhasil menghapus keraguan yang kurasakan. Karena itu aku juga ingin menghapus keraguan yang kau rasakan."
"Bodoh, justru kau lah yang selama ini jadi perisaiku," Tyl menjawab begitu saja. Dia yakin kalau Marna dalam keadaan ini, gadis itu bisa menebak jika dia berbohong. Karena itu dia mengatakannya sejujur yang dia bisa. Lucunya, rasanya justru lebih ringan untuk hatinya setelah berkata seperti ini. Dia pun melanjutkan, "Aku sudah katakan, tanpamu aku tidak akan bisa melangkah sejauh ini."
"Terima kasih, Tyl."
Tidak berselang lama kemudian Marna berseru. Energi Tyl tersedot lebih banyak lagi bersamaan dengan bergetarnya seluruh bangunan. Sepertinya Marna akan berhasil.
"Akh!"
"Marna!"
Marna terhempas dari dinding, Tyl dengan sigap menangkap sahabatnya. Di saat bersamaan terdengar bunyi keras dan erangan mengerikan dari dalam ruangan. Tidak. Bukan hanya dari dalam ruangan, tapi erangan kesakitan juga terdengar dari bagian-bagian lain bangunan ini.
"Maaf, Tyl," Marna berkata dengan lemah. "Aku ingin menolong Lina dan juga membuktikan padamu, kalau kau bisa memercayaiku, tapi aku hanya bisa membatalkan separuh kutukannya."
"Hei," Tyl mengusap dahi Marna. "Kesatria apa yang tidak memercayai perisainya sendiri?"
"Tyl…."
Bunyi dentang besi dan keributan terdengar dari dalam ruangan. Sepertinya ada perkelahian di dalam sana. "Kau istirahat dulu," Tyl tersenyum pada Marna. "Aku akan memeriksa ke dalam."
"Aku akan menyusul."
Tyl membaringkan Marna dan berlari masuk ke dalam. Hawa pekat yang menyesakkan dada dan menekan ke seluruh penjuru ruangan telah menghilang. Ini bukti bahwa Marna memang berhasil separuhnya. Hanya saja, di bawah sana terasa hawa yang menusuk tulang begitu pekat dan terpusat. Semua orang di hadapannya antara pingsan atau mengerang kesakitan. Tyl pun melompat turun dari balkon.
Di sebelah kirinya, di ujung ruangan memanjang itu, Sria dan Raksi berdiri bersama di dekat mimbar utama. Kabut tipis berwarna ungu kehitaman berputar-putar seolah membuat pusaran di sekitar sang penyihir hitam.
Para penasihat telah tumbang tidak bergerak. Empat orang yang berdiri di dekat pintu utama dibuat repot oleh baju zirah yang seharusnya hanya hiasan. Dugaan Tyl tentang para baju zirah itu ternyata benar. Sementara itu, satu orang bergerak ke arah mimbar utama melalui jalur yang membelah barisan meja anggota penasihat.
"Raksi!" Arden berseru menantang dan menerjang pada raja pengganti itu. Siluet harimau tampak mengiringinya. "Apa yang kau pikirkan?! Hanya demi ambisimu... Kau!"
"Ambisiku?" Raksi menerjang menyambut Arden sebelum dia mencapai mimbar dan menangkis tebasan belati taring harimau dari Arden, "Bukankah justru kau yang memiliki ambisi?"
"Arden!" Tyl melepaskan tembakan pada Raksi yang berhasil dihindari Raja Sementara tersebut. "Mundur dari sana!" seru Tyl sembari mendarat dan menembakkan pistolnya pada baju zirah yang datang mengancam.
Arden menyadari kekuatan hitam yang terkumpul pada Sria dan melompat mundur. Namun terlambat, sesuatu seperti roh ungu kehitaman menghantam Arden. Untungnya siluet harimau yang mememaninya berhasil meredam sebagaian serangan itu. Walau begitu, Arden tetap terpental jauh ke belakang. Dia terjerembab di tengah-tengah jalur yang tadi dilaluinya.
Baju zirah yang baru saja dijatuhkan Tyl mulai bangkit. Dia tidak mau mengambil resiko dan segera merebut kedua pedang dari benda itu dan menebaskannya sebelum benda itu bangkit lagi.
"Lalu apa tujuanmu, Raksi?!" Arden meraung, suara auman harimau ikut menemaninya.
Raksi tidak menjawab dan hanya menatap tajam pada saingannya itu.
"Dia tidak memiliki tujuan," jawab Sria. "Dia hanya melakukan perintah… bisikanku....," Sria menunjuk pada Arden dan seketika itu juga Raksi melonjak untuk menyerang Arden, beberapa baju zirah juga beralih dari lawan-lawan mereka dan menyerbu gubernur muda itu.
Tyl masih meragukan sejauh mana sihir Sria berhasil menghasut Raksi, gerakan Raksi terlalu alami untuk dikatakan sebagai terkena pengaruh. Mereka yang terkena pengaruh pasti memiliki jeda yang menunjukkan keraguan dalam gerakan mereka walau hanya sekejap. Sangat janggal.
"Langkahi dulu mayatku!!!"
Dari sisi kanan ruangan, Oemmar melompat dan berlari di atas barisan meja. Si janggut rapi menerjang dengan ganas dan menghancurkan satu baju zirah dengan sekali tebasan pedang lengkungnya. Dia menangkap helm baju zirah itu dan melemparkannya pada Raksi. Setelah itu dia kembali menerjang baju zirah lainnya yang mengancam Arden dari belakang.
"Benar! Langkahi dulu mayatnya!" seru Tyl menyambung Oemmar sambil melompati meja demi meja di sisi kiri jalur tengah tanpa mengacuhkan tubuh-tubuh pingsan yang bergelimpangan di sana dan menembaki baju zirah lainnya. Sementara itu, Arden bergerak mundur sembari menangis tebasan dari dua baju zirah.
"Terima kasih, Tyl, Oemmar," Arden berhasil menarik dirinya menjauhi Raksi dan Sria.
"Aku dengar yang kau bilang, Tyl," Keluh Oemmar, mengambil posisi di kanan depan Arden.
Tyl terkekeh sinis sembari mengambil mengawasi posisi di sebelah kiri depan Arden. "Heh, maaf yah, aku tidak suka mengorbankan nyawaku sendiri," kata Tyl sembari memberikan satu pedang yang baru saja diambilnya pada Arden.
"Ya, ya, ya," Rosa berkomentar sinis, dia mendarat di belakang Arden dan mengawasi arah belakang. Dia juga memberikan Tyl pedang besarnya sambil mencibir, "Dan kau bilang kau profesional."
"Nona anggun, dia hanya tidak ingin gadisnya menangis," sahut Ranga saat dia mengambil posisi di belakang Tyl.
"Kubunuh kau setelah misi ini, dukun!"
"Kalau kita selamat, nona anggun, kalau kita selamat."
"Hentikan ini, Sria!" Lina berseru lantang kepada Sria. Dia berjalan dengan penuh keyakinan melalui jalur di antara meja-meja yang berserakan beberapa belas langkah di belakang formasi yang melindungi Arden. Tombaknya terbentang ke samping saat dia menghantam sebuah baju zirah yang berusaha bangkit kembali. "Tidak akan ada yang bisa kau capai dengan melakukan semua ini!"
"Itu menurutmu, keponakanku tersayang," Sria tersenyum sinis. "Aku bisa dapatkan semua yang kuinginkan," Sria melambaikan tangannya gemulai, hawa dingin nan keji mulai terkumpul. "Semua kebahagiaan, yang tidak pernah kudapatkan," Sria mengepalkan tangannya, para baju zirah kembali bangun dari sisa rangka yang bisa menopang tubuh mereka.
"Kebahagiaan?" Lina menatap Sria tajam. "Kecuali kebahagiaanmu adalah untuk menjadi pelayan masyarakat, kau tidak akan menemukan kebahagian dengan menjadi penguasa!"
"Diam!" Sria menghardik. "Bangsawan, politisi, birokrat, semua sama aja. Menjual retorika! Kalian membuang mereka yang kalian tidak butuhkan. Membuang mereka yang kalian anggap hina!"
"Dan kau sendiri adalah bagian dari mereka, Sria!" Rosa balas menghardik. Dia berputar melewati Tyl dan Arden lalu langsung menerjang ke arah mimbar. Namun, dengan cepat Raksi menghempaskannya ke samping kiri. Pimpinan mawar ilusi itu pun menghantam dinding sebelah utara ruang sidang.
"Wanita bodoh… dan kau pikir kriminal sepertimu lebih baik?" Sria tersenyum sinis. Para baju zirah kembali mulai menyerang, ditemani Raksi yang mengincar Arden.
"Lalu apa yang membuatmu merasa lebih baik?" Oemmar melesat ke depan dan menangkis serangan Raksi yang tubuhnya lebih besar dibanding dirinya.
Tyl baru menyadarinya, dari dekat ternyata dia baru bisa melihat jelas kalau Raksi sedikit lebih tinggi dibandingkan dirinya. Namun, gerakannya terlalu cepat untuk tubuh sebesar itu. Ini pasti efek dari Sria.
"Siapa bilang aku lebih baik?" Sria menjawab dingin. "Aku hanya mencari kebahagiaan. Dalam pembalasan untuk kalian semua!"
"Bukankah ayah telah menerimamu kembali?"
"Bohong! Kakakku hanya melakukan itu karena termakan rasa bersalah atas dosa ayah kami!"
Sementara yang lain terpusat akan serangan dari depan, Lina mengambil posisi yang ditinggalkan Rosa. Gadis penasihat itu menebaskan tombaknya pada sebuah baju zirah yang menyerang dari belakang. Di lain pihak. Tyl turun tangan membantu Oemmar yang berusaha sekuat tenaga menahan Raksi.
"Kalau kau ingin membalas pada kami, hancurkan kami saja! Aku siap menerima pembalasan atas dosa Kakek Honoo Myssafir! Mengapa kau harus melibatkan mendiang Raja Eldra?!" seru penasihat muda itu dengan lantang.
"Karena Eldra…," Sria menggeram. "Karena Eldra merenggut Raksi dariku!" Sria melepaskan sebuah tombak yang terbuat dari kabut ungu kehitaman yang langsung ditangkis siluet harimau yang dilepaskan Ranga. "Andai kalian melihatnya…," Sria tertawa sinis, "wajah penuh penyesalan Eldra saat dia menyadari siapa yang meracuninya. Ahahahaha…."
"Demi dendam kau tega melancarkan kekacauan ke seluruh negeri? Dasar egois!" Oemmar meraung. Dia menangkis tebasan dari Raksi dan membalas dengan melancarkan tendangan kuat ke perut raja sementara itu, mementalkannya beberapa langkah ke belakang.
"Dan menurutmu kau tidak seperti itu, Gubernur Shiban?! Kau juga bangsawan egois!"
"Hei, setidaknya Oemmar tidak meracuni orang walaupun patah hati berkali-kali," Tyl melepaskan tembakan cepat pada Raksi yang berhasil menangkis dengan pedangnya. "Lagipula kalau kau hanya dendam pada Eldra dan Raksi, ya sudah mainkan saja mereka, buat apa mencari masalah lagi dengan urusan raja-rajaan ini?"
"Sudah kukatakan, aku mencari kebahagiaan yang tidak pernah kudapat!"
"Kalau begitu, cari kebahagiaannya di tempat lain!" Arden menghempaskan satu baju zirah ke sebelah kanan dan melaju menerjang Raksi. "Kekuasaan, nyawa, dan hidup masyarakat luas bukan untuk kau permainkan!"
Tyl langsung menahan para baju zirah yang menyerang dari kiri dan kanan sementara Arden berduel melawan Raksi. Oemmar dengan sigap menahan baju zirah yang berusaha menyerang Arden dari depan sambil sesekali ikut menyerang Raksi. Sementara itu, beberapa langkah di belakang Tyl, Lina dibantu Ranga menahan serbuan dari arah pintu utama. Sesekali tampak siluet harimau menari-nari menemani Ranga dan Arden.
"Apa peduliku?!!!" Sria menjerit penuh kepahitan. Seketika itu Tyl dan yang lainnya jatuh ke tanah akibat tekanan yang sangat besar entah dari mana. Dengan cepat tenaga mereka pun terasa seperti dibakar mengakibatkan rasa sakit yang mendalam di setiap ototnya.
"Takdir mempermainkanku!" Sria menggeram penuh emosi. Kabut yang berpusar di sekitarnya semakin menebal. "Apa salahnya jika aku mempermainkan takdir kalian?!!" Seluruh baju zirah menyerang bersamaan untuk mengikuti kehendak tuannya. Di saat yang sama, Raksi pun menerjang pada Arden.
Tyl berusaha sekuat tenaga untuk bergerak, tetapi tubuhnya terlalu berat untuk mengikuti perintah. Apa di sini dia harus berakhir? Tanpa sempat melindungi kawan-kawannya? Tanpa bisa memberikan hidup baru bagi Marna?