Chereads / You Belong With Me. / Chapter 3 - Closer

Chapter 3 - Closer

Clara berencana makan siang bersama Paul setelah mata kuliah keduanya. Selain mereka berdua, Clara juga mengajak Amanda yang kebetulan restoran yang dipilihnya adalah pemilik sekaligus kepala chefnya adalah kakak laki-laki Amanda.

"Clara, kau mau join ke pesta ulang tahun Eres malam ini?" tanya Leo, teman kampus sekaligus teman sekelas Clara hari ini dalam satu mata kuliah.

"Aku tidak bisa. Pamanku datang dari Inggris dan kami berencana jalan bersama," balas Clara dengan raut wajah menyesal.

Eres tersenyum. "Itu sangat manis. Pamanku malah jarang mengajakku atau adik perempuanku keluar bersama."

"Ya, dia sangat baik padaku," ujar Clara kemudian memakai tas ranselnya setelah memasukkan semua buku-bukunya.

"Aku duluan ya Eres."

Tepat setelah Clara keluar dari kelas, ia mendapat telepon dari Paul yang sudah berada di John F Kennedy Memorial Park yang berada di depan Sungai Charles. Segera ia berjalan menuju ke sana yang jaraknya tidak terlalu jauh.

Dari jauhan mata Clara membulat begitu melihat Amanda melambaikan tangan, duduk bersebelahan dengan Paul di taman tersebut.

Amanda dan Paul telah saling mengenal sejak Clara pernah membawa Amanda ke Inggris untuk liburan pada libur semester tahun pertama.

"Bagaimana kau sudah ada di sini?" tanya Clara membuat Amanda cekikikan.

Paul berdiri menghadap Clara. "Aku tadinya ingin langsung menemuimu di fakultasmu, tapi saat melewati taman ini Amanda dan teman-temannya berada di sini."

Amanda menganggukkan kepalanya. "Benar, jadi aku saran ke Paul agar menunggumu di sini saja."

"Bisa kita berangkat sekarang?" tanya Paul membuat Clara saling melempar pandangan ke Amanda, lalu mengangguk pelan.

Paul mengendarai Range Rover Evoque dengan Clara duduk di sampingnya. Sedangkan Amanda duduk di belakang.

"Kau tahu Clara, banyak dari teman fakultasku yang meminta berkenalan dengan Paul tadi," ujar Amanda mencondongkan badan ke depan.

Clara menoleh kepada Paul. "Benarkah?"

"Tentu saja, dibandingkan kekasih mereka, tentu Paul sangat jauh di atas," balas Amanda tidak memungkiri pesona seorang Paul.

Paul yang telah menginjak usia tiga puluh lima tahun seolah menjadi pujaan wanita yang mulai beranjak dewasa seperti kalangan mahasiswi. Apalagi saat ini Paul hanya mengenakan kaus oblong yang ditutupi jaket kulit, celana jeans serta sepatu boot yang membuatnya tampak begitu gagah.

"Kurasa Paul tidak akan cocok," balas Clara sambil terkekeh.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Paul melirik sekilas Clara.

"Ayolah Paman, kau lebih cocok dengan wanita karir yang cantik, dewasa dan juga pintar," balas Clara sambil memuji.

Amanda mengangguk setuju. "Ya benar. Apa begitu kriteriamu Paman Paul?"

Paul terdiam sejenak, lalu mengulum senyum tipis. "Aku juga bisa menyukai seorang mahasiswi."

Ucapan Paul membuat Clara terkejut. Ia bahkan menyampingkan tubuhnya untuk menatap Paul lebih jelas, lalu tertawa keras.

Restoran milik kakak laki-laki Amanda berada di Kota New York, sehingga Paul menuju bandara bersama Clara dan Amanda untuk naik helikopter milik Red Venom dari Kota Boston menuju Kota New York.

Amanda yang telah mengetahui identitas Clara sebagai bagian dari keluarga Red Venom selalu merasa takjub bahwa hanya untuk makan siang, anggota keluarga itu terbang dengan memakai helikopter. Karena apabila ditempuh dengan mobil maka bisa memakan waktu hingga empat jam lamanya.

*

Alex menyeka keringatnya setelah mempersiapkan segala menu untuk makan siang. Ia beralih menatap layar ponselnya di mana adik perempuannya meneleponnya pagi-pagi untuk mengabarinya bahwa temannya ingin berkunjung bersama pamannya.

Alex kemudian menelepon seseorang yang mungkin sekarang juga sedang istirahat bekerja.

"Halo," suara laki-laki langsung masuk ke ponsel Alex.

"Kau di mana sekarang?" tanya Alex terburu-buru.

"Tentu saja di kantor. Ada apa?"

Alex mengatur napas, lalu berkata, "Ke sinilah sekarang, ada hal penting."

Setelah mengatakan itu Alex langsung memutus panggilan, karena ia tidak ingin Hazel yang diteleponnya tadi itu akan bertanya macam-macam dan batal datang sehingga rencananya bisa kacau.

Tepat pukul satu siang Amanda telah sampai di Restoran Quiro bersama Paul dan Clara. Mengetahui hal tersebut Alex langsung mengarahkan ketiga menuju lantai dua yang memang sengaja tidak diisi oleh pengunjung. Itupun adalah permintaan khusus Amanda yang ingin Paul yang pertama kali makan di restoran tersebut merasa nyaman.

"Arsitekturnya sangat kontemporer dan klasik," puji Paul begitu Alex datang bersama pelayan membawa hidangan.

Alex melempar senyum. "Salah satu teman baikku yang membantuku mencari arsitek yang juga merancang rumahnya."

"Silakan dinikmati," ujar Alex ramah, lalu melirik Amanda yang juga berada di meja tersebut.

"Terima kasih Alex. Aku sangat merindukan masakanmu," balas Clara sambil tersenyum lebar.

"Ini sangat lezat, tidak rugi terbang ke sini untuk memakannya," puji Paul sambil menunjuk salah satu hidangan yang masuk ke mulutnya.

Clara menoleh. "Apa kubilang Paman tidak akan kecewa datang ke sini."

Alex tertawa bahagia. "Terima kasih, karena puas dengan hidangan saya."

Seorang pelayan datang dna berbisik pelan kepada Alex, membuat lelaki itu mengangguk mengerti.

"Aku harus pergi sebentar untuk menemui pengunjung lain," pamit Alex mendapat anggukan kepala dari Paul dan Clara, sedangkan Amanda hanya memandang datar kakak laki-lakinya itu.

Amanda kenal jelas wajah ramah Alex yang jarang ditunjukkan kepadanya. Bisa dikatakan mereka berdua seperti Tom and Jerry jika bertemu.

Setelah menikmati hidangan utama, pelayan kemudian datang membawa makanan penutup. Namun tepat setelah itu Amanda melihat Alex datang bersama Hazel naik ke lantai dua, tetapi arahnya menuju balkon.

"Hazel?" seru Amanda tanpa sadar.

Paul mengikuti arah pandang Amanda dan menemukan sosok Hazel yang memakai setelan kerja sedang berjalan dengan anggun, namun tegas menuju balkon. Ia tentu mengenali Hazel, lelaki yang disebut Grace akan dijodohkan dengan Clara. Untung saja Clara belum mendengar kabar tersebut.

"Bukankah lelaki itu adalah pendiri perusahaan Theus?" ujar Clara melirik sekilas ke arah Hazel yang berjalan di belakang Alex.

Baru saja Paul ingin mengalihkan perhatian Clara, namun perempuan itu sudah bersuara.

"Kau mengenalnya?" tanya Amanda dengan raut wajah penasaran.

Clara tertawa kecil. "Bagaimana mungkin tidak. Salah satu dosen mata kuliahku pernah membahasnya sebagai salah satu pebisnis muda yang sukses." Namun setelah mengucapkan hal tersebut, ia mengernyit menatap Amanda. "Terus kenapa sepertinya Alex mengenalnya?"

Amanda tersenyum lebar. "Karena dia adalah sahabat dekat Alex."

Ucapan Amanda membuat Clara cukup terkejut. Meski mengetahui keluarga Amanda yang juga berlatar belakang pebisnis, tetapi tidak menyangka akan mengenal Hazel yang diketahuinya memenangkan penghargaan tahun lalu sebagai pebisnis muda tersukses di New York.

Paul tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Apalagi ditambah bahwa Clara sudah tahu tentang seorang Hazel. Kemungkinan kedua orang tersebut bertemu dan mengenal sebelum tahap pembicaraan tentang perjodohan sangat besar.

*

Hazel menatap datar Alex yang kini duduk di hadapannya. Seorang pelayan kemudian membawa sejumlah hidangan dan meletakkannya di atas meja.

"Jadi kau memanggilku ke sini hanya untuk mencicipi menu terbarumu?" tanya Hazel mengulangi jawaban yang dilontarkan oleh Alex tadi.

Alex mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. "Lagipula sekarang kan jam makan siang."

Hazel menghela napas. "Aku mengira hal hal lain. Setelah ini aku ada rapat penting."

Alex tidak bisa, tidak merasa gelisah. Ia sebenarnya ingin memberitahu soal keberadaan Clara yang juga berada di restoran, tetapi dirinya takut bahwa Hazel akan murka apabila tahu bahwa alasannya memanggil lelaki itu hanya untuk itu. Apalagi dilihatnya Hazel mulai mencicipi hidangan yang sevenarnya baru akan dia perkenalkan bulan depan.

"Kau tidak sibuk melayani tamu?" tanya Hazel mengernyitkan dahi mengingat Alex telah duduk dari pertama kali ia datang sampai setelah makan seperti sekarang.

Alex tersenyum kikuk. "Aku membatasi lantai dua, sehingga Co-Chef yang mengambil alih lantai satu."

Hazel menganggukkan kepalanya mengerti. Ia kemudian bangkit berdiri membuat Alex ikut bangkit dengan raut wajah terkejut.

"Kau sudah mau pergi?" tanya Alex mulai panik. Menimang-nimang, apakah dirinya harus mengatakan maksud sebenarnya memanggil lelaki itu atau tidak usah?

Hazel menggeleng pelan. "Aku mau ke toilet. Berikan aku makanan penutup hang manis, aku memerlukan glukosa untuk rapat nanti."

Alex mengangguk dengan cepat. Ia kemudian punggung Hazel yang mulai masuk kembali untuk menuju lantai satu, di mana toilet berada.

Hazel berjalan dengan cepat, mengingat dirinya harus kembali satu jam lagi. Namun ketika sudah akan masuk toilet seorang wanita berpakaian terbuka mendatanginya.

"Hello," sapa wanita itu.

Hazel menatap dingin ke arah wanita yang memiliki riasan tebal. "Ada apa?"

Wanita itu terkejut. "Kau Hazel bukan? Pendiri sekaligus pemilik Theus."

Hazel memalingkan wajah, melanjutkan gerak langkah kakinya sambil berkata, "Kau bisa membacanya dengan jelas di internet," ujarnya berlalu.

Wanita itu melototkan matanya, menatap punggung Hazel yang sudah masuk ke dalam lorong menuju toilet berada.

"Dia sangat kasar, tapi tampan."

Hazel mencuci tangannya sambil bercermin. Ia merasa sedikit kesal harus jauh datang-datang ke mari hanya untuk mencicipi eksperimen Alex di dapur dan dicegat oleh wanita menor yang jelas ingin berkenalan dengannya.

Hazel keluar dari toilet dengan langkah terburu-buru sambil melirik jam tangannya. Takut akan terlambat menuju ruang rapat, ia tidak suka sikap yang tidak profesional.

"Apakah benar bahwa kau tidak pernah memakai perasaan dalam berbisnis?"

Ucapan seseorang dari belakang membuat Hazel berbalik. Ia tentu familier dengan kalimat tersebut, karena kalimat tersebut keluar dari bibirnya pada saat memenangkan penghargaan tahun lalu. Dilihatnya seorang wanita yang memakai pakaian kasual berjalan mendekatinya, ia bisa menebak bahwa usia wanita itu baru menginjak awal dua puluhan.

"Hazel Orlando Theus," ucap Clara mengeja nama lengkap Hazel.

"Aku tidak bermaksud menggodamu. Hanya saja salah satu dosenku mata kuliahku begitu mengagungkanmu sehingga kami harus membaca biografimu," ujar Clara dengan sigap tidak ingin Hazel memandangnya seperti wanita yang tadi dilihatnya sebelum masuk toilet terlihat seperti ingin menggoda Hazel.

Clara kembali berjalan melewati Hazel usai mengatakan hal tersebut. Ia yakin Paul dan Amanda sedang menunggu.

"Jika kau menggunakan perasaanmu, maka kau akan selalu takut mengambil risiko dan tantangan," jawab Hazel membuat Clara berbalik.

Mata keduanya kemudian bertemu. Hazel bisa melihat senyum tipis dari Clara yang kemudian kembali berjalan pergi. Sedangkan Clara yang telah berjalan di atas tangga mengingat bagaimana tatapan tegas Hazel yang membuatnya mengerti bagaimana lelaki itu bisa sukses.

***