***
Seharian bekerja, waktunya untuk pulang ke rumah. seperti biasa, mama sedang duduk di sofa ruang keluarga menonton acara televisi sore ini.
"kamu sudah pulang, ran?" tanya mama saat aku menghampiri ruang keluarga.
"sudah ma." jawab ku sekenanya. dengan isyarat dari mama, aku pun duduk di sampingnya.
"ada yang mau mama omongin sama kamu." kata mama dengan mimik wajah yang serius.
"mau ngomong soal apa, ma?" tanyaku mengernyitkan dahi.
"papa mu sudah menemukan jodoh untukmu, ran. besok papa mu akan datang dengan laki-laki itu ke sini." bagai tersambar petir, kini diriku tercenung dengan ucapan mama barusan. ku tatap mama ku yang menampilkan senyum sumringah nya. kedua tangan mama, menggenggam kedua tangan ku. bisa ku lihat sendiri, ada pengharapan besar di kedua mata mama.
"ma," mama mengangkat alisnya, seolah bertanya ada apa.
"kenapa mama masih berhubungan baik dengan papa?" seketika binar di wajah bahagia mama dan senyuman nya luntur, sekaligus genggaman kedua tangannya juga ikut terlepas.
"kenapa mama bisa dengan mudahnya memaafkan kesalahan papa? jawab ma." kini pertanyaan demi pertanyaan yang bersarang di otakku sudah tersampaikan dengan linangan air mata. mama hanya diam, tampak ia menarik nafas nya panjang.
"asal kamu tahu saja, ran. papa mu tidak salah." aku mulai terkejut dengan pernyataan mama soal papa.
"ini semua mau mama, mama yang minta papa berpisah dan meninggalkan kita. mama yang salah ran."
"apa maksudnya.."
"Rani," mama kini menatap kedua bola mataku dengan mata berkaca-kaca, tampak rasa bersalah dan penyesalan hinggap di sana.
"tolong jangan benci papa mu, mama mohon" mama menggenggam kedua tanganku lagi, dan seketika air mata lolos di kedua pipinya.
''tapi kenapa? selama ini aku gak pernah tau alasan apa kalian berpisah. aku pikir karena papa selingkuh..." kata kata yang terpotong itu tak sanggup aku teruskan, derai air mata kini menguasai ku.
"kamu tidak perlu tahu, alasan kenapa mama dan papa berpisah, yang harus kamu tahu saat ini. kami sudah menemukan jalannya sendiri, mama mohon sama kamu. jangan lagi kamu berpikiran yang tidak-tidak."
"ma..." ku peluk langsung mama dengan kesedihan dan kesakitan ini, walaupun aku tak tahu alasan apa hingga mereka berpisah. tapi, itu sudah membuatku sedikit berpikiran terbuka, bahwa takdir yang akan menentukan segalanya tanpa bisa kita cegah ataupun kita rubah.
ma... terima kasih atas apa yang sudah mama jawab barusan, tentang pikiran buruk ku, tentang papa yang ku kira ia bersalah. kini, hati ku tenang dengan kenyataan itu, meski pahit namun aku berusaha untuk ikhlas dan menerima. dan mungkin butuh waktu untukku bisa berbaikan dengan papa.