Seramai apapun keadaannya, jika tak ada Chandra disitu tetaplah aku merasa kesepian. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja.
Malam itu yang menonton pentas teater lumayan ramai. Penontonnya bukan hanya berasal dari mahasiswa kampus, namun juga masyarakat sekitar kampus.
Fahri juga tak nampak dalam keramaian penonton. Hanya ada Aku, Diyan dan Kak Rima yang akhirnya menonton. Kami juga mewakili organisasi senat, karena yang lainnya tidak bisa datang. Namun Rani menyusul kami agak malam, karena dia beralasan sedang diajak pergi bersama pacarnya.
Hingga pukul 21.00 acara tersebut selesai, beruntung acaranya tidak membosankan. Sebuah persembahan acara dari organisasi teater yang menakjubkan.
Akhirnya aku pulang ke kosan, sedangkan Diyan dan Kak Rima pulang ke rumah masing-masing.
Lelah rasanya hari itu, karena sejak siang sudah diajak Diyan mengelilingi seisi mall. Sampai telapak kaki berasa linu, mungkin besok waktunya istirahat.
Namun sebelum tidur, aku merendam pakaian kotor untuk aku cuci besok pagi. Biasa namanya juga anak kos-kosan, setiap akhir pekan pakaian kotornya sudah menumpuk dipojokkan kamar.
Sejak menjadi anak kos, aku sudah terbiasa mencuci pakaian sendiri. Makan di warteg atau kadang makan kerupuk dengan nasi.
Aku hanya bisa bersyukur dengan keadaanku seperti ini. Jauh dari orang tua dan belajar hidup mandiri dengan kesederhanaan. Aku harus bisa melewati masa-masa sulit ini dengan baik.
Salah satu motivasi aku untuk tetap menjadi lebih baik adalah ketika aku telah mengenal Chandra. Meskipun selama itu aku mencintainya dalam diam, aku terus berusaha memperbaiki diri. Mungkin bukan fisik yang aku perbaiki, namun sedikit demi sedikit sikap yang aku perbaiki.
Pernah suatu saat Chandra secara intens bertanya soal kehidupanku, walaupun hanya beberapa pertanyaan saja yang dia lontarkan kepadaku. Bisa terbilang itu hanya pertanyaan basa-basi biasa saja, karena sejauh ini Chandra mengenalku di lingkungan kampus namun tak mengetahui kehidupan asli. Dia hanya bertanya dari mana asalku, lalu pertanyaannya lainnya.
Saat itu aku senang, karena sikapnya yang tak berjarak kepadaku. Walaupun dia tahu aku pernah menyukainya, namun dia tak menjaga jarak kepadaku. Disitulah sisi baik yang aku kenal darinya, dia bukan cowok judes ataupun angkuh seperti yang aku fikir sebelumnya.
Semakin aku mengikhlaskan, Allah semakin sering mempertemukan aku dengan Chandra. Namun jika berharap bisa lebih dekat seperti chattingan atau ngobrol berdua, tentu aku masih sangat payah menghadapinya. Namun jika setiap hari dia berada disekitar aku dan teman-teman lainnya, mungkin hal itu akan lebih baik.
Seperti malam itu aku berharap dia ada diantara aku dan teman-teman untuk menonton pentas teater, namun malam itu dia tak nampak. Akhirnya aku hanya bisa memikirkan dia, sedangkan hati ini digelayuti rindu.
Fahri yang biasanya menghibur, malam itu juga tak nampak. Fahri memang tak bisa selalu ada saat aku butuh, karena aku juga harus mengerti dia punya kehidupan lainnya. Apalagi aku dan Fahri hanya sebatas sahabat, jangan berharap dia memprioritaskan aku hanya untuk sekedar menemani.
Namun hal yang tidak diketahui oleh Fahri adalah aku menyukai Chandra. Jangan sampai dia mengetahui, karena bisa habis-habisan aku diejek olehnya. Karena memang Fahri dan Chandra sudah mulai akrab sejak kepanitiaan ospek dan basket.
Aku mengira sebelumnya, kalau Fahri mengetahui gosip diluar sana. Namun ternyata dia tak mengetahuinya sama sekali. Bukan karena aku menutupi, namun biarkan itu menjadi urusan pribadiku. Demi menjaga hubungan pertemanan agar semua baik-baik saja.
***
Beberapa waktu kemudian, acara lepas jabatan ketua organisasi basket dan pemilihan ketua baru dilaksanakan. Tentu aku kembali berpartisipasi dalam acara tersebut. Saat itu aku mungkin telah resmi menjadi bagian dari anggota organisasi basket.
Calon-calon yang dipilih menjadi ketua organisasi, salah satunya adalah Chandra. Dia yang pernah mengatakan tak mau jadi ketua, hari itu tampak berorasi dihadapan semua anggota serta senior. Dia menyebutkan visi misinya menjadi calon ketua, namun ada salah satu slogan "Jangan pilih saya" . Seperti dengan keadaan terpaksa dia mencalonkan diri.
Alasannya memang dia belum siap mengemban tanggung jawab menjadi ketua, karena dia takut tak bisa mengurus organisasi tersebut secara baik.
Namun hasil voting berkata lain, dia malah unggul dalam voting. Sontak dia kaget seperti tak percaya diri. Sudah digariskan dia menjadi ketua organisasi basket periode selanjutnya.
Tepuk tangan meriah dari anggota dan senior ketika dia dipanggil ke depan untuk memberikan sambutan.
Aku juga diam-diam ikut memilih Chandra, karena hanya dia yang selama itu mampu menjalani acara demi acara diorganisasi dengan baik. Berkali-kali setiap ada acara dia selalu bertanggung jawab dan bijak dalam mengambil keputusan. Entahlah mungkin itu salah satu kekagumanku padanya. Bukan cuma aku yang menilai seperti itu, yang lainnya juga.
Akhirnya dia resmi menjadi ketua, selanjutnya dia akan merancang keanggotaan dan kegiatan yang akan dilaksanakan selama periode itu.
Aku memberikan selamat kepadanya secara langsung.
"Ciee Chandra selamat yaa jadi ketua"
Dengan wajah yang lesu dia menjawab.
"Iya makasih yaa, udah milih gue"
"Emang lu yang pantas jadi ketua kok"
"Ah, padahal gue biasa aja"
"Hahaha suka merendah gitu"
"Bantuin gue ya jalanin program setahun kedepan"
"Oke siap"
"Makasih yaa"
"Sama-sama"
Dalam hatiku berkata "Gue selalu support lu kok tenang aja" berharap selalu ada saat dia butuh dan saling membantu. Karena aku tahu, dia memang membutuhkan teman-teman lainnya.
***
Kegiatan kampus sepertinya sedang tak padat, aku izin untuk pergi ke luar kota selama beberapa hari. Sebelum aku pulang, usai pulang kuliah aku bertemu Chandra dan temannya dijalan. Kemudian Chandra menyapaku.
"Hay Zee, mau kemana?"
"Mau pulang nih"
"Lu mau pulang kampung?"
"Iya Chandra, tapi gue mau ke luar kota juga sih"
"Jauh amat, mau ngapain?"
"Berkunjung ke rumah saudara aja, bentar lah"
"Yahh, ga ada dikampus dong? Berapa hari disana?"
"Belum tau deh berapa hari, maaf kalo gue ga bisa gabung organisasi dulu ya"
"Ehh iya gapapa, hati-hati yaa biar bisa balik kesini lagi"
"Iya Chandra, gue pamit ya"
"Oke zee, hati-hati"
Aku membalasnya dengan senyuman, lalu aku menyebrangi jalan untuk naik ke sebuah minibus yang sedang berhenti. Lalu mobil tersebut melaju, meninggalkan tempat yang akan ku rindukan selama beberapa hari kedepan. Bukan hanya tempatnya namun orang yang terakhir aku temui disana. Sebelumnya aku telah pamit juga kepada teman-teman organisasi senat. Aku pasti akan merindukan mereka, meskipun hanya beberapa hari saja aku pergi.
Tak lupa aku pamit kepada Fahri, namun hari itu dia sedang tidak berada di kampus. Pamit lewat BBM saja, setidaknya dia tak akan bingung mencari keberadaan aku.
"Bang, gue pamit pergi beberapa hari. Jangan nyariin gue yaa"
"Kemana lu? ikut dong gue"
"Ke luar kota bang, jauh pokonya"
"Gue ga diajak nih?"
"Kaga muat mobilnya"
"Oh gitu, ya udah pulang bawa oleh-oleh buat gue"
"Kalo inget ya, gue bawain"
"Harus inget lah"
"Iya"
"Hati-hati"
"Siap"
Balasan singkat dari Fahri, kenapa aku merasa Fahri telah berubah. Biasanya sikap dia berlebihan dan aneh ketika mendengar aku pergi. Mungkin saat itu dia sedang dekat dengan cewek atau bahkan sudah memiliki pacar, namun aku berusaha untuk tidak mencampuri urusannya.
Perjalanan menuju tempat yang aku tuju begitu melelahkan, namun aku beruntung bisa melihat betapa luasnya Indonesia. Aku dan Keluargaku diberikan kesempatan untuk berkunjung ke rumah saudara diluar kota, untuk menjalin silaturahmi. Karena momen seperti itu tidak dilakukan setiap tahun, makanya aku bersedia untuk ikut dan meninggalkan segala aktifitas di kampus. Walaupun aku harus merindukan seseorang dan teman-teman lainnya.