-- Part 1 --
[ " "Tak ada pilihan selain menguasai dunia baru!!" "
"Dan lain kali, mari mainkan sebuah Game."
"Lain kali... di atas papan yang lebih baik." ]
Shion dan Ruri mengingat dengan sempurna setiap kata yang telah mereka katakan padanya—yang telah mereka berdua nyatakan pada «esensi» yang menyebut dirinya sebagai Creator dari dunia lain. Dan mengingat kata-kata itu sekarang memberikan perasaan unik dalam otak Shion.
--- Udara yang menyebar di sekeliling ini seperti bau rumput dan tanah. Di atas kereta naga yang berjalan di tengah hutan, Shion dan Ruri terkunci dalam sel kotak kecil dengan 13 'budak yang lain'.
Tepat seperti bagaimana 'budak yang lain' itu disebutkan; budak Shion dan budak Ruri—setelah ditangkap di kota Vierris oleh penjual budak di sana saat ini dikurung dengan borgol kayu terpasang di pergelangan tangan mereka.
"I-itu...!!"
Pria itu mungkin tidak sedang mempercayai apa yang ia amati saat ini. Seorang pria paruh baya yang duduk di kursi kusir coba menajamkan fokus matanya pada beberapa «objek» melata di depan matanya.
"Pe-perhatian semuanya!! Para pengawal, siapkan senjata kalian!!" Di sampingnya, pria paruh baya lain berdiri dengan panik—melihat ke kanan dan kiri pada lusinan makhluk putih yang semakin, perlahan, mendekati kereta—Lima, enam.... tujuh—tidak, jumlah mereka mungkin sudah lebih dari 30.
Dan tanpa seorang pun sadari sudah mengelilingi kereta naga yang mereka tumpangi.
Para naga berdesis—menunjukan permusuhan, tapi lusinan makhluk putih itu mengabaikan mereka dan melewatinya begitu saja—seperti tidak tertarik pada mereka. Atau seperti keberadaan mereka bukanlah ancaman yang pantas untuk diperhitungkan.
Mereka sadar kalau diri mereka lebih kuat.
---Tidak, mereka sadar kalau mereka jauh lebih lemah ketika sendiri, tapi sekarang, tidak begitu.
"Ju-jumlahnya terlalu banyak untuk diatasi...." Seorang pengawal pria dengan pedang di tangannya mulai bicara.
Dia mungkin terlihat seperti manusia, tapi ada juga tipe demon seperti itu. Dengan pelindung dada dan beberapa potong armor di tangan dan pinggangnya, pengawal pria itu terus merokok sepanjang perjalanan.
-- Isteri dan anak perempuan imutku masih menungguku pulang di rumah. Tak peduli apa, aku harus selamat dan pulang; menikmati kebahagiaan duniawi sebelum kematian.
Dia pikir begitu.
Ekspresinya berubah pada tingkatan tertentu. Dia terlihat lebih menakutkan dari biasanya. Dengan jubah coklat yang menggantung di bagian luar pakaiannya, mata birunya dipenuhi tekad mematikan.
Teman perempuannya berdiri di sampingnya. Elf yang memakai jubah coklat lebih tebal dari jubah milik pria berpedang dan sebuah tongkat sihir yang dihiasi dengan permata merah di bagian ujungnya. Mengenakan jubah coklat dan tongkat tersebut membangkitkan kesan penyihir yang ada dalam cerita dongeng.
-- Tapi kalau begini... terus di sini hanya akan, sekali lagi—lahir tanpa sebuah arti, hidup dalam ketakutan, dan mati setelah menemukan sedikit kebahagiaan; itu konyol.
"Benar, tinggalkan keretanya! Kita harus meninggalkan keretanya sekarang! Melarikan diri dengan kereta sudah mustahil!"
Sang penyihir memberikan perintah.
--- Ke-13 budak dalam kereta naga mendapati diri mereka sedang menggigil ketakutan. Beberapa saling berpelukan untuk sedikit meringankan beban dan rasa takut satu sama lain; seperti, seorang anak dan ibunya, seorang adik dan kakaknya, atau seorang teman dan teman lainnya. Semua orang hanya terus berharap untuk keselamatan diri mereka sendiri dan orang-orang yang mereka sayangi.
----Selain seorang pria berpedang dan perempuan dengan tongkat sihir, ada seorang—tidak, seekor? Bukan, seseorang bertelinga dan berekor binatang... mungkin lebih tepat menggambarkannya. Membawa busur dan anak panah, ia mendorong pijakan kakinya untuk melompat ke atas kereta, berdiri di atas kandang budak yang ditutupi dengan kain putih besar, menembakkan anak panahnya 3, 4, 5 kali.
Gadis pemanah bertelinga kucing menembakkan anak panahnya dengan cepat dan tepat sasaran. Kemampuan memanahnya memang mengesankan. Tapi, mengabaikan apakah itu tepat mengenai mereka atau tidak, tak satu pun makhluk itu mendapati dampak dari tembakannya. Meski begitu, tangan kecil sang gadis tidak berhenti begitu saja. Belasan—tidak, lusinan anak panah ditembakkan sekaligus, seperti peluru yang tiba-tiba mengganda dengan sendirinya.
Akan tetapi, sayang sekali, tak satu pun dari mereka memberikan dampak pada target. Hingga si gadis bertelinga kucing menggertakkan giginya intens. Pijakannya tiba-tiba menjadi semakin kuat, dan 'terbakar'.
Tak lama kemudian, bunyi teriakan terdengar.
Suara berat dan seruan seperti itu... cuma satu orang yang mungkin. Dan orang itu sekarang memiliki wajah yang pucat.
Dengan kumpulan makhluk putih memojokkannya, menggigitnya bahkan menghisap darahnya, satu orang—pengawal pria yang memakai pedang, mati—meninggalkan semua orang dalam keadaan yang sama dengan yang ia alami sebelumnya. Meninggalkan, keluarganya; istri dan anak perempuan imutnya. Keinginannya, tekadnya, semua yang ia inginkan dan harapkan hancur begitu saja.
"Ti—tidak!! Tolong!" Giliran si perempuan ahli sihir berteriak. "Se-selamatkan aku!! Siapa saja!?"
Tapi, kumpulan makhluk putih telah mengubah target mereka. Dan satu lagi teriakan sudah cukup untuk mengakhiri kehidupannya.
----Lahir tanpa sebuah arti, hidup dalam ketakutan, dan mati setelah menemukan sedikit kebahagiaan. Gadis penyihir dan teman laki-lakinya pasti sudah melalui banyak hari yang berat bersama. Namun sekarang, kini, untuk mereka berdua keseharian itu kini telah berakhir. Apa yang tersisa hanyalah apa yang mereka tinggalkan untuk orang lain—hanya beberapa kenangan pahit dan manis tentang hari-hari kenangan itu, yang takkan pernah digantikan siapa pun...
Pedagang budak dan kusirnya mencoba yang terbaik untuk melarikan diri, tetapi kaki yang terus bergetar tidak membiarkan mereka lewat dengan mudah—dan kaki itu tiba-tiba berhenti. Tepat di belakang kereta naga, mereka berhenti, mata mereka membesar pada kumpulan monster yang telah mengelilingi kereta ini, tempat ini.
Mereka coba berpikir sekeras yang mereka bisa pikirkan, tapi semuanya sia-sia—mereka sudah kehabisan semua opsi. Dan pria paruh baya—sang kusir, yang berada beberapa langkah di depan pedagang budak mati 3 detik setelah hitung mundur dimulai.
-- Nah, kupikir, sudah waktunya untukku pergi.
Gadis bertelinga kucing yang masih ada di atas kandang budak berbalik, menguatkan pijakan kakinya dan akan melompat pergi setelah itu—tapi tiba-tiba pandangannya dialihkan oleh 'suara itu'—yang berasal tepat di bawah telapak kakinya—di dalam kandang milik pedagang budak.
Otak pedagang budak telah dipenuhi dengan bayangan mengeringan—membuat pikirannya kacau dan setelah itu... dia memegang kain putih besar yang menutupi kandang budak di atas kereta naga—hanya untuk memegangnya—tapi kain itu tiba-tiba robek.
Di dalamnya, cahaya menyinari setengah badan laki-laki berambut putih.
Namun dalam kegelapan di atasnya, yang seharusnya tidak terlihat apa pun---
---Sepasang mata emas bersinar.
«Atavism's characteristic»----Dia tersenyum liar.
"Nah, mari kita mulai pertunjukannya."