keesokan harinya.
Pagi ini niatnya Risa ingin mengajak Kevin pergi keluar, sesuai janji seharusnya Risa dan Kevin pergi ketaman bermain bersama Lian.
Tapi Risa memutuskan untuk pergi berdua saja bersama Kevin, dia tidak yakin bisa menikmati acara jalan-jalan bila bersama dengan Lian, rasa canggung pasti bisa mencekik dirinya, Sudut mata Risa melirik pintu Mahoni coklat yang cukup besar, sepertinya tidak ada tanda-tanda Lian
akan bangun pagi.
Gadis itu menarik nafas lega, sepertinya rencana untuk pergi berdua dengan Kevin berjalan lancar. Risa harus segera bergegas membangunkan Kevin, agar bisa pergi secepatnya.
Jauh dalam kepalanya, Risa sudah menyiapkan berbagai alasan jika Lian nanti bertanya kenapa tidak mengajaknya, katakan saja Lian sedang tidur dan Risa tidak tega
membangunkannya sementara Kevin sudah merengek ingin pergi.
Risa tersenyum lebar, dia pasti bisa menikmati hari liburnya dengan tenang tanpa rasa canggung.
"Ibu." Kevin termenung melihat Risa yang sejak tadi tidak henti-hentinya tersenyum.
"Ayo cepat pakai baju ini saja ya?" Risa menunjukkan kaos lengan panjang bergambar iron man. Kevin hanya mengangguk karena sudah kedinginan, tubuh kecilnya hanya terbalut handuk putih.
"kenapa ayah tidak ikut?"
tanya Kevin, dia memperhatikan Risa yang terlihat terburu-buru, dan sorotan matanya terus mencari Sang Ayahnya.
"Ayah sedang tidak enak badan, pergi bersama Ibu saja, okey?" ucap Risa, dia berbicara dengan santai, padahal dia begitu terburu-buru ingin segera meninggalkan rumah ini.
sebisa mungkin menghalangkan segala cara untuk bertemu dengan Lian.
Setelah selesai merapikan memakaikan pakaian untuk Kevin, Risa mengambil tas kecil milik Kevin, memakaikan topi berwarna merah untuk menutupi rambutnya.
"Apa ayah baik-baik saja?"
tanya Kevin, tidak mungkin jika anak kecil itu memikirkan sang ayah, apalagi sebelum Risa ada disini, dia sudah lebih dahulu terbiasa dengan Lian.
Risa menoleh, dia bisa melihat ada rasa khawatir yang terpancarkan dari mata kevin, dia jadi menyesal
membuat bocah polos ini sedih.
karena harus berbohong untuk keegoisannya.
"Ayah hanya kelelahan karena pekerjaannya, istirahat yang cukup, pasti Ayah akan lekas sembuh,"
ucap Risa, mencoba untik menyakininya, tangan Risa terulur mengusap pelan pipi lembut Kevin, berharap Kevin bisa menunjukan sebuah senyuman.
"Kalau begitu kita temani ayah istirahat dirumah saja, bagaimana?" tanya Kevin dengan begitu polosnya.
Risa menepuk pelan dahinya sendiri, dia tidak tahu Kevin akan memilih hal itu, padahal mati-matian Risa berharap mereka bisa segera pergi.
"Kevin tidak ingin pergi jalan-jalan? bukannya Kevin ingin pergi taman bermain? Atau planetarium?"
tanya Risa, sekali lagi mencoba mengalihkan Kevin untuk tetap mau pergi bersamanya.
"Kevin ingin pergi bersama Ayah dan Ibu, tidak seperti Ibu."
wajah kevin merenggut sedih sesaat sebelum safirnya menemukan sosok yang jadi objek pembicaraan bersama Risa sejak tadi.
"Ayah!!"
Kevin bersurak senang melihat sosok Lian menjulang tinghi tidak jauh dari jarak mereka.
Rasanya tubuh Risa kembali membeku, dirinya tidak berani berbalik hanya untuk memastikan apakah itu benar-benar Lian.
Kevinpun sudah berada dalam gendongan Lian, pria itu terlihat rapi dengan setelan kasual yang dia kenakan, hanya kaos armani dengan blue jeans.
"Ayo, tunggu apa lagi? Bukankah kita mau pergi ketaman bermain hari ini? kebetulan cuaca begitu baik."
ucap Lian, dia menatap bingung Risa, gadis itu masih terdiam disana, begitu ragu menatap dirinya, walau suara begitu meremehkan gadis itu.
Risa memejamkan matanya, dia bisa mendengar jelas tawa yang terselip di setiap kata yang terlontar dari mulut Lian.
"Ibu bilang Ayah jika sedang sakit," celoteh kevin saat Lian mendudukannya di kursi belakang, memberikan kecupan singkat dipipi puteranya.
"Ya, Ayah memang sedang sakit," dahi kevin mengerut bingung, kenapa tetap pergi jika ayahnya sedang sakit.
"Ayah sakit karena Ibumu tidak mau membuat baby bersama ayah."
Rasanya Risa ingin menjatuhkan kepalanya ke dashboard saat ini juga, Risa yakin jika Lian mendengar semua ucapannya bersama kevin tadi saat di ruang tamu.
Dan kenapa dirinya harus terjebak dengan pria yang sudah membuat hatinya tidak karuan semalaman. Wajah Risa sudah semerah tomat, dan Lian. dirinya hanya tertawa ringan melihat Risa sebelum akhirnya dia menyalakan mesin mobilnya dan mulai membelah jalanan kota Seoul.
"kamu masih berhutang sebuah penjelasan padaku, Risa."
Lian menekan dahi Risa dengan telunjuknya.
Bibirnya Risa merenggut tidak suka, inilah yang menjadi alasannya kenapa ingin menghindari Lian, dia tidak mau bertemu dengan pria otoriter yang sejak semalam meminta penjelasannya.
Padahal Risa sudah bangun pagi sekali, terlampau pagi malah agar bisa pergi tanpa Lian, Tapi. Ya, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya Risa pergi dengan Lian juga. Risa menggigit bibirnya bawahnya, apa yang harus dia katakan.
"kamu yakin ingin mengikat rambutmu seperti ini?" tanya Lian.
dia memperhatikan Risa yang memakai pakaian sedikit mengakses arra lehernya. sebenarnya Lian tidak masalah hanya saja apakah Risa menyukai.
Risa mengangguk yakin sebelum sadar dengan safir Lian yang melirik lehernya, Risa memang memaka kaos V neck dengan leher rendah lalu apa salahnya?
Dengan gerak reflek Risa memajukkan tubuhnya menatap kaca spion yang merefleksikan dirinya, tanda merah sepanjang leher Risa memperjelas semuanya.
Lian brengsek!
"kau!"
Risa segera menatap Lian dengan tatapan tidak suka, pria ini tidak tahu diri! berani sekali dia tersenyum dengan semua perbuatan yang dia lakukan pada tubuhnya.
"kenapa?" tanya Lian dengan senyum bangganya.
"menyebalkan!"
ucap Risa, dengan terpaksa Risa membuka ikatan pada rambutnya, membuat rambutnya terurai menutupi area lehernya, sebisa mungkin Risa menutupi tanda kemerahan di lehernya dengan rambutnya.
"Tapi kamu menyukai pria menyebalkan inikah?" Tanya Lian sedikit menengok ke samping untuk melihat Risa sebentar.
"Tidak! kau pria menyebalkan! aku peringatkan untuk menjauh dariku!" Ucap Risa yang langsung menatap jendela dengan pipi yang merah merona saat pikirannya mengingat kejadian tadi malam.
bagaimana dirinya bisa melupakan begitu saja, bahkan Risa tidak sadar jika tanda itu begitu banyak di area tubuhnya. dan dengam bangganya Lian menujukkan hal itu, menganggap jika hanya dirinya yang bisa melakukan hal itu, menunjukkan siap yang lebih berkuasa disini.
Kevin hanya bisa diam melihat pertengkaran antara Ibu dan Ayahnya, dia tidak mengerti dan juga tidak ingin menghentikam pertengkaran itu, dirinya jarang melihat interaksi keduanya, jadi sebisa mungkin Kevin menikmati moment yang sangat jarang itu. dan kadang sesekali imut terbawa melihat Ibunya yang malu.
"Wajahmu tidak pernah berbohong Risa, kau menyukai pria menyebalkan ini, akui saja." ucap Lian, mobil mereka mulai meninggalkan area perumahannya, menuju jalan yang mungkin akan macet. mengingat ini adalah hari libur, banyak yang juga ingin menghabiskan hari libur mereka.
"Diam! kau hanya perlu memperhatikan jalan, abaikan wajahku!" ucap Risa, dia sebisa mungkin membuat wajahnya tidak berseri lagi, dia benci dengan dirinya yang begitu mudah terbudai oleh kata-kata Lian, seakan ada sihir disetiap ucapannya.
"Kelinci Bodoh!"
Risa menoleh dan memberikan pukulan pada Lian, pria itu berani memanggilnya 'kelinci bodoh' di hadapan Kevin, hal itu bisa memicu Kevin untuk melakukannya.
"Berhenti memanggil seperti itu Lian!"
Lian tertawa, dia mengakhiri pertengkaran itu setelah sadar jika sudah melewati batasan, ada Kevin diantara dirinya dan Risa, tidak baik mengatakan hal yang bisa anak kecil itu ikuti. "Baiklah, maafkan aku."