Keesokan harinya.
Ketika Risa membuka kedua matanya. Pandangan pertama yang dia lihat adalah wajah tampan Lian, pria itu tertidur setelah memaksa Risa untuk mengatakan kenapa dirinya marah.
Padahal jelas jika Risa hanya merasa tidak pantas untuk hal itu, dia ingin menjaga batasan disini, karena perannya hanya sebagai Ibu untuk Kevin, selebihnya?
Apakah boleh Risa jatuh cinta?
Ada seseorang dibelakang pria itu, tentu saja banyak yang menginginkan Lian, pria itu memiliki segala yang wanita inginkan, termasuk Risa.
"Kau melewati batasan, memandangi wajah seorang saat sedang tidur, bukankah itu suatu hal tidak sopan?" ucap Lian, dia tersenyum pada gadis yang terkejut menyadari jika dirinya ketahuan menatap dirinya.
Risa merasa malu, dia menjauhkan wajahnya dan memilih untuk bangun, meninggalkan pria itu sendirian di kamar Keira.
Risa memukul keningnya, bagaimana bisa dia berakhir tidur dengan pria itu? Padahal dia sudah mengatakan akan melarang dirinya tidur dengan Lian.
Jika seperti ini terus, Risa tidak yakin bisa berada disampingnya. Lian begitu manis dalam hal berkata, apalagi pemikiran dewasanya, jelas Risa begitu menyukainya.
"Kevin, ayo bangun." Ucap Risa, dia melakukan tugasnya sebagai Ibunya Kevin, walau rasanya begitu aneh karena jiwa naluri seorang Ibunya begitu terpancarkan.
Mau bagaimana? Risa menyukai anak-anak, dan ikatannya terhadap Kevin sudah seperti putranya, Risa menyayanginya dengan tulus.
Itu alasan utama menerima tawaran Lian, bukan karena Uang atau kekuasaannya, hanya karena Kevin. Pria kecil yang selalu meluluhkan hatinya.
"Ibu, selamat pagi." Kevin menyapa sang Ibu, dia belum pernah senang seperti ini, semua terasa indah karena Kevin bisa merasakan cinta dari seorang Ibu.
"Ibu, apakah Ayah sudah pergi?"
Risa yang sedang sibuk menyiapkan kebutuhan Kevin menoleh kearahnya, Lian datang kesini tanpa membawa apapun dan apakah dia akan kembali kerumahnya, karena setelah mengantar Kevin.
Risa akan langsung menuju kantornya.
"seperti dia masih tertidur, Kevin ingin diantar Ayah?"
Kevin mendekati Risa setelah mengeringkan tubuhnya, dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak, hanya saja kenapa kita tidak tidur bersama? Apa Kevin tidur sendiri?"
Risa terdiam, siapa yang mengajarinya berbicara seperti itu, ucapan Kevin berhasil membuat dirinya mengingat kejadian tadi malam, walau mereka hanya tidur berbaringan, tapi mampu membuat Risa merona.
"Kevin ingin sarapan dengan apa? Biar Ibu buatan dan nanti siang Ibu akan makan siang bersama Kevin."
Kevin tersenyum, dia tidak pernah meqrasa kecewa dengan hal yang Risa katakan, baginya semua terasa menyenangkan jika bersamanya.
"Apapun, Kevin menyukai apa yang Ibu buat."
Risa mengacak surai Kevin, mengecup keningnya dan kembali merapikan pakaian seragamnya. "Baiklah, aku kita sarapan."
Risa dan Kevin sibuk berbicara di dapur, Lian memperhatikan itu saat dia baru saja membersihkan tubuhnya, karena Lian tidak membawa apapun, dirinya terpaksa memakai pakaiannya lagi.
Senyum terukir diwajahnya, seperti melihat bayangan mendiang istrinya, Lian tidak tahu jika Risa begitu mirip jika sedang tersenyum.
Namun dia memiliki versi berbeda dengan mendiang istinya.
"Ayah! Itu milik Kevin!" Kevin merajut saat sang Ayah memakan miliknya.
Seperti biasa, Lian begitu suka menggoda putranya, salah satunya mengambil makanan miliknya, dia segaja melakukan hal itu untuk menarik perhatian Risa.
"Ini buatan Ibu, hanya Kevin yang boleh memakannya!" Lanjut Kevin, dia mendorong wajah sang ayah untuk menjauh, menarik kembali mangkuk miliknya.
Suasana begitu canggung saat Risa melihat kehadiran Lian, senyuman sedikit meluntur dan entah kenapa degup jantung tidak bisa diajak kerja sama, selalu saja berdebar.
"Kamu ingin sesuatu?" tanya Risa, dia sedikit canggung. Dia bahkan gugup walau hanya untuk menatap pria itu.
"Tidak, aku harus kembali." Ucap Lian, dia memiliki meeting pagi ini dan dia harus segera mengganti pakaiannya.
Pria itu mengecup kening Kevin dan mengusapnya. "Jangan nakal, ayah pergi dulu."
Risa meneguk air liurnya saat Lian mendekati dirinya, di luar dugaan pria itu akan mencium pipinya dengan mudahnya.
"Berhentilah marah, nanti kita bicara lagi, aku titip Kevin padamu."
Risa menyentuh pipinya, pria itu mengatakan untuk menjaga batasan, tapi lihatlah? Dia sangat sukai melewatinya.
*********
Suasana Cafe tidak begitu ramai seperti biasnaya hanya beberapa meja yang berisi pengunjung, Risa mengambil tempat duduk dekat barista, setelah memesan Coffe americano, Risa duduk dimeja menunggu kedatangan seseorang.
"Hai!"
tubuh wanita itu menjulang di depan Risa, blouse peach yang dikenakannya begitu pas dipadukan dengan celana berwarna coklat muda, dengan anggun wanita itu meletakkan tas urban icon terbaru bulan ini.
"namaku Won Jennie, kita sudah bertemu satu kali, tapi rasanya tidak lengkap tanpa berjabat tangan dalam sebuah perkenalan." tangannya terulur setelah memperkenalkan namanya.
Risa menyambut uluran tangan itu dan mengucapkan namanya dalam suara rendah yang nyaris tidak terdengar. "Song Risa Ahn"
Tadi pagi saat Risa sudah sampai dikantornya, ada sebuah panggilan masuk ke ponselnya dari nomor yang tidak diketahui dan ternyata itu adalah nomor Jennie, Risa tidak tahu Jennie mendapat nomornya darimana, dan dia menyetujui ucapanya begitu saja ketika ajakkan Jennie untuk bertemu di Cafe di dekat kantornya.
"ternyata kamu benar-benar mirip dengan Park Lisa." ucap Jennie setelah memesan kopi untuknya.
"hanya berbeda dengan warna rambutnya saja dan bola mata kalian berbeda." lanjutnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Risa menyesap kopi miliknya, memperhatikan wanita dihadapannya, dirinya begitu penasaram dengan Lisa. Mendiang istri Lian yang katakan mirip dengannya.
'Lisa? jadi nama ibu Kevin adalah Lisa?'
"aku tahu itu, aku pernah melihat fotonya yang dibawa kevin."
"kamu tahu? Aku dan Lian berteman sejak di universitas, kita berteman sangat dekat." uucapnya, ada nada yang kedengaran begitu sedih yang tersirat dalam ucapan Jennie.
"teman-teman kami bilang aku dan Lian terlihat serasi, Lian dan aku selalu bersama sampai akhirnya--," Jennie memotong ucapnya. Dia menunggu reaksi dari Risa.
Risa menatap Jennie dalam diam, entah apa maksud dari Jennie menceritakan ini semua, yang pasti Risa hanya perlu mendengarkan untuk mengetahui apa yang ingin Jennie sampaikan.
"Lisa hadir dalam kehidupan Lian, perempuan itu menyita seluruh perhatian Lian, kamu tahu rasanya mencintai tapi bertahan tanpa harus memiliki?"
Gelengan lemah Risa hanya mengundang dengusan Jennie.
"kamu beruntung."
Dahi Risa mengerut mendengar ucapan Jennie, tapi dia bisa simpulkan satu hal, Jennie mencintai Lian sejak dahulu, itu bisa terlihat jelas dari cara Jennie menjelaskan semuanya.
"Lian lebih memilih Lisa meskipun saat itu aku sudah mengatakan perasaanku padanya, bahkan aku mencintainya, aku menganggapnya lebih dari sekedar sahabat"
Jennie menertawakan kebodohannya yang saat itu berhadap Lian akan memilihnya dibandingkan Lisa.
"Dan aku hanya bisa menjadi sahabatnya, orang yang paling dekat dengannya, apa menurutmu adil? Ketika dia sudah memilih Lisa, Lian masih ingin aku tetap bersikap biasa saja layaknya pertemanan kami sebelumnya, hatiku sangat sakit, tapi apa yang bisa kulakukan selain menuruti keinginannya, karena aku begitu mencintainya."
Hati Risa terenyuh, bagaimana Jennie bisa bertahan begitu kuatnya perasaan Jennie pada Lian begitu dalam.
"Lian menikahi Lisa tetap setelah kita lulus dari universitas, kupikir kisah Lian dan Lisa akan menjadi kisah bahagia seperti dongeng, ternyata aku salah, Lisa meninggal saat melahirkan Kevin, Lian terpuruk saat itu, dia menyalahkan Kevin atas meninggalnya Lisa" Jennie menatap Risa dengan lembut ketika wajah Risa menegang mendengar ceritanya.
Terasa begitu berlebihan.
"Lian bahkan tidak mau menerima kehadiran Kevin selama berbulan-bulan, dia memupuk kebencian pada anaknya."
Bagaimana Jung Lian bisa begitu terjahat pada putranya, Risa sedikit tidak percaya pada Jennie, melihat bagaimana Lian begitu menyayangi Kevin saat dirinya bersama kedua pria itu. Rasanya begitu mustahil Lian membenci putranya sendiri.
"saat itu Lian hanya seorang lelaki yang begitu mencintai Lisa, dia tidak mau kehilangan Lisa hanya demi orang asing, seorang pemuda yang dimabuk cinta lebih menikmati kebersamaan dengan orang terkasih, dia bahkan mengalami depresi berbulan-bulan, karena kepergian Lisa, selama itu pula aku menyemangatinya, mendampinginya, agar dia tidak jatuh lebih terpuruk"
"Kevin menjadi pelampiasan kebencian nya karena Lian kehilangan Lisa?" tanya Risa tidak percaya.
"lalu bagaimana dengan sekarang? Lian terlihat begitu menyayangi Kevin?"
"rasa bersalah menyadarkannya satu hal, bahwa sebesar apapun kebenciannya pada Kevin takkan pernah mengembalikan Lisa, aku menyadarkannya jika dia tidak lagi bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri, tapi juga pada putranya"
Lalu kemana Jennie? bukankah jika Jennie memang begitu dekat dengan Lian seharusnya Jenny bisa saja mendominasi kehidupan ayah dan anak itu.
"aku sangat mencintai Lian, sampai sekarang, Aku selalu berada disampingnya, tapi sejak awal Kevin tidak pernah menyukai kehadiranku, karena dia pikir aku membuat Lian melupakan Lisa atau ibunya"
"bisakah aku meminta sesuatu padamu?"
Jennie menatap Risa dengan pandangan yang begitu penuh harapan yang begitu penuh harap, dia tidak peduli jika dirinya menjadi wanita tidak tahu diri.
"jika aku bisa" Risa mengangguk, semoga saja permintaannya bukan hal yang aneh.
"tolong jangan jatuh cinta pada Lian?"
Tubuh Risa menegang, wajah memohon Jennie membuatnya semakin gugup.
"aku sudah banyak menggantung-kan harapan pada kisah kami, bolehkah aku berharap akhir yang bahagia untukku dan Lian"
Jennie layak mendapatkannya, Risa tahu dengan jelas itu, Jennie pantas bahagia dengan cintanya pada Lian, Risa hanya orang asing yang berada di antara mereka.
"aku tidak memintamu menjauhi Kevin atau apapun, hanya satu hal, tolong jangan jatuh cinta pada Lian"
Ada rasa sakit yang menyapa, tapi jika dipikirkan lagi rasa sakitnya tak sebesar sakit hati yang dialami Jennie.
"tentu saja, aku akan mencoba melakukannya" ucap Risa dengan seulas senyum tulusnya meski hati bergetar
"kamu pantas bahagia dengannya"