Risa dan John, meninggalkan acara setelah waktu sudah cukup malam, dan Risa ingat. dirinya memiliki janji dengan Kevin.
"kemana?" tanya john saat keduanya sudah berada di dalam mobil miliknya.
Kening Risa mengerut sebelum akhirnya sadar maksud dari pertanyaan John, karena entah kenapa ada sebersit perasaan yang menuntunku untuk pulang ke rumah Lian.
"Aku harus kembali kerumah Lian," ucapnya, walau entah kenapa Risa begitu ragu untuk kembali.
"kamu yakin?" tanya John untuk kedua kalinya, dia sedikit khawatir melihat Risa yang sejak tadi termenung, mungkin pulang ke apartemennya miliknya lalu mengistirahatkan tubuhnya itu
pilihan terbaik, tapi gadis itu bersikeras ingin pulang kerumah Lian.
"Ya, hantarkan aku sekarang Jo," ucap Risa. Hembusan nafas yang panjang keluar dari mulut Risa, bahu Risa yang terbuka
kini tertutupi jas yang John pinjamkan.
John sekilas menatap kearah Risa, dia memutuskan mengikuti keinginanan gadis itu, John tidak bisa terlibat jauh dengan urusannya dan apapun terjadi dia harap Risa baik-baik saja.
tak menunggu lama, mobil itu segera meninggalkan tempat itu, membelai jalanan dengan suasana malam yang begitu indah ditemani indahnya rembulan dan bintang-bintang.
sampai akhirnya, mobilnya berhenti pada sebuah kediaman yang begitu besar. John hanya mengantar Risa sampai batas gerbang, sesuai permintaannya.
"Sampai Jumpa. jika terjadi sesuatu hubungi aku, Oke?" ucapnya, menatap Risa yang masih begitu ragu.
"Terimakasih untuk segalanya John." ucap Risa, dia melambaikan tangan saat mobi John meninggalkan dirinya.
Tangannya mulai menekan angka kombinasi sandi untuk membuka pintu rumah, dengan gerak pelan dia membuka heels yang dia kenakan lalu meletakkannya di pojok biasa dia menyimpan sepatu miliknya, lalu gadis bersurai kecoklatan itu bahkan lupa menggantinya dengan sandal rumah yang biasa dia kenakan.
Lian pernah beberapa kali memarahinya karena masalah alas kaki, bukan marah yang penuh emosi, mungkin sedikit geram dengan kebiasaan Risa.
Entah sudah beberapa kali Lian mengingatkan Risa untuk mengenakan sandal rumah, bahkan jika Risa mau dia bisa mengenakan sepatunya didalam rumah, seperti yang biasa Lian lakukan.
Tapi ini Risa, gadis yang dididik hidup penuh kesederhanaan sejak kecil oleh ayahnya, Apa Lian sudah pulang?
Dengan kaki telanjang tanpa alas Risa melangkahkan kakinya, melewati ruang tamu dengan pencahayaan yang minim. Sepertinya para pelayan sudah tertidur mengingat ini sudah lewat tengah malam, Risa tersentak saat sebuah lengan besar menariknya, tubuhnya terhempas tepat di sofa berwarna coklat pastel.
"kenapa?" suara serak itu melantun dari nafasnya terdengar sedikit menggebu.
Risa masih berusaha memejamkan erat-erat kelopak matanya, Risa tahu konsekuensinya jika dia membuka matanya saat ini iris mata itu sedang menatapnya lekat seolah sedang menguliti.
"aku tidak tahu--,"
Lian, ya pria yang sekarang tengah menindihnya adalah Jung Lian, dahinya menempel erat
dengan dahi Risa, menopang tubuhnya dengan tangan kirinya agar berat tubuhnya tidak menekan Risa.
"Aku tidak tahu jika kamu begitu dekat dengan Justin."
Kelopak mata Risa seketika terbuka begitu mendengar nama Justin keluar dari mulut Lian, sejak awal Lian mengetahui segalanya, tanpa harus dia yang menceritakan.
Risa sangat yakin jika Lian mengetahui semua tentangnya, mengingat bagaimana saat itu Lian sangat-sangat tahu soal Risa, jika bukan hal mustahil jika Lian, mengetahui apapun tentangnya tanpa diucapkan.
"Do you love me?"
Shit!!
perut Risa tiba-tiba menegang?
Tadi siapa yang berkata seperti itu? Dirinya atau Lian?
Apa Risa sudah dengan tidak sadarnya menanyakan hal seperti itu dengan tidak tahu dirinya, Risa meraba bibirnya, dia ingat betul jika dia masih menutup mulutnya sejak tadi.
"Be Mine!"
Kali ini Risa yakin itu bukan suaranya, iris mata itu menatapnya lekat memancarkan keseriusan yang begitu mendalam, sekarang bukan hanya perutnya yang tegang, aliran darahnya
sepertinya berhenti, membekukan setiap sarafnya.
"Risa" Lian menunduk berbisik tepat diatas telinganya, suaranya terdengar berat.
"Ya?" hanya dua Kata itu yang mampu keluar dari mulut Risa sementara matanya kini terpaku pada bibir milik Lian.
"aku tidak ingin mengulangi ucapanku" Lian mengecup wajah Risa, setiap senti tidak ada yang terlewatkan, dia mengecup Risa penuh kasih seolah sebagai bentuk pernyataan ucapan yang tidak ingin diulangi.
Be Mine?
Mine!
Mine!
Mine!
Wait?
Risa tersentak dari lamunan panjangnya saat lengan Lian menyisir rambutnya, menyelipkan di belakang telingannya, pria itu benar-benar mengundang ribuan pertanyaan, apalagi sikapnya saat ini! membuatnya sangat bingung dan berdebar dalam satu tempat.
"Pergilah!" Ucap Risa, dia tidak yakin bisa menekan perasaannya jika Lian terus bersikap lembut seperti ini. Risa semakin takut jika hanya berakhir dengan patah hati, dia layak mendapatkan wanita lain yang lebih baik darinya.
Bodoh memang ketika Risa berpikir Lian akan menuruti ucapannya, padahal dia tahu dengan jelas jika Lian adalah pemuda otoriter yang tidak suka diperintah, dan pria itu akan bertindak sesuai keinginannya.
"Dan membiarkan diriku tersiksa?" Lian berguling diatas tubuh Risa, sebagai gantinya pria itu berbaring di sampingnya.
dia begitu terburu-buru ingin mengecup bibir gadis itu, namun Lian takut akan membuatnya marah lagi.
Ternyata sofa ini cukup lebar untuk dijadikan tempat berbaring dua orang, Risa melirik cemas takut-takut saat ada pelayan bangun dan memergokinya dengan Lian. Jangan lupakan posis mereka yang saling menempel erat ketika kaki panjang Lian, melilit kaki Risa untuk menahan segala pergerakan tubuhnya.
"Apa yang kamu maksud? apa yang tersiksa?" tanya Risa dengan bingung, namun itu malah mengundang dengusan kesal dari Lian.
"kelinci bodoh."
"jangan katakan itu! aku bukan kelinci bodoh," bibir Risa merenggut kesal, dia wanita dewasa, bukan anak kecil yang dengan mudah dikatakan bodoh.
Lian tertawa ringan, dia kadang tidak mengerti dengan jalan pikiran Risa, padahal Lian sudah dengan begitu jelas berkata, tapi gadis bodoh di depannya masih saja tidak mengerti.
"Jauhi justin, dan pria lainnya."
Setelah itu tidak ada lagi kata yang terucapkan dari mulut Lian, kini bibirnya tengah mengulum lembut bibirnya Risa, mengecap pelan setiap rasa yang disuguhkan dari bibirnya manis Risa.
Tangannya mulai meremas erat bokong Risa, yang demi apapun hampir membuat Risa melenguh panjang.
Ini bukan ciuman pertamanya dengan Risa, Lian sudah beberapa kali mengecap bibir Risa dan selalu saja bisa membuat Lian penasaran dengan bibirnya.
"Lian--" tubuh Risa menggelinjang, jas johan sudah jatuh tergeletak tidak lagi menutupi bahunya.
"hm?"
Lian sendiri tidak begitu memperdulikan mulut Risa yang meracau, dengan sangat lembut dia mengecup bahu Risa yang terekspos membiarkan gairahnya yang sejak tadi dia tahan.
"lain kali jangan kenakan gaun seperti ini lagi." Lian terdengar lebih serak kali ini.
"aku tidak suka!"
Jelas saja tidak suka, Lian takkan pernah sudi memamerkan keindahan tubuh Risa dinikmati oleh pria lain.