Masih dini hari ketika Tyl tersadar dari tidurnya. Dia mendengar bunyi derap kaki kuda dari arah jalur utama. Cukup banyak dan langkah mereka terdengar berat. Kemungkinan paling besar adalah mereka adalah pasukan kerajaan. Lagipula, bandit seharusnya datang dari hutan.
Firasat Tyl tidak enak. Jarang sekali ada pergerakan pasukan di malam hari macam ini kecuali mengejar seseorang. Dia masih belum cukup tahu, tapi dia tidak boleh mengambil resiko.
Tyl berbalik, berniat membuka tabir masuk tenda, tetapi dia berhenti. Di dalam bukan hanya ada Marna, tapi juga Lina. Tidak sopan jika dia masuk begitu saja. Kalau dia boleh jujur, memang kalau cuma Marna itu juga tidak sopan, tapi Marna juga sering masuk ke kamar Tyl tanpa permisi.
"Marna," Tyl berbisik sambil menjentikkan jarinya tiga kali. Itu biasanya kode mereka, tetapi Marna terkadang tidak terlalu tanggap kalau dia tertidur nyenyak. Ya, kalau dia bisa tidur nyenyak.
"Apa? Apa?" Marna memunculkan kepalanya dari balik tenda. Tyl terkaget, selama tujuh belas tahun ini Marna tidak pernah merespon secepat itu. Jangan-jangan dia tidak tidur.
"Kau tidak tidur?" Tyl tahu itu bukan pertanyaan pertama yang harusnya keluar dari rongga suaranya. Sayangnya, lidah Tyl secara spontan mengeluarkan kata-kata itu.
Marna memandangnya sejenak lalu tersenyum genit, "Ah, sahabatku, kau perhatian sekali."
"Ini bukan waktunya bercanda," Tyl menghela napas lelah. "Bangunkan Lina, kita...."
"Ada yang mengejar?"
Kali ini kepala Lina mendadak muncul dari balik tenda. Dua perempuan ini tidak tidur karena bergosip atau apa?
Walaupun sejenak, benak Tyl mensyukurinya. Jujur saja, seberapapun mencurigakan dan berbahayanya misi ini, melihat Marna memiliki kesempatan untuk mendapat teman cukup menyejukkan untuknya.
"Aku tidak yakin, tapi aku mendengar langkah-langkah kuda yang mungkin pas…."
"Baiklah," Lina kembali memotong kata-kata Tyl. Mereka pun langsung bersiap pergi.
Beberapa dari pada pedagang dan pengelana yang tidur di sekitar api unggun mulai bangun. Terlihat pasukan kerajaan sudah mencapai pos penjaga perkemahan. Dugaan Tyl benar.
Bermodalkan jubah pengelana dan keramaian dari orang-orang yang mulai keluar dari tenda masing-masing akibat kedatangan pasukan, mereka bertiga segera menyelinap ke dalam hutan. Tak lama kemudian, mulai terdengar hiruk pikuk dari perkemahan. Para pasukan itu pasti sedang menggeledah para pedagang dan pengelana.
Dia tidak yakin apakah kedua perempuan itu mendengarnya. Seingat Tyl, inderanya jadi jauh lebih peka sejak kejadian tujuh belas tahun lalu. Anehnya, hal itu tidak berlaku untuk apapun yang berada di sekitar Marna. Dasar tukang jampi-jampi, pasti dia memasang pelindung tanpa sengaja.
Menjelang subuh, bulan dan bintang masih bersinar cukup terang sehingga mereka bisa bergerak dengan cukup aman menuju timur laut, ke arah kota Kulu. Selain itu, Marna berhasil menggunakan sihirnya untuk membuat mereka berlari sedikit lebih cepat. Entah energi dari mana yang disedotnya, Tyl tidak terlalu mau ambil pusing memikirkan hal itu.
Keberuntungan itu tidak berlangsung cukup lama. Tyl mendengar bunyi aneh datang dari pepohonan di arah utara. Suaranya terlalu besar untuk monyet jabrik ataupun unggas. Pasti pembunuh bayaran. Sepertinya mereka mengejar ke arah Bijam di tenggara. Tyl akan berpapasan dengan mereka jika terus bergerak ke timur laut.
Memutar ke belakang pun akan menjadi sulit karena pasukan di perkemahan pasti sudah masuk ke dalam hutan. Pilihan satu-satunya hanyalah bergerak ke tenggara. Hanya saja, hal itu pasti memang tujuan utama orang yang mengejar mereka. Mungkin ada perangkap di Bijam atau jalur utama. Oleh karena itu, hanya ada satu jalan keluar dari situasi ini.
"Marna, temani Lina sampai Kulu."
"Eh, maksudmu?" Marna menatap heran pada Tyl, sambil terus bergerak tentunya.
"Aku harus mengalihkan perhatian mereka. Kita bertemu di Kulu. Kalau dalam setengah hari aku tidak muncul, cepat bawa Lina ke Nadem."
"Tapi...."
Tyl menatap Marna serius. Kemudian menggeleng pelan. Gadis seolah menyadari maksudnya hanya bisa menunduk dan terdiam sebentar. "Janji?" Marna mengangkat kelingking pada kepalan kanannya. "Janji kau akan selamat?"
Sesungguhnya, Tyl bingung melihat gerakan Marna. Dari mana dia belajar tanda janji itu? Apa Lina yang mengajarinya? Permasalahannya sekarang, Tyl tidak yakin jika dia bisa keluar dari sini dengan selamat. Namun, dia tidak bisa mengacuhkan permintaan Marna begitu saja.
Tyl mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Marna. "Aku berjanji…" kesatria bayaran itu tersenyum lemah, cahaya bintang yang remang cukup memperlihatkan sedikit kelegaan pada wajah cantik Marna. Jujur saja, hal ini membuat Tyl semakin yakin langkahnya benar.
"... tidak akan membiarkanmu terluka," dia melepaskan kaitan kelingking mereka dan segera melesat ke arah utara.
"Tyl."
Marna terdengar memanggilnya lemah dan Tyl menguatkan hatinya dan bergerak lebih cepat ke utara. Dia tidak meremehkan kemampuan Marna, tetapi pembunuh bayaran sangat lihai bergerak dalam keadaan seperti ini. Dia takut dia tidak akan cukup tangkas untuk melindungi Marna dan Lina dalam waktu bersamaan. Marna mungkin tidak perlu dilindungi. Hanya saja, Tyl tidak mau mengambil resiko melukai sahabat masa kecilnya itu.
Tyl beruntung, subuh tiba sesaat sebelum dia hampir mencapai para pembunuh bayaran. Dia berhenti berlari dan menenangkan diri. Memusatkan pikiran sekaligus menajamkan inderanya demi mendeteksi kedatangan mereka yang sudah dekat. Ada empat orang dengan pola pergerakan nyaris serupa. Mereka pasti sangat terlatih.
Langkah mereka mereka menjadi lebih cepat. Tyl menarik pistolnya, bersiap. Dari tingkahnya, mereka sudah mengetahui keberadaan sang kesatria bayaran di jalur mereka. Suara tembakan menggema menghiasi sepinya hutan di kala subuh itu. Tembakan Tyl mengenai sasaran, menjatuhkan satu pembunuh bayaran seketika itu.
Tiga sisanya bergerak cepat memutari posisinya. Mereka masih bersembunyi di pepohonan. Sekilas pergerakan mereka terdengar tenang, tetapi ketidakserasian dari irama langkah mereka menunjukkan bahwa mereka terkejut dengan serangan mendadak itu.
Tyl melepaskan beberapa tembakan lagi, berusaha menghalau mereka. Akan tetapi para pembunuh bayaran kini sudah siap dan berhasil menghindar dengan mudah. Hawa membunuh muncul di belakangnya. Kesatria bayaran itu berputar menebaskan pedang demi menangkis tebasan belati yang mengancam. Tyl balas menebas, tetapi lawannya itu menghindar. Di saat bersamaan, aura mengancam lainnya terasa menusuk dari belakang.
Tyl berhasil berkelit untuk mengambil jarak lebih jauh. Penyerang lain kembali menerjangnya. Dia terpaksa melemparkan pedang besarnya sembari menarik pedang taringnya. Gerakan lebih gesit diperlukan untuk menghadapi lawan macam ini.
Mengganti senjatanya ternyata belum memberikannya banyak keunggulan. Dia memang berhasil menjatuhkan satu lagi pembunuh bayaran dengan tembakan akurat, tetapi sepanjang pertarungan dia hanya bisa berkelit dan menghindar sembari menunggu kesempatan emas.
Kesempatan yang ditunggunya pun tiba, salah seorang lawannya menjadi terlalu percaya diri dan menerjang dengan gegabah dari arah belakang. Tyl menembakkan pistolnya untuk menjauhkan lawan satunya sementara dia membalik pedangnya dan menusukkannya ke arah belakang. Setelah itu dia mencabut pedangnya dan menerjang ke depan, menghindari simbahan darah sekaligus menghabisi pembunuh bayaran terakhir.
Kesatria bayaran itu sama sekali tidak menyadari datangnya sebuah ancaman lain sampai sebuah tebasan kuat menghantam punggungnya. Tyl tersungkur, tetapi serangan belum berakhir di sana. Dia berguling ke kiri menghindari tusukan lanjutan. Entah itu datang dari orang yang sama atau tidak.
Serangan lanjutan datang, saat Tyl berusaha bangun. Dia terpaksa melompat ke belakang sembari melepaskan tembakan-tembakan acak. Tebasan lain menghantam bahu kanannya saat dia mendarat. Tyl mengerang sembari melepaskan tebasan berputar demi menjauhkan lawan-lawannya. Ada lebih dari satu orang penyerang tambahan, mungkin dua.
Tyl hanya bisa berguling dan berkelit terus menerus sambil sesekali menangkis jika dia mampu. Dia tidak selalu berhasil, beberapa tebasan berhasil mengenai tubuhnya. Napasnya mulai terasa berat, pikiran dan pandangannya mengabur. Mungkin dia terlalu banyak kehilangan darah.
Hanya tinggal waktu saja bagi dirinya untuk ambruk. Setidaknya Marna pasti sudah cukup jauh sekarang. Jika dia harus berakhir di sini, rasanya tidak terlalu masalah. Mungkin saja, itu justru akan membuat Marna bisa bebas kembali.
Entah mengapa, tubuh Tyl yang harusnya terasa berat justru berangsur terasa lebih ringan. Mungkin ini yang dinamakan sisa-sisa energi terakhir. Benar juga, kalau dia tidak mampu melumpuhkan mereka di sini, maka ada kemungkinan mereka mengejar Marna dan Lina.
Setidaknya kalau dia harus berakhir, maka dia akan membawa mereka bersamanya. Lagipula kalau misi ini berakhir, maka Marna akan mendapat bayaran yang cukup untuk memulai hidup baru.
Tyl berguling ke depan menghindari tebasan. Kakinya menapak kuat demi memberi tumpuan. Seorang penyerang datang dari arah kanan. Sekarang lah satu-satunya kesempatan untuk menyeimbangkan keadaan. Dia melompat menggasak sang penyerang, mementalkannya beberapa langkah ke belakang. Rentetan serangan mereka berhasil dihentikan.
Sang Kesatria Bayaran melepaskan tembakan pada penyerang satunya, berusaha menjaga jarak. Walaupun kombinasi mereka berhasil dihentikan Tyl, tetapi tidak semudah itu untuk mendapatkan kesempatan menyerang kembali. Dari cara bertarung mereka, kedua orang ini jauh lebih lihai dibandingkan pembunuh bayaran lainnya.
Untungnya dia bisa menahan salah satu penyerang dengan pedangnya sementara menjaga jarak dengan penyerang lainnya menggunakan tembakan-tembakan cepat. Kesempatan untuk menyerang balik pasti akan datang. Walaupun dia tidak tahu berapa lama yang dibutuhkan untuk menunggu hal itu tiba. Sejujurnya dia sendiri kurang yakin akan daya tahan tubuhnya sendiri. Dia bisa ambruk sewaktu-waktu. Kalau dia beruntung, kesempatan datang sebelum dia kehabisan tenaga.
Tyl tidak tahu sudah berapa lama dia habiskan dalam pertarungan ini. Energinya seharusnya sudah habis sejak tadi, entah mengapa dia masih bisa berdiri. Dia sendiri tidak yakin jika sebenarnya dia masih kuat atau sudah mati rasa. Masalahnya kesempatan yang ditunggu Tyl pun tidak kunjung tiba.
Hasrat membunuh mendadak muncul di belakang Tyl. Kesempatan itu justru muncul untuk lawannya. Tyl tidak akan sempat berkelit ataupun menangkis.
Aku bersamamu.
Entah dari mana, Tyl merasakan energi mengalir deras pada tubuhnya. Dia pun mampu menebas dalam putaran cepat untuk menjauhkan sang penyerang. Tenaga ini terasa begitu familiar, tetapi dia tidak mendengar atau melihat Marna di sekitarnya.
Tyl bergerak mundur dengan cepat ke arah pedang besarnya sembari melepaskan tembakan-tembakan pada dua penyerang andal itu. Kalau keadaannya seperti ini, dia bisa menggunakan pedang besar itu.
Satu orang penyerang berhasil menghindari rentetan tembakan dan menerjang cepat. Walaupun hari sudah lebih terang, tapi Tyl tidak terlalu bisa menerka orang macam apa yang menjadi lawannya akibat wajahnya yang ditutupi kain. Dari posturnya sepertinya dia perempuan.
Tyl tidak mau membuang waktu untu berpikir terlalu rumit dan melemparkan pedang taringnya untuk menghalau. Penyerangnya itu berhasil menangkis pedang itu, tetapi gerakannya aneh. Seingat Tyl dia tidak selambat itu tadi, atau mungkin Tyl yang bertambah cepat?
Tyl meraih pedang besarnya dan menerjang. Serangannya gagal akibat intervensi penyerang satunya, yang ini sepertinya laki-laki. Tanpa pikir panjang, Tyl melepaskan tembakan cepat yang melukai bahu laki-laki itu. Kesempatan besar kini terbuka untuknya. Tiada sedikitpun keraguan tersirat saat dia kembali menerjang.
Pengelihatannya mendadak terhalang kabut asap, napasnya pun sesak menghirup asap tebal itu. Tyl terpaksa bergerak mundur dan melepaskan tembakan-tembakan acak. Namun, dari balik tabir itu dia merasakan kedua lawannya itu telah bergerak mundur. Helaan napas lega pun dilepaskan sang kesatria bayaran, setidaknya kali ini dia berhasil menghindar dari maut lagi.
Namun tugasnya belum selesai, dia masih harus mengejar Marna dan Lina. Tyl segera mengambil pedang taringnya, dan di saat itu dia pun menyadari. Lukanya berangsur-angsur pulih. Memang, sejak membuat pakta dengan Marna, dia memiliki kecepatan regenerasi lebih baik dari kebanyakan manusia. Akanm tetapi kali ini terasa aneh, regenerasinya agak cepat lebih dibanding sebelumnya. Belum lagi dengan mendadak kekuatannya bertambah seperti tadi. Ada yang tidak beres di sini.
Tyl sempat berpikir untuk mengejar para pembunuh bayaran, tetapi dia tidak mau menekan keberuntungannya lebih jauh. Dia pun membuka kompas dan segera berlari ke arah timur laut. Aneh memang, staminanya seperti pulih seolah tidak menghadapi pertempuran tadi, dia bisa berlari normal. Ada apa dengannya?
"Hai."
Tyl tersentak. Tidak terlalu jauh dari lokasinya bertempur tadi. Dia mendengar suara Marna. Jangan-jangan ini efek samping dari pakta sihir jika mereka harus terpisah jarak cukup jauh.
"Kau mencari apa?"
Jantung Tyl nyaris melompat meninggalkan dadanya ketika suara bisikan Marna terdengar begitu keras di telinganya. Tyl berbalik. Marna dan Lina sudah ada di sana.
"Apa yang kau…."
"Tentu saja menolongmu, mana mungkin kubiarkan kau bertarung sendiri."
Kini, segalanya pun menjadi sepenuhnya masuk akal di kepala Tyl.