Kelas telah selesai, waktunya pulang. Bagaimana bisa pulang kalau hari ini aku akan pulang bersama dengan sibrengsek Davian. Semangat pulangku hilang, karena teringat ada janji dengannya.
Sampai ditempat parkir mahasiswa, sudah ada seseorang bersandar dimobilku. Benar ! itu Davian, dia menungguku karena kelasku sedikit terlambat selesainya. Aku sedikit terhibur karena dia mungkin sudah menungguku setidaknya lebih dari 20 menit hehe.
"Lama banget sih kamu, sengaja ya ?" Davian memasang ekspresi wajah yang sedang sebal tapi tetap menawan.
"Tadi dosennya ngaret datangnya" aku menjawab dengan enggan.
"Mana kunci mobilnya ?" mengulurkan tangan kearahku.
"Bentar bawel !"
"Ngambil kunci aja lama banget sih hufff" sambil merebut kunci mobil yang baru saja aku keluarkan dari ranselku.
Tanpa aba aba dariku Davian langsung masuk ke mobilku dan duduk ditempat pengendara.
"Kamu ngapain duduk disitu, pindah ngga ?" aku berteriak dari luar mobil.
"Cepetan masuk sa, nanti kulit kamu hitam!"
Karena sedang tidak ingin berdebat aku masuk ke mobil dan membiarkan dia menyetir mobil kesayanganku.
Aku tidak ingin terganggu dengan kehadiran nya, jadi aku memasang earphoneku. Saat sedang asyik mendengarkan lagu tiba-tiba saja Davian merebut sebelah earphoneku.
"Aku juga ingin merasakan apa yang kamu rasakan Raisa" sambil memasang earphone dan tersenyum sangat manis menatapku.
Aku membuang muka, aku takut dia tau betapa aku terpesona melihat senyumnya. Aku tidak menjawab apapun ketika dia menanyakan sesuatu.
Sampai saat mobil terhenti ditempat parkiran sebuah cafe yang sederhana jika dilihat dari luar.
Aku turun bersaman dengannya, Davian menggandeng tanganku dan membawaku masuk kedalam cafe. Sepertinya dia sudah terbiasa datang di cafe ini, beberapa pegawainya saja langsung menyapanya ketika melihatnya.
Davian mengajakku duduk dimeja bagian belakang dengan nuansa outdoor dengan beberapa lampu hias, tempat yang tenang dengan suasana alam yang sedikit hijau membuat mataku tak bisa berkedip.
"Ingin makan sesuatu ?" menatapku dengan lembut.
"Apa saja tapi jangan makanan berat" aku hanya melirik sedikit kearahnya.
Sambil menunggu makanan, aku dan Davian mengobrol sedikit, tapi selalu berakhir dengan aku yang sebal dengannya karena dia banyak menggodaku.
"Makanlah, setelah ini kamu harus mengantarku pulang"
"Kenapa kamu tidak naik taksi saja nanti ?"
"Bukankah aku juga tidak keberatan mengantarkan kamu pulang, bahkan juga menggendongmu cukup lama." Kali ini Davian tersenyum dengan senangnya.
"Baiklah, cepat selesaikan juga makanmu. Aku tidak ingin terlambat pulang" Aku memasang wajah ketusku.
"Jangan lupa hari ini kamu yang traktir" Berbicara dengan santainya.
"Dasar sibrengsek matre, benar saja kamu sampai sekarang belum punya pacar."
"Jangan membuatku semakin gemas denganmu Raisa"
"Berisik kak Davian !" "Ayo cepat kita pulang" Aku berakting merengek.
"Cium aku dulu lalu akan kukabulkan permintaan mu itu."
Seketika wajahku memerah, semoga saja aku tidak mimisan juga gara gara terpesona dengan Davian.
Aku menuju kasir lalu pergi ke parkiran meninggalkan Davian. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu dengan sangat tenang.
Davian menghampiriku ditempat parkir,aku sengaja menunggu karena memang itu kesepakatan nya.
"Aku anterin pulang sekarang ?"
"Iya"
Kenapa dia berubah menjadi dingin, apa tadi aku sudah keterlaluan memakinya. Bahkan dia membiarkan aku menyetir untuknya.
"Dimana rumahmu ?"
"Kompleks Bukit Royal no 24"
Sepanjang perjalanan menuju rumahnya hanya ada keheningan diantara aku dan Davian, ini membuatku sangat canggung.
"Sepertinya benar ini rumahmu, aku sudah mengantarkan mu pulang dengan selamat."
"Terimakasih" Davian turun dari mobil dan tidak mengucapkan apapun lagi. Kenapa aku merasa hatiku sakit.
"Kak Davian.."
Dia menoleh. "Terimakasih telah menggendong dan mengantarku sampai rumah, dan juga jus yang kakak resepkan terimakasih itu sangat membantu." Aku merasa tidak enak hati jika belum berterimakasih padanya.
Davian kembali masuk ke mobil dan menarik tubuhku kedalam pelukannya.
"Jangan bergerak, biarkan seperti ini sebentar saja"
Tidak disangka aku menuruti ucapannya. Bahkan aku juga membalas pelukannya.
"Aku senang kamu membalas pelukanku, menghilangkan kesan dingin dari dirimu."
"Apa aku begitu dingin ?"
"Jika semua orang mengatakan aku dingin, aku akan mengatakan kamu lebih dingin. Tapi saat ini aku merasakan kehangatan darimu."
"Jika kamu terus berbicara, aku akan melepaskan pelukanmu."
Dia malah mempererat pelukannya, tanpa berkata apapun, menenggelamkan kepalanya di leherku. Rasanya geli sekali, tapi aku hanya bisa menahannya. Dia mencium keningku sebelum melepaskan pelukannya.
"Hati hati dijalan Raisa, jangan lupa menghubungi ku saat sampai dirumah."
"Bagaimana caranya aku menghubungi mu ?"
"Astaga Raisa, maafkan aku. Aku akan menelfonmu sekarang"
Jadi Davian memiliki nomorku, darimana dia mendapatkannya ?. Ponselku berdering, nomor tidak dikenal memanggil. Benar saja itu nomor Davian, kukira dia berbohong tentang memiliki nomor telfonku.
"Itu nomorku, sampai dirumah hubungi aku. Jangan lupa simpan nomorku."
"Iya, bye."
Pikiranku dipenuhi dengan Davian, wajahnya, pelukannya, ciumannya, semuanya memenuhi pikiranku. Apa dia bersikap seperti itu kesemua wanita ? apa hanya padaku ?. Aku seperti dihipnotis olehnya tadi.