Aku telah sampai di rumahku dan segera menghubungi nya.
"Halo, aku sudah sampai dirumah"
"Aku sangat bahagia kamu benar-benar menghubungiku."
Aku menutup telfonnya, jika kubiarkan dia berbicara, dia hanya akan mengucapkan kata kata manis saja.
Hari-hari ku dikampus berjalan dengan lancar, semuanya sangat menyenangkan kecuali kehadiran Davian yang selalu datang untuk menggangguku. Dia selalu muncul dengan kejutan kejutan aneh, seperti dia menculikku diam diam, menutup mataku dan membawaku ketempat yang sangat sepi namun sangat indah, seperti aku dan Davian pemilik tempat tersebut.
Perasaanku tidak karuan setiap kali berada didekatnya, jantungku berdegup kencang, dan hawa tubuhku selalu hangat ketika terlalu dekat dengannya.
Meski begitu aku selalu berusaha menjaga jarak dengan Davian, apalagi ketika kita dikampus, aku selalu menghindar jika bertemu dengannya. Karena ada seniorku yang memperingatkan ku untuk tidak berada didekat Davian. Bukan karena takut, aku tidak ingin mempersulit diriku sendiri.
Ponselku berdering nyaring sekali, hingga membuatku terkejut dan membuyarkan lamunanku.
"Halo, Raisa kamu dimana ? aku tidak melihatmu sejak pagi dikampus. Apa kamu baik baik saja ?"
"Iya kak Davian, aku baik baik saja. Aku dirumah sekarang. Kelasku sangat sedikit hari ini."
"Apa kamu tau aku menghawatirkanmu ?"
"hmm"
"Baiklah jika kamu baik baik saja dan berada dirumah, aku hanya memastikan. Sampai bertemu besok Raisa."
"Iya kak" menutup telfon.
Aku selalu berfikir apa Davian dulu seorang playboy ? apa dia baik kepada semua teman gadisnya ? Apa dia sedang mempermainkan ku ?, pertanyaan dipikirkan ku bisa membuatku gila.
*Pagi berikutnya
Berjalan menuju kelasku dengan sedikit berlari, aku bangun terlalu siang. Kelasku hari ini dimulai jam 11 dan aku masih saja terlambat.
"Maaf pak saya terlambat." menundukkan kepala pada dosenku hari ini.
"Silahkan duduk"
Beruntung hari ini bukan dosen killer yang aku hadapi. Aku langsung mencari tempat duduk kosong dan mendengarkan penjelasan dari dosenku.
Waktunya pulang karena kelasku sudah selesai, aku merasa lemas sekali karena sedari malam aku belom makan apapun dan sekarang sudah setengah 3 sore pantas saja perutku sudah tidak bisa lagi diajak kompromi.
"Fan, Al makan yuk aku laper banget ?" dengan wajah sedikit memohon.
"Yuk aku juga mulai laper nih"
Aku tau meskipun teman temanku gadis yang memperhatikan penampilan tapi soal makanan mereka selalu makan apapun haha.
"Kamu bawa mobil kan Sa ? soalnya aku ngga bawa mobil"
"Iya Al aku bawa"
Aku, Fany dan Alika langsung menuju tempat makan yang biasa kita datangi.
"Mau pesan apa aja nih ?" antusias sekali hari ini aku dengan makanan.
"Kamu kelaparan sa ? haha"
""Apa sih Fan, aku emang belum makan dari tadi malam"
"Ngga mungkin kan dirumah kamu ngga ada makanan ? haha"
Sudahlah aku diam saja kali ini, biarkan mereka puas meledekku.
Sambil menunggu makanan datang aku melihat sekelilingku, hari ini tidak terlalu ramai disini biasanya sampai penuh sekali. Seketika aku menatap pasangan yang baru memasuki tempat ini, meskipun aku hanya melihat dari samping sepertinya tidak terlalu asing lelaki yang digandeng oleh gadis itu.
"Davian!!" batinku berteriak, sudah kuduga dia lelaki yang seperti itu. Davian menatap kearahku seperti dia mendengar teriakkan ku dalam hati.
Tubuhku bergetar, air mataku kubendung agar tidak menetes.
"Sa kamu ngga papa kan ? kok gemetaran gitu sih ?" Fany menggenggam tanganku.
"Ngga papa kok Fan" aku menunduk agar mereka tidak melihat mataku.
Alika menatap sekitar dan mengerti apa yang terjadi denganku.
"Kak Davian kan Sa ?" Alika selalu berhasil menebak yang terjadi padaku.
"Bukan Al" aku mengelak.
Makanan sudah datang tapi nafsu makanku hilang, setelah melihat Davian dengan gadis itu.
"Mba minta bill" aku memanggil pelayan dan membayar makananku juga teman temanku.
"Sa kamu apa apaan sih kita belum selesai makan, dan kita juga ngga perlu kamu traktir hari ini sa ?" Alika menarik tanganku.
"Ngga papa Al, Fan. Aku ngga enak badan deh kayaknya, aku pulang dulu ya kalian terusin aja makannya. Sorry banget ngga bisa nganter kalian pulang."
"Tapi kamu sama sekali belum makan sa ?"
"Ngga papa Fan, kalian makan aja sekalian hehe. Bye" Aku bangkit pergi meninggalkan mereka.
Air mataku mengalir derasnya aku tidak tahan membendungnya lagi. Tiba tiba seseorang memelukku erat dari belakang, aroma ini aku sangat mengenalinya.
"Raisa maafkan aku ?"
"Maaf... maaf"
"Maafkan aku, kumohon ?" suara yang begitu tersiksa terucap dari seseorang itu.
"Lepaskan aku!!!" aku memberontak sebisaku, tapi dia semakin erat memelukku.
Aku terdiam tidak lagi melawan, pelukan itu terasa tidak seerat tadi, aku melepaskan diri dan berlari masuk ke mobilku. Davian mengetuk kaca mobilku, tapi aku tidak mempedulikan nya. Aku pergi meninggalkannya, mengendarai mobil dengan sangat cepat menuju rumahku.
Sampai dirumah aku berlari menuju kamar, menghiraukan kakakku dan juga bibi yang memanggilku sedari aku masuk rumah. Aku mengunci pintu kamarku, menangis sampai terisak.
Kenapa rasanya sangat sakit melihat kejadian tadi, rasanya seperti tersayat saja. Karena sangat lelah aku menangis hingga tertidur tanpa mengganti pakaianku dan melepas sepatuku.