Mentari bersinar lembut di pagi hari ini dan menyentuh wajah Tyl selembut belaian seorang kekasih. Tyl membuka mata. Di hadapannya terhampar padang bunga luas. Warna-warna yang jenaka itu mengingatkan Tyl tentang orang yang selama ini menemaninya. Tersenyum lembut dan riang bagaimanapun juga keadaan. Tyl akan selalu ingat itu.
Di sini dia berdiri, di sebuah kuil tua yang sederhana tetapi indah dengan segala tanda-tanda usia. Bentuk seperti seperempat bundar ruangan ini membuka ke arah padang bunga itu. Tiada atap yang dijunjung pilar-pilar di sana, membuat Tyl meragukan seberapa jauh ruangan Altar Utama ini bisa disebut sebagai ruangan. Namun, mentari yang bersinar menyinari Tyl penuh kasih benar-benar membuat seluruh keadaan ini terasa begitu indah. Seperti dia yang selalu menemaniya selama belasan tahun.
Tyl tidak tahu jika dia harus berbahagia atau bersedih di saat itu. Hari ini, menurut orang-orang seharusnya menjadi hari yang menyenangkan. Dia sendiri tidak cukup yakin akan hal itu. Begitu banyak yang terjadi belakangan ini dan sepertinya agak aneh jika dia harus mendadak berbahagia begitu saja.
Ah, mungkin karena semua ini terasa bagaikan mimpi. Atau mungkin, memang semua ini adalah mimpi. Melihat bagaimana dia melangkah dan ditemani selama ini, hari-hari yang penuh perjuangan dan tawa, cerita dan pengalaman, rasa pahit dan senyuman.
Mungkin dia harus melupakannya, mengingat jalan baru yang seharusnya ditempuh. Namun, hati kecilnya selalu ingin menyimpan semua kenangan itu. Semua senyuman itu. Mereka akan selalu mendapat tempat khusus di hatinya.
"Maaf membuatmu menunggu lama," suara Lina terdengar menyapa. Tyl menoleh pada pintu di dinding bagian kiri. Lina, penasihat muda itu muncul dari balik pintu dengan gaun yang sangat indah tetapi masih menunjukkan kesederhanaan hatinya. Tidak heran sabahat baiknya selalu menyebut Lina sebagai wanita yang cantik nan anggun. Tyl mungkin baru bisa mengapresiasikan hal itu saat ini.
Perjalanan yang dimulai dari Varschich itu memang melelahkan. Mungkin saat itu dia terlalu terfokus pada hal lain. Lina tersenyum lebar. Dia tampak senang sekali. Sebuah kesenangan yang tampak begitu tulus. Senyum itu menyadarkan Tyl bahwa dia adalah seorang laki-laki yang sangat beruntung.
"T-tyl… pakaian ini aneh," Marna memprotes saat dia masuk melalui pintu yang dibukakan Lina. Dia tampak kerepotan dengan pakaian pengantin berwarna hitam yang dikenakannya.
Semua orang di sana tertawa mendengar suara dan tingkahnya itu.
Jantung Tyl terasa berhenti berdetak. Dia terkekeh kecil. Namun, entah mengapa air matanya mengalir begitu saja.
Dia seharusnya bahagia, dia seharusnya senang di dalam masa yang bagai mimpi ini. akan tetapi, desakan dari hatinya membuatnya mengalirkan tetes-tetes air dari indra penglihatannya itu. Di saat yang sama, hatinya terasa begitu lega. Seolah berhasil meluapkan seluruh emosi yang disimpannya selama bertahun-tahun.
Marna cantik sekali.
Begitu sempurna di mata Tyl. Mengenakan gaun dari timur jauh, berwarna hitam dengan corak hiasan emas, tampak begitu pantas untuknya. Hiasan keemasan berbentuk bunga dan tanduk mencuat terbaring di rambut hitam berkilau nan lembut bagaikan sutra.
Terbesit dalam benak Tyl, jika gadis itu mungkin saja sesungguhnya adalah keturunan bangsawan dari timur. Sayang, cara berjalannya yang canggung dan malu-malu di hadapan para hadirin seolah menepis segala anggapan itu. Akan tetapi, itu cocok untuknya, mungkin itu juga salah satu alasan yang melengkapi berbagai alasan lain mengapa Tyl bisa jatuh hati padanya.
"Baiklah kita mulai," sapa sang pimpinan spiritual. Dia tersenyum pada Tyl bagaikan seorang ayah yang bahagia melihat perkawinan anaknya. Lucu, padahal keluarga Tyl juga ada di sini. Di samping laki-laki tua itu, berdiri Ranga yang berpakaian rapi.
"Pada hari ini kita akan merayakan dijalinnya ikatan suci antara dua jiwa yang saling mengasihi. Dua jiwa yang mengikat sumpah setia satu sama lain. Yang akan selalu bersama dalam suka dan duka, selayaknya dua jiwa yang bersatu maka ikatan itu akan kekal abadi bersama para roh di saat maut menjemput."
Tyl menghadap pada kekasihnya itu dan tersenyum kecil saat pimpinan spiritual membacakan doa. Dia berlutut dan mencium tangan kekasihnya, "Dengan ini aku bersumpah akan menjadi penuntun tanganmu saat badai."
"Dan aku bersumpah akan menjadi cahaya bagi matamu di dalam kegelapan," Marna itu mengusap mata Tyl yang menutup.
Tyl berdiri, mereka meletakkan tangan di tengah-tengah dada satu sama lain. "Aku bersumpah akan senantiasa menjadi pelindung hatimu."
"Maka aku bersumpah untuk selalu menjadi perisai jantungmu."
Tyl mengecup dahi gadis itu, "Dalam sumpah ini aku akan menjadi pengetahuan dalam kebingunganmu."
Gadis itu balas mencium dahi Tyl, "Dan aku bersumpah untuk menjadi kebijaksanaan dalam keraguanmu."
"Dalam sumpah ini jiwa kita terikat, Lyn Marna."
"Dalam sumpah ini jiwa kita selalu bersama, Tyl Halvus."
"Akhirnya! Terima kasih Tuhan!" Oemmar berseru kencang sambil merangkul leher Tyl.
"Setidaknya kau baru mengenal Marna," Arden berkomentar. "Aku sudah tahu Tyl menyembunyikan gadis secantik itu sejak di akademi."
"Pasti kau geregetan sekali ya?"
"Lebih dari kau bisa bayangkan."
"Tunggu dulu," Oemmar mengernyit memandangi Marna. "Aku baru ingat, Marna itu gadis festival sewatu Tyl memenangkan turnamen akademi bukan?Arden, jani ini alasanmu memancing Tyl ikut turnamen?"
Arden dan Rysa menghela napas. Kemudian Rysa bertanya sinis pada Arden, "Bagaimana mungkin kau bisa bersahabat dengan Oemmar?"
"Yha," Arden menggeleng, "Kebetulan waktu ujian masuk kami duduk sebelahan dan entah mengapa kami bertiga jadi rekan sekamar juga."
"Cih," Oemmar mendengus. "Aku tidak menghitung Tyl karena dia lebih sering pulang ke toko roti."
"Aku hanya memastikan Marna bisa tidur tanpa mengalami mimpi buruk," sambar Tyl mengangkat bahu."
"Cih, jangan sok cari-cari alasan, bocah kampung."
"Adik!" Ranga terisak. "Jadilah istri yang baik untuk bedebah ini."
"Tentu saja Kakak, bedebah ini akan menjadi pangeran karenaku," Jawab Marna mantap pada si dukun kerasukan. "Dan berjuanglah demi mawar berdurimu itu."
"Pasti, Adik…"
"Siapa yang kalian panggil bedebah?" gerutu Tyl walaupun dia harus mengakui bahwa kalau tidak ada Ranga mungkin semua ini tidak berakhir seperti sekarang.
Pengetahuan yang diberikan Ranga dan diskusi mereka tentang arsip-arsip Oemmar telah membuka jalan bagi Tyl dan Marna untuk membuat pakta suci. Terlebih lagi memang Ranga lah yang mengikat jiwa mereka saat itu. Masalahnya sekarang kenyataan tentang pakta suci pada akhirnya justru mereka tidak sebar luaskan dan simpan rapat-rapat dalam arsip perpustakaan kerajaan.
Bagimanapun juga Tyl dan Marna mungkin hanya pengecualian, pakta suci ini sangat rentan manipulasi jika tidak dilakukan dengan benar dan tulus. Biarlah tabu tetap tabu untuk saat ini sementara mereka yang terlahir sebagai penyihir akan diberikan pendidikan serta pelatihan. Sementara masyarakat diberikan penyuluhan tentang penyihir. Jika masyarakat dan penyihir sudah siap, mungkin fakta itu akan dibuka dengan perlahan. Itu lah hal yang akan Lina perjuangkan dan canangkan.
Selain itu masih banyak hal yang tidak mereka ketahui tentang pakta suci ini dan tabunya. Mereka masih perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang pakta suci. Karena ada banyak sekali macam pasangan yang terikat pakta sihir dengan hubungan yang berbeda-beda. Contoh saja Ranga dan Arden, mereka seperti kakak-adik, atau paman-keponakan mengingat usia mereka.
"Marna," Rysa mendekati Marna lalu memeluknya lembut. "Jangan lupa, orang yang terikat perkawinan denganmu adalah salah satu dari tiga bedebah paling mengerikan di asrama penyu, dan juga sahabat Arden, pastikan dia tidak melakukan tindakan bodoh."
"Tiga bedebah, katamu?" Arden dan Oemmar memprotes.
"Benar, harusnya cuma dua saja," keluh Tyl sambil menunjuk kedua sahabatnya.
"Bukannya kau yang paling berengsek, bocah kampung?"
"Kalau kalian berdua mau berkelahi di sini, ayo! Dua lawan satu!"
Tanpa memedulikan keributan di sebelahnya, Rysa membelai pipi Marna, "Sesekali, aku mau lagi makan kue dan minum teh bersamamu."
"Tentu saja," jawab Marna girang. "Akan kubuatkan kue sebanyak yang kau mau."
"Kali ini ajari aku cara membuatnya."
"Aku bahagia sekali untukmu, Marnaaaaa," Lina menjewer pipi Marna dengan bahagia. Penasihat muda yang diangkat menjadi penasihat senior itu tampak senang sekali. Dia pula yang telah bersusah payah membelikan gaun pengantin dari timur untuk Marna.
"Terima kasih, Linaaa," Marna membalas gerakan Lina dengan memeluk Lina dan Ryna.
"Oh, sebentar!" Marna beralih dari kawan dan sahabat mereka dan menarik Tyl menuju bangku hadirin paling depan. Tidak banyak yang datang saat itu, tapi itu tidak mengubah kesakralan proses ini.
"Mulai sekarang saya resmi jadi anggota keluarga Anda," Kata Marna pada ibunda Tyl sementara Tyl masih ribut dengan Oemmar dan Arden.
"Kau selalu bagian dari keluarga kami, Nak," Ibunda Tyl mengusap dahi Marna.
"Kalau begitu," Marna menundukkan kepalanya ragu. "Bo-boleh saya memanggil Anda ibu?"
"Tentu saja, bahkan sejak tujuh belas tahun yang lalu.."
"Terima kasih!"
"MAKAN-MAKAN!!!!" Oemmar bersorak gembira sambil menghindari tendangan Tyl.
"Mau kabur kau, jenggot?" Tyl memprotes.
"Perutku lapar, curang namanya kalau aku melawanmu dengan perut kosong."
Walau baru saja berkelahi dengan Tyl, Oemmar tampak girang sekali. Dia berlari keluar memimpin hadirin dan para pemimpin spiritual ke tempat disajikannya hidangan pesta, termasuk orang tua dan saudara Tyl.
Setahu Tyl, Oemmar yang mengurus tentang makanan, itu berarti jaminan makanannya akan enak.
Tyl masih merasa lucu melihat Oemmar, Arden, Rysa, dan Lina tampak begitu bahagia. Bahkan seperti lebih bahagia dibanding Tyl dan Marna. Mungkin itu salah satu artinya memiliki sahabat.
Setelah semua orang pergi, Arden menjadi yang terakhir beranjak ke tempat Makan Rysa sudah diseret oleh Lina dan Ranga terlebih dahulu. Namun, Arden mendadak berhenti dan bertanya pada Tyl, "Jadi, kemana kalian akan pergi setelah ini, kawan?"
Marna dan Tyl saling pandang. Terlihat jelas dari tatapan mereka bagaimana keduanya belum memiliki keputusan untuk itu. "Kami belum memutuskan," jawab keduanya bersamaan.
Ditemani senyum kecil Arden betanya, "Kalau begitu, bagaimana dengan tawaran yang selalu kuberikan sejak kita di akademi dulu?"
"Sudah kubilang, aku tidak mau," jawab Tyl. "Tapi bukan berarti aku tidak akan mengulurkan tangan saat kau memerlukannya."
"Mengetahui hal itu selalu membuatku merasa tenang untuk terus melaju ke depan, Kawan," Arden mengangguk lalu melangkah pergi. "Aku selalu mengandalkanmu."
"Hei," Marna mendadak menyapa Tyl. ��Soal rencana, kau sudah ada rencana untuk itu.. Untuk bulan madu kita?"
"Kau ingat hadiah yang dijanjikan Arden?" Tyl menepuk-nepuk kepala Marna lembut.
"Kue?" Marna melonjak. "Kita bulan madu di kue?"
"Tentu saja bukan," Tyl terkekeh geli melihat tingkah istrinya. "Tapi dia membelikan kita satu ruangan bagus di penginapan pemandian air panas mewah di luar kota Krisnam. Dia bilang mulai sekarang satu ruangan itu dengan fasilitasnya jadi milik kita berdua. Jadi…. "
Untuk pertama kalinya mata Marna berpendar untuk sesuatu yang bukan kepingan koin emas dan kue, "Pemandian air panas, terdengar menarik."
"Yo-i."
"Satu hal lagi, Tyl," Marna menatap Tyl serius. Sangat, sangat serius. "Jadi namaku sekarang siapa? Halvus Marna? Marna Halvus? Atau Lyn Marna Halvus?"
Tyl tersenyum. Dia mengusap kepala Marna lembut, "Tentu saja tukang jampi-jampi."