***
"mau sampai kapan kamu begini, Ran?"
pertanyaan mama beberapa jam yang lalu, kini selalu menghantuiku. setiap ku pejamkan kedua mata, bayangan wajah mama yang sudah menua membuat ku gelisah. usia mama yang kini hampir setengah abad, selalu menanyakan perihal jodoh terhadap ku. aku anak tunggal, wajar jika mama meminta ku untuk segera menikah. tapi hati ku meragu, entah kenapa aku belum siap dalam menghadapi bahtera rumah tangga. apalagi sekarang, aku begitu nyaman dengan posisi ku sebagai manager keuangan di perusahaan besar. apa jadinya jika aku menikah nanti, bila suami ku menyuruhku untuk berhenti bekerja? aku selalu bercita cita, jika aku besar nanti aku ingin menjadi wanita karier yang sukses dan hidup mapan. bukan karena masalah emansipasi saja, tapi aku ingin merasakan menjadi wanita karier seutuhnya.
dan satu hal lagi yang menjadi permasalahan ini, bahwa aku begitu trauma dengan perceraian kedua orang tua ku. rasa sakit hati itu masih membekas sampai sekarang. bahkan aku masih ingat tentang mama yang menangis pilu ketika papa pergi dari rumah dengan membawa koper yang besar. itu adalah hari terakhir aku melihat sosok seorang ayah. betapa benci nya aku, ketika tahu dari kabar yang beredar jika papa ku telah memiliki keluarga yang baru. dengan anak dan istri yang hidup bahagia. sedangkan aku dan mama? ha.. rasanya aku ingin sekali berteriak sekeras kerasnya. kenapa dunia ini tak adil?
***
"ran, lo ga ke kantin nih?" Elsa lagi lagi dia, orang yang membuat ku kesal setiap kali dia ada di dekat ku.
"nanti aja deh, lo duluan aja." jawab ku tanpa mengalihkan tatapan ku dari layar laptop. Elsa tampak bersungut-sungut, kini ia duduk di hadapan ku.
"lo masih betah ngejomblo?" Elsa mulai mengoceh lagi, aku tak ingin meladeninya. ku biarkan saja dia dengan mulut sialannya itu.
"ran, gue serius nih!" Elsa mulai kesal dengan sikap acuh ku.
"hemmm..." jawab ku malas.
"plis deh ran, kali ini gue mau ngomong serius sama lo." ok kalau Elsa sudah berkata 'serius' lebih dari sekali. berarti benar, cewek satu ini emang ingin aku ikut menyimak.
"tell me." Elsa mulai dengan wajah ceria nya itu, dengan tersenyum jenaka ia mulai bercerita, "jadi... Tomi ngelamar gue, Ran!" wajah datar yang selalu menghiasi diriku, kini tampak cerah bersinar mendengar ceritanya itu. "serius lo?" tanyaku sanksi, masih belum percaya. Elsa dengan wajah pongah nya mengangkat tangan kiri dan memamerkan cincin di jari manisnya dengan senyum yang semakin merekah.
"nih buktinya, Tomi baru kemarin sore ngelamar gue di cafe yang biasa kita hangout itu, ran. Tomi tuh uwu banget tau.. bikin gue melted pas dia ngomong mau membina masa depan sama gue. gue udah gak bisa ngomong lagi, cuma bisa ngangguk sambil nahan air mata haru gitu..." mata Elsa tampak berbinar-binar ketika menceritakan kisah ia di lamar oleh sang pujaan hati. aku pun ikut tersenyum dengan kejadian itu, kini teman yang paling dekat dengan ku telah memiliki sesosok yang akan menemani di hari tuanya nanti.
dengan iseng, aku bertanya. "lo nahan ingus yang sempat keluar itu ga, El?"