Dari sekian banyak kejadian dan hari-hari indah yang aku lewati bersama Chandra, perasaanku tetaplah sama. Belum ada yang berubah sedikitpun, masih menjadi seseorang yang mengaguminya. Tak banyak orang yang tahu, sekalipun teman terdekatku. Karena memang aku telah berkata ingin melupakannya, tapi hati tak pernah mampu. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena perasaan suka juga tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Chandra mana tahu perasaanku sebenarnya, karena dia menganggap sikapku sudah biasa saja. Biasa saja bukan berarti tak menyimpan sebuah perasaan kan?
Karena aku ingin menunjukkan sikap kedewasaanku, ketika aku berhadapan dengannya aku harus menganggap dia layaknya teman biasa. Tidak seperti ada masalah atau sedang terjadi sesuatu antara aku dan dia.
Hari itu Diyan mengajakku ke Mall, rencananya aku mau mampir ke toko buku. Namun saat ketemuan dikampus, tiba-tiba ada Fahri.
Lalu Fahri menghampiri aku yang tengah siap-siap untuk naik motor dan memakai helm.
"Woy mau pada kemana?"
"Jalan-jalan lah"
"Ikut dong...."
"Iiih apasih, ga boleh bonceng bertiga"
"Lagian siapa yang mau ngebonceng, ya udah gue naik angkot aja"
"Hah? Ya udah kalo gitu, ketemu aja nanti disana"
"Oke deh"
Ternyata Fahri ingin ikut dengan kami, namun dia harus naik angkot untuk menuju ke Mall.
Sesampainya di Mall, aku dan Diyan menaiki lift beberapa lantai untuk menuju toko buku yang ada dilantai tiga gedung tersebut.
Aku teringat untuk menghubungi Fahri, yang entah dimana keberadaannya setelah kami berpisah dikampus beberapa saat lalu. Apa mungkin dia masih berada di dalam angkot?
"Tuuuttt tuttt..." suara dering telepon menunggu respon.
"Iya haloo? kenapa?"
"Lu udah sampe Mall belom?"
"Udah, nih gue lagi mampir di toko sepatu"
"Oh ya udah, ketemu di toko buku aja ya kita"
"Halah sok-sokan lu ke toko buku"
"Yee, biarin aja. Daaahhh"
Lalu aku mematikan teleponnya, karena sudah tahu Fahri berada dimana.
Sesampainya di toko buku, dengan sigapnya aku menuju rak-rak berisi novel.
"Diyann... nanti kalo mau cari aku disini ya" sambil menunjuk tempat rak buku novel.
"Sippp" Jawab Diyan dengan santai.
Mataku terbelalak ketika melihat buku-buku yang tertata rapih di rak, serta sampul buku yang bagus dan menarik itu.
Ku jatuhkan pilihanku saat melihat buku berjudul "Hatiku berhenti di kamu" dengan sampul berwarna biru dan gambar yang menarik.
Ketika membaca sinopsisnya, hatiku terasa terenyuh seketika. Karena sekilas kisah dalam buku tersebut adalah kisah seorang perempuan yang sedang dilanda patah hati.
Aku berniat untuk membelinya, namun hal pertama yang ku lihat sebelum membeli adalah harga dari buku tersebut. Karena aku adalah anak kosan, jadi semua hal yang ku beli harus dalam batas wajar. Agar akhir bulan nanti aku masih bisa makan.
Ada beberapa pilihan buku lain yang membuatku galau untuk membelinya, karena jika mengikuti ego pasti aku ingin semua buku itu. Tapi kondisi keuanganku saat itu, memaksakan aku harus membeli satu buku saja.
Akhirnya buku "Aku berhenti di kamu" tersebut aku beli. Sedari tadi aku sudah mendekap buku itu, karena takut jika terjatuh.
Saat aku sedang asik pindah ke rak lainnya, tiba-tiba datang seseorang yang menutup mataku dari belakang. Sehingga aku spontan berteriak, walau dengan volume yang tidak terlalu tinggi.
"Eeehh siapa sih ini?" sambil memegang tangan seseorang yang menutup mataku.
Namun tak ada respon malah diam saja. Sebenarnya aku tahu kalau seseorang itu adalah Fahri.
"Woy engap nih gue, buka laah"
Lalu Fahri melepaskan tangannya yang menutup mataku.
"Hahahaha kena lu"
"Huuhh, apaan si lu dah kayak penculik aja nutup mata gue"
"Siapa yang mau culik lu, soalnya lu tuh makannya banyakkk"
"Yee ngaco, lu tuh yang makannya banyak"
"Lu ngapain disini?" tanya Fahri heran.
"Baca buku lah, masa maen time zone"
"Sok banget, emang bakalan lu baca itu buku"
"Dibaca dooongg,, tapi kalo sempet"
"Ye kali secara kan lu sibuk dikampus"
"Gue bisa baca disela-sela waktu sibuk gue lah"
"Mana sini gue liat buku apaan?" sambil merebut buku itu dan dekapanku.
"Kalem dong, ga usah direbut"
"Ya ampun Zee... ini mah novel, lu kok baca ginian sih"
"Lah emang kenapaaa???"
"Kayak bocah galau lu Zee, apaan lagi nih judulnya juga galau"
"Biarin dong suka-suka gue, emang lu mau bayarin?"
"Yee sia-sia duit gue bayarin novel lu mah.. Dahlah taro lagi, entar lu tambah galau kalo baca itu"
"Iiih kok lu jahat sih, pokonya gue mau beli buku itu"
"Emang lu lagi galau ya Zee? "
"Kepo banget lu, dah ah gue mau nyamperin si Diyan" Lalu aku pergi meninggalkan fahri.
"Zee...." seketika Fahri memanggilku dengan nada yang serius. Aku pun. berhenti spontan mendengar panggilannya.
"Apa lagi?" jawabku.
"Serius nih gue nanya sama lu"
"Nanya apaan sih?"
"Kalo lu galau, kan lu bisa cerita sama gue. Ga usah sungkan, gue kan cees lu"
"Dih lagian siapa yang galau? Gue ga galau tau"
"Ya udah terserah lu, kalo emang lu ga galau. Tapi gue udah nawarin diri yee biar lu cerita"
"Sok perduli ni bocah" lalu aku tinggalkan Fahri sendiri.
Memang terlalu berlebihan sikap Fahri kepadaku. Walaupun aku tahu dia hanya ingin membuat aku kebawa perasaan, karena dia melarang aku membeli novel tersebut.
Sedari tadi aku berpisah dengan Diyan, entah dia berada di rak buku sebelah mana. Aku juga tak tahu Diyan menyukai jenis buku apa. Namun yang aku ketahui, Diyan menyukai beberapa buku mengenai filosofi. Akhirnya aku menghampirinya di rak buku tersebut.
Benar saja ada Diyan disitu, sedang fokus membaca sebuah buku.
"Ee...eehh ibu Diyan fokus amat bacanya" sambil menepuk bahu Diyan.
"Lah kamu dah selesai zee?"
"Udah, ada si Fahri tuh rese"
"Mana dia?" sambil menengok ke arah belakangku.
"Lah ga tau dia nyangkut dimana"
"emang udah nemu buku yang mau dibeli?"
"Udah nih, menurut kamu bagus ga?"
"Hmmm bagus kok"
"Sip lah"
"Ya udah kalo gitu kita ke kasir"
"Kamu jadi beli apa?"
"Engga beli, aku cuma baca-baca aja hehehe"
"Ya ampun, aku doang nih yang beli buku"
"Iya gapapa, kan emang aku mau nganter kamu aja haha"
"Yeee"
Sudah hampir satu jam aku berada di toko buku. Akhirnya aku membayar novel tersebut. Setelah membayar bukunya, aku berniat mencari Fahri. Namun terlihat Fahri sedang duduk santai di sebuah kurus panjang.
"Zee.. itu tuh si Fahri"
"Iya bener... panggilin coba"
"Fahri....." ucap Diyan.
Lalu dia menengok ke arah kami dan bergegas menghampiri.
"Udah pada selesai belanja bukunya?" tanya Fahri.
"Udah nih"
"Ya udah kemana lagi sekarang?"
"Makan" jawab Diyan.
"Makan diluar Mall aja" jawab Fahri.
"Nah betul" jawabku.
"Okelah gue ikut aja"
Alasan kami makan diluar Mall karena keuangan kami terbatas, ditambah lagi aku habis membeli buku.
Akhirnya kami sampai diwarung bakso dan memesan baksonya, lalu duduk dikursi pojok.
"Zee.. masih ada duit ga?"
"Alhamdulillah masih" jawabku.
"Ye kali, lu kan abis beli buku besok ga bisa makan" celetuk Fahri.
"Jangan sampe atuh" gumamku.
"Kan ada lu Fahri?" ucap Diyan.
"Yee gue kan senasib sama si Zee, sama-sama anak kosan. Gue bisa apa coba?"
"Bisa merapel makan siang menjadi makan malam hahaha" Ucapku.
"Nah, kalo itu sih bisa. Udah kebiasaan"
"Kok ngenes banget ya hidup kita"
"Santay selagi masih ada warung yang bisa di kasbon"
"Hahaha "
Aku dan lainnya berbincang sambil menunggu pesanan bakso datang, akhirnya yang ditunggu-tunggu sudah datang.
Selama makan kami tak tak ada percakapan, karena kami menikmati bakso tersebut. Atau mungkin karena perut yang sedari tadi sudah keroncongan membuat kami tak berhenti untuk makan.
Selesai makan dan pulang dari warung bakso, aku dan Diyan pergi menuju kampus. Namun Fahri tak ikut pulang bersama kami, karena dia beralasan ingin mampir ke rumah temannya.
"Sorry gue ga bisa pulang bareng kalian gaes" ucap Fahri.
"Oh mau kemana emangnya lu?" tanyaku.
"Ada deh, ga usah kepo"
"Woo... hati-hati entar diculik tante-tante"
"Gapapa, orang ganteng bebas"
"Ueeekkk" jawabku.
"Dahlah... Oya Zee gue pesen, lu ga usah galau "
"Galau kenapa? Lu mau bahas buku gue lagi?"
"Iya, itu buku ngapain lu beli coba?"
"Biarin, suka-suka gue"
"Huhh... Diyan jagain temen gue, kalo dia galau cubit aja pipinya"
"Hahaa galau kenapa Zee?"
"Dahlah, jangan diladenin si Fahri" ucapku.
"Entar malam pulang ke kosan dia galau dipojokan kamar pasti"
"Fahriiii... udah sana lu pergi aja, lama-lama gue plester mulut lu"
"Eeehhh orang galau suka begitu, emang hatinya sensitif"
"Iiiihhhh fahriiii" tanganku ingin memukul Fahri namun tak sampai.
"Daaahhh" lalu Fahri pergi secepat kilat.
Sepulangnya dari Mall, aku sampai di kampus lagi.
Siang itu suasana kampus di hari sabtu memang lumayan sepi, tapi kalau menjelang malam pasti akan ramai kembali. Apalagi nanti malam ada acara pentas teater dikampus.
"Zee.. ntar malam kita nonton pentas teater yuk" ajak Diyan.
"Ayo aja aku mah... kalo si Rani bisa kesini ga ntar malam?"
"Coba deh aku chat dulu"
"Oke"
Saat itu aku sedang duduk santai dengan Diyan dibawah sebuah meja payung dekat kantin kampus kami. Tempat itu biasanya ramai dengan mahasiswa lainnya, termasuk aku dan teman-teman yang betah berlama-lama dikampus. Jika bosan berada diruang senat, biasanya aku lebih memilih nongkrong ditempat tersebut.
Tak lama kemudian datang kak Rima dan menyapa kami.
"Oalahhh ternyata kalian disini, udah dari tadi ya?" sapa kak Rima.
"Ehh kak Rima, engga kok kita baru aja sampe" jawabku.
"Ooh.... emang dari mana kalian?"
"Abis cuci mata kak hahaha" jawab Diyan.
"Wahh, kok ga ngajak-ngajak sih"
"Maaf kak, lagian kita perginya aja dadakan" Jawabku.
"Iya kak, ga direncanakan sama sekali yakan?" jawab Diyan.
"Hmmm gitu...Oya Rani mana?" tanya kak rima.
"Dia masih dirumah, ga tau dia bisa kesini apa engga" jawabku.
"Yah, sepi dong ga ada Rani. Oya denger-denger entar malam ada pentas teater, bener ga?"
"Bener kok, nonton ya kak" tegas Diyan.
"Pengennya sih nonton, tapi liat entar deh"
"Loh kenapa kak, emang mau malam mingguan ya" tanyaku.
"Ciie kak Rima, mau malam mingguan" kata Diyan.
"Ah kalian bisa aja, engga kok.... Soalnya mama aku tuh ngajak kondangan, tapi aku males."
"Kondangan ke siapa kak?" tanya aku lagi.
"Ke nikahan saudara, kalian tau sendiri kan kalo udah kumpul keluarga gimana rasanya"
"Oke oke paham hahaha" Tegasku.
"Rasa apa kak? stroberi atau coklat" jawab Diyan nyeleneh.
"Iiih apasih kamu, segala rasa stroberi, coklat, emangnya martabak" kata kak Rima.
"Hehehe... aku ga paham soalnya kak, kan masih polos" jawab Diyan.
"Huuuhh dasar Diyan"
Malam Minggu adalah hari yang biasa saja bagi seorang jomblowati seperti aku dan teman-teman lain. Aku tahu bahwa Diyan dan kak Rima, bernasib sama sepertiku. Masih butuh seorang teman untuk menemani kemanapun. Berbeda dengan Rani yang saat itu sudah memiliki kekasih. Kekasihnya adalah senior kami dikampus. Jadi tak heran jika malam Minggu ini Rani lebih memilih pergi dengan kekasihnya, dibanding berkumpul dengan aku dan lainnya.
Walaupun aku seorang jomblo dan perasaan aku terhadap Chandra masih begitu saja. Aku sih selalu berharap ada Chandra dalam pantauanku. Seperti malam itu, aku berharap Chandra datang menonton pentas. Namun sepertinya hari ini Chandra belum kelihatan dikampus.
"Dimana ya kira-kira Chandra? " gumamku.
Biasanya dia selalu ke kampus untuk main game online bersama teman-temannya, namun hari ini tak ada tanda-tanda dia dikampus.
Alih-alih ingin melupakannya, tapi aku malah tetap memikirkannya. Aku tak tahu malam Minggu itu dia berada dimana, dengan siapa, dan sedang berbuat apa? Seperti lagu Yolanda saja.
Huhh..
Ramai namun tetap terasa sepi, akhirnya aku melewati malam itu dengan teman-teman. Menikmati indahnya malam Minggu dikampus sambil ditemani hiburan sebuah teater. Tak mengapa, justru adanya hiburan itu bisa membuatku merasa aman bersembunyi dibalik perasaan gelisah.
Aku tak pernah tahu kapan aku bisa melewati malam Minggu bersama seorang yang aku sukai. Malam pun semakin larut, namun belum ada jawaban dimana dia berada.