Aku kembali melangkah pelan. Padahal ruangannya tidak terlalu jauh, tapi aku merasa pintu itu berada bermil-mil jauhnya dari posisiku. Dasar berlebihan.
Sesampainya tepat di depan pintu, aku terdiam menatap pintu hitam itu lamat-lamat, seolah ingin memakannya. Beberapa kali aku mengepal dan membuka telapak tanganku, aku sedang mencoba tenang. Dari setiap pintu ruangan yang berwarna cokelat, hanya pintu ruangan bosku yang berwarna hitam. Mungkin sengaja dibedakan.
Setelah kurasa aku dapat menjalani ini, aku mengangkat tangan kananku, dan—
'Knok...knok...knok,' aku berhasil mengetuk pintu itu.
Aku diam menunggu. Sayangnya hingga satu menit berlalu aku tidak kunjung mendapatkan jawaban dari dalam sana. Mungkinkah tidak ada orang? Tapi, si pirang seharusnya memberitahuku kalau ruangan kosong. Lebih baik dia mengusirku daripada membohongiku agar aku berdiri dungu di sini. Aku berniat mengetuk kedua kalinya, namun tiba-tiba suara seseorang dari balik pintu mengejutkanku.
"Masuk!" Ah, ini suara seorang pria. Lama sekali merespon ketukan pintu.
Begitu aku sudah mengantongi izin masuk, sekarang saatnya membuka penghalang hitam ini. Tangan kananku meraih gagang pintu dan menarik tuasnya ke bawah. Mendorongnya perlahan hingga pintu pun terbuka, dan hal pertama yang kulihat adalah—
WHAT THE HELL?!
Sepasang mataku membulat sempurna. Terkejut bukan main.
Aku terpaku di tempat, bahkan aku belum melangkah masuk ke dalam ruangan.
Sial, sial, sial, sial. Aku mengumpat lagi berkali kali.
Jantungku hampir saja jatuh menimpa ginjalku.
Dan...apa lagi posisi itu?!
Apa bosku adalah seorang pria gila?
Tidak, tidak. Dia tampan meskipun baru separuh wajahnya yang terlihat.
Tt-tapi sekali lagi, apa itu?!
Dia terduduk di kursi kebesarannya. Dan seorang wanita dengan kemeja putih terbuka di beberapa kancing teratasnya tengah duduk mengangkangi pria itu. Bagian kulit leher dan atas dadanya berhiaskan bercak merah seperti cumbuan.
Shit! Penghinaan untukku seorang single.
"Ah!" Bos gilaku tampak tersentak pelan.
Aku yakin ia sengaja seolah terkejut dengan kehadiranku, tamu tak penting yang datang tanpa diundang yang mengganggu kegiatan asiknya.
"Ma-maaf, sepertinya saya mengganggu," cicitku. Lalu, tanpa sengaja kulihat wanita di atas pangkuannya menoleh padaku.
Baiklah, aku merasa idiot di tengah keadaan seperti ini.
Tidak ada yang meresponku lagi. Bos itu malah memilih berbisik di telinga wanita seksi di sana, membuat wanita sok seksi itu terkikik pelan sebelum turun dari posisinya. Mengancingi kembali kancing kemejanya yang semula terbuka, menampakkan kedua dadanya dengan bra merah mengintip dari sana. Dia berdiri di samping kursi pria itu, kedua lengan terlipat tepat di bawah dada. Dagunya tinggi seolah menunjukkan eksistensinya lebih besar di sini.
Dan mengapa aku mengamatinya?!
"Apa kau pekerja baru?" pertanyaan polos itu keluar dari pria itu. Aku tidak mengerti mengapa dia bertanya sesuatu yang seharusnya ia sudah ketahui jawabannya. Memang tidak ada yang memberitahunya kalau hari ini adalah hari wawancara sekaligus hari pertama pekerja?
Tidak ingin membuat masalah, aku mencoba menjawabnya dengan setenang mungkin. Pekerja baru tidak boleh menunjukkan air muka menyebalkan di depan Bos barunya.
"Ya, saya pekerja baru sebagai asisten Anda, Tuan." Aku ingin muntah saat mengucapkan embel-embel 'Tuan' padanya.
"Wah~ sepertinya aku mendapat mainan baru," ucapnya sangat senang, wajahnya menjadi cerah dengan cepat.
Tapi, apa yang barusan dia bilang? Mainannya?!
Otakku secara otomatis memikirkan suatu hal. Satu kalimat sebagai kesanku pada Bos itu.
Dia gila, tapi sialan tampan.
Aku masih setia dalam diamku, di depan pintu yang terbuka lebar. Sepasang manik hitam kelamnya mengintimidasiku, seolah mencari sesuatu dari diriku. Dia membuatku sulit bernapas normal.
"Hei, kenapa kau diam saja, Nona?" suaranya memasuki gendang telingaku. Lagipula apa yang kuharus lakukan?! Kalian saja tidak meminta maaf atas kejadian tak senonoh tadi pada pekerja baru yang polos ini!
Aku tahu bercumbu itu bukan hal tabu, tapi tidak seperti ini juga!
Oh, Jessy. Dia Bos, tidak bisa diganggu gugat.
". . . ." Aku masih membisu. Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi dalam situasi gila ini. Protes pun bukan hak atau wewenangku.
"Masuklah dan perkenalkan dirimu, Nona," sudut bibirnya tertarik lebih lebar, aku melihat seringai seksinya, dan itu hampir membuatku menjerit jika aku tidak ingat apa yang sudah kulihat sebelumnya.
Sesuai intruksinya, aku menggerakkan kakiku untuk melangkah masuk lebih dalam.
Tidak, hanya dua langkah dari posisi awalku.
"Hei, jangan lupa menutup pintunya," serunya padaku.
Segera aku berbalik cepat untuk menutup pintu. Tidak kusangka, aku berubah menjadi wanita kikuk nan bodoh seperti ini. Bola mataku tak sengaja menangkap pandangan sosok wanita berkemeja putih di sana. Dia membalas tatapanku dengan remeh.
Oh, beraninya dia merendahkanku.
Aku kembali menatap Bosku. Ekspresinya nampak kalau ia menungguku, entah menunggu untuk apa. Jangan mengharapkan sesuatu padaku setelah mengejutkanku.
"Perkenalkan, Tuan. Nama saya Jessica Ellsworth, pekerja baru sebagai asisten CEO di perusahaan ini," ucapku dalam satu tarikan napas. Singkat saja, aku lebih memilih langsung diberi pekerjaan supaya otakku sibuk dan melupakan hal tadi.
"Asisten CEO?" keningnya mengerut, matanya memandangku bertanya-tanya.
Apa? Kenapa dia seperti sedang kebingungan sekarang?
"Dia asistenku," ia menunjuk dengan ibu jarinya pada wanita yang setia berdiri di sampingnya dengan pose angkuh.
Apa wanita itu merasa dirinya seorang Ratu? Aku sungguh tidak menyukainya.
Jika wanita itu asistennya, lalu aku apa?! Aku benar-benar ingin berteriak saat ini.
"Ta-tapi, Saya mendengar jika perusahaan ini membutuhkan asisten baru. Maka dari itu saya melamar pekerjaan di sini dan akhirnya saya diterima."
Dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya pelan, mencoba mencerna apa yang kukatakan. Sial, statusku jadi tidak jelas di sini.
"Baiklah, kau bisa menjadi asisten keduaku," responnya santai yang membuatku ingin mengemut kepalanya. Pasti apa komunikasi yang tidak beres antara si Bos dan HDR bernama Allan itu!
Aku tidak menjawab dan hanya diam. Aku tengah berpikir, apakah sebaiknya aku merangkak padanya atau merangkak keluar dan mencari Bos baru di luar sana? Bos tampan tidak hanya dia, masih banyak berjuta-juta Bos tampan lain yang tersebar di bumi berbentuk bola ini.
Tapi, hei- siapa yang dengan bodohnya mau mengangkat kakinya dari perusahaan ini setelah dengan beruntungnya kau diterima?
"Baiklah, saya mengerti." Pada akhirnya aku menganggukan kepalaku. Bodoh.
"Oh, oke. Mejamu di sebelah sana," tangan kanan Bos menunjuk pada meja yang masih tertata rapi dengan beberapa dokumen atau file-file yang tersusun rapi, seperti belum ada yang menyentuhnya.
Lalu, di mana meja wanita jalang itu?
Bagus, seharusnya aku tidak perlu bertanya-tanya. Tidak penting.
Aku membungkukkan tubuhku sesaat sebelum berbalik mengambil langkah cepat menuju mejaku.
Dan kalian tahu apa yang mereka lakukan tepat setelah aku duduk?
Wanita itu kembali duduk di pangkuan Bos. Mereka terkikik yang terdengar sebagai ejekan di telingaku. Sial, aku merasa seperti wanita mengenaskan yang tidak memiliki kekasih sedang menonton drama romansa murahan. Di mana remot televisinya? Aku ingin mengganti salurannya dengan adegan pertumpahan darah antara singa dan kerbau.
Untuk perlu kalian ketahui, aku penggemar saluran Nat Geo Wild.
Sebenarnya tidak penting juga untuk kalian ketahui.
Baiklah, aku sudah duduk... dan apa yang harus kulakukan selanjutnya? Bos tidak memberikan pekerjaan padaku. Dia malah asik bemesraan ria dengan wanitanya.
Pantas saja, HDR aneh tadi adalah cerminan Bosku yang ternyata gila. Seharusnya aku sadar sejak awal kalau sesuatu yang aneh pasti terjadi di perusahaan ini.
Kembali kulihat mereka dengan ekor mataku, dan drama murahan itu berlanjut semakin dalam. Mereka bercumbu tanpa malu, seolah dunia hanya milik mereka seorang. Seketika membuat kepalaku pening. Aku butuh wine-wineku, dan usapan Mommy di kepalaku. Sepertinya besok aku harus mengajak Mommy ke sini, dia sangat senang dengan drama romansa erotis seperti di hadapanku.
Merasa tak ada yang perlu kulakukan, aku bangkit dari posisiku dan mengambil langkah kilat menuju pintu. Sayangnya, belum sampai menyentuh gagang pintu, Bos menyadari apa yang kulakukan.
"Mau ke mana kau?" bagaimana Bos bisa mendapati aksiku dengan seorang wanita seperti jalang yang menggelayuti tubuhnya dan memblokir matanya ke arahku?
"Saya hanya ingin ke toilet, tapi sepertinya Anda terlalu sibuk untuk saya minta izin." Ya, aku ingin muntah.
"Oh, apa kau merasa panas karena kami?" pertanyaan itu terlontar begitu saja tanpa raut berdosa.
"Saya rasa saya mendapat panggilan alam," aku tidak bohong.
"Maksudmu menuntaskan hasratmu yang terpancing keluar?" Terkutuklah dia dan mulutnya yang sialan kurang ajar.
Tubuhku berbalik, menghadap sepenuhnya ke arah Bos yang masih setia menatapku, kubuat sebuah senyum manis andalanku.
"Umm...ya. Anda sudah membuat saya terangsang, Bos~" ucapku dengan lancar tanpa hambatan.
Rasakan itu.
Tanpa berniat melihat ekpresinya, aku sudah meluncur lebih dulu dari balik pintu. Semoga saja pintu perusaahan ini masih terbuka untukku. Jika Bosnya gila, tidak salah pekerjanya itu menjadi gila, bukan?
Tidak lama kemudian, terdengar sebuah bunyi alarm di segala penjuru. Kepalaku reflek menunduk, berniat menilik arloji merah metalik yang melingkari pergelangan tangan kananku. Ternyata sudah waktunya makan siang, benar-benar tidak terasa aku sudah menghabiskan setengah hariku di sini. Kurasa aku tidak akan ditendang dari sini karena keluar lebih dulu beberapa menit dari jam seharusnya.
.
.
.
.
.
- To be continue -