Angin segar yang berhembus menyelimuti seluruh tubuhnya. Sinar matahari pagi yang hangat mulai mengenai tubuhnya. Dan juga suara alarm dari sebuah jam digital yang mulai membuatnya terbangun dari tidurnya.
"Hooamm... Sudah pagi ya."
Sambil menguap, lelaki itu secara perlahan bangun dari kasurnya. Membuka kedua matanya yang berwarna hitam secara perlahan-lahan, dia mulai melihat kamarnya yang sedikit terang karena terkena cahaya pagi matahari.
Ini adalah sebuah ruangan yang sangat kosong, dengan hanya 1 tempat tidur dan juga 2 lemari yang terbuat dari kayu, yang isinya hanyalah seragam sekolah dan juga baju biasa. Dinding kamarnya berwarna kebiruan dengan gorden yang menutupi jendela yang juga berwarna kebiruan.
Namanya adalah Shidou Amane. Dia adalah seorang anak lelaki yang saat ini berusia 18 tahun.
Setelah dia merasa sudah cukup bersemangat untuk memulai hari, dia kemudian berjalan dengan santai menuju ke salah satu lemari yang berisikan seragam sekolahnya.
Rumah yang saat ini dia tinggali adalah sebuah rumah keluarga yang normal. Dengan 3 kamar, 2 kamar mandi, satu ruangan tamu dan juga satu dapur yang disertai dengan ruangan makan.
Karena beberapa masalah dalam keluarganya, Shidou jadi tinggal sendirian di dalam rumah ini tanpa di berikan sedikitpun uang oleh kedua orang tuanya untuk terus bertahan hidup. Tapi itu tidak seperti dia terlalu memikirkannya, setelah semua. Masih ada keluarga pamannya yang membantunya untuk saat ini.
Meskipun harus diakui bahwa, Shidou sendiri merasa tidak nyaman apabila semua biaya hidupnya di tanggung oleh pamannya. Karena itu, dia memulai sebuah pekerjaan sampingan yang setidaknya cukup untuk uang jajannya setiap hari.
Setelah dia selesai mengenakan seragam sekolahnya, Shidou langsung keluar dari rumahnya dan mulai berjalan kaki menuju ke sekolahnya yang terletak di sebuah bukit di pinggiran kota.
Karena saat ini masih pagi, suasana di sekitar lingkungan rumahnya masih sangat sepi, dengan hanya beberapa ibu rumah tangga yang baru saja kembali dari toko swalayan sambil saling berbincang-bincang. Mereka terlihat tersenyum dengan bahagia, jika dilihat dari senyuman mereka, mungkin seseorang yang sudah terbiasa akan langsung mengetahui bahwa, para ibu-ibu tersebut mungkin sedang berbicara tentang gosip
"Hei Shidou."
Didalam perjalanan ke sekolah, tidak ada seorangpun yang berada di sekitar Shidou. Tapi meskipun begitu, Shidou mendengar sebuah suara yang berbicara kepadanya melalui telinga kanannya.
Terhadap fenomena semacam ini, Shidou sama sekali tidak merasakan takut karena baginya, ini adalah hal yang sudah biasa.
Karena itu dia hanya menjawab suara itu dengan kata yang singkat.
"Diam kau."
Itu adalah sebuah kata yang sangat dingin. Dan dia mengatakan hal itu sambil terus menatap lurus.
"Hah... Kau ini."
Mungkin bagi orang normal yang melihatnya, saat ini mereka akan menganggap bahwa Shidou adalah orang gila karena tidak ada siapapun di dekatnya, dan bahkan Shidou pun tidak terlihat sedang mengenggam ponsel di telinganya.
Tapi bagi orang yang dapat merasakan energi supranatural, mereka akan terkejut karena Shidou berbicara dengan santainya kepada makhluk tak kasat mata yang memiliki energi tipe hitam dengan kekuatan yang sangat besar dan juga kasar.
Itu benar. Apa yang sedang berbicara kepada Shidou saat ini adalah sebuah makhluk astral yang tidak akan dapat dilihat oleh mata normal. Hanya orang yang memiliki mata ketiga yang sangat kuat sajalah yang dapat melihat makhluk astral.
Makhluk astral ini memperkenalkan dirinya sebagai Camus kepada Shidou 10 tahun yang lalu. Dan dari Camus, Shidou mempelajari banyak hal tentang supranatural dan Spiritual sampai-sampai Shidou dapat melakukan beberapa trik sederhana hingga yang rumit, yang terkadang dapat membantu dan melindungi kehidupannya sehari-hari.
"Hei hei kau lihat acara tv yang semalam?"
"Ahh aku melihatnya, pembawa acaranya sangat lucu sekali bukan?"
"Ya itu benar, bahkan adik ku yang masih kecil saja tertawa terus menerus."
"Hahaha aku harap acara semacam itu akan lebih sering ada."
"Kau benar, pasti akan sangat menyenangkan jika hal itu terjadi."
Tanpa di sadari, Shidou akhirnya sampai di dekat area sekolahnya. Di sana dia melihat beberapa murid saling berbicara satu sama lain dengan senyuman di wajah mereka.
Yang murid lelaki saling berbicara tentang acara tv yang seru, tapi diantara mereka juga ada yang berbicara tentang sepak bola dan lainnya.
Sementara yang murid wanita terlihat saling berdiskusi tentang siapa murid lelaki di sekolah ini yang ingin mereka kencani, meskipun ada juga beberapa diantara mereka yang berbicara tentang kosmetik kecantikan yang paling bagus.
Tentunya sudah pasti bahwa, pemandangan semacam ini adalah hal yang normal di dalam kehidupan sekolah menengah atas.
"Masih seperti biasa."
Sebuah gumaman kecil keluar dari mulut Shidou, dan bersamaan dengan itu. Sebuah senyuman kecil tampak di wajahnya.
"Meskipun aku telah melihat hal semacam ini berjuta-juta kali, mereka tetap saja menjijikan yah."
Dan sebuah perkataan yang menghancurkan suasana hati yang damai, juga terdengar dari Camus yang berada di samping kanannya.
"Hah... Mungkin karena ini aku selalu saja berharap, bahwa aku tidak dapat mendengar apapun yang berasal dari dimensi astral."
Camus bilang bahwa, alasan kenapa dia menampakkan dirinya kepada Shidou 10 tahun yang lalu itu karena, hanya Shidou seorang dirilah yang dapat mendengar perkataannya. Tapi tentunya, Shidou berpikir bahwa alasan semacam itu hanyalah sebuah omong kosong yang digunakan oleh Camus agar dapat berkenalan dengannya.
Setelah semua, jika Shidou ingat kembali secara baik-baik, dia memiliki mata yang normal seperti pada umumnya. Setidaknya, sebelum kejadian itu terjadi.
Apapun itu, Shidou tidak terlalu peduli karena dia juga cukup senang dapat bertemu dengan Camus.
Dengan suasana hatinya yang sudah hancur karena perkataan Camus, Shidou kemudian berjalan menuju ruangan kelasnya dengan langkah kaki yang berat.
Lorong-lorong sekolah yang penuh akan murid di lewati olehnya dengan santai tanpa menyapa salah satupun dari murid yang berlalu lalang di sekitarnya.
"Ahh sial. Aku harap hari ini tidak ada ujian mendadak, aku sama sekali tidak belajar semalam."
"Aku setuju. Semalam aku terlalu sibuk bermain BF4 sampai tengah malam, karena itu aku masih mengantuk saat ini."
"Ehh!!? Kau main BF4? Bagaimana gameplaynya? Aku dengar grafiknya sangat bagus, apa itu benar?"
"Ya. Gambarnya terlihat sangat nyata, hanya saja... Multiplayer onlinenya sangat susah. Bahkan aku sampai mati lebih dari 30 kali di dalam map yang luas."
"Wuahh... Seperti yang aku duga online BF4 terlihat sangat seru. Aku lihat dari Youtube kau bisa menaiki pesawat jet dan berbagai kendaraan perang lainnya... sial, jika saja aku punya console gamenya."
"Hei laki-laki disana! Sebentar lagi pelajaran akan segera dimulai, bisakah kalian diam!?"
"Hah!!? Apa-apaan kau ini. Mau berisik atau tidak terserah kami bukan? lagipula jam pelajarannya belum dimulai jadi kita masih bebas."
Ketika Shidou membuka pintu kelasnya, sebuah suasana yang ramai langsung menyambutnya dari para teman sekelasnya yang saling berdebat dan dibagi dalam dua sisi.
Di sisi murid lelaki, mereka semua saling membela hak mereka sendiri untuk membicarakan tentang game di ruangan kelas selama jam pelajaran dan guru belum datang.
Sementara di sisi murid wanita, mereka semua saling mencoba untuk membuat para murid lelaki untuk diam karena mereka saling bergosip satu sama lain dengan serunya.
Melihat itu, Shidou dengan santainya masuk dan berjalan menuju tempat duduknya yang berada di sisi kanan paling belakang kelas dekat jendela. Tanpa menyapa mereka juga.
"Mereka juga tetap sama yah."
"Diam kau."
"Sampai kapan kau akan terus marah?"
"Sampai aku sudah tidak marah lagi."
"Jawabanmu sangat aneh."
Hubungan antara Shidou dan rekan-rekan kelasnya tidak cukup dekat, dan itu terjadi karena dari diri Shidou sendiri yang sama sekali tidak mencoba untuk berbaur terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan hingga menolak bantuan dari rekan-rekan kelasnya ketika mereka melihat Shidou sedang kesulitan.
*DingDong...
Suara bel tanda pelajaran akan segera dimulai, mulai berbunyi di seluruh area sekolah. Dan mendengar itu, semua murid perlahan-lahan duduk kembali di tempat mereka masing-masing sambil berdiam diri menunggu datangnya wali kelas mereka.
"Selamat pagi."
"Selamat pagi Sensei..."
"Kalau begitu, ibu akan absen sekarang."
Tidak butuh waktu lama bagi wali kelas mereka untuk sampai, dan ketika wali kelas mereka sudah sampai. Para murid langsung membalas sapaan dari guru mereka.
Dengan begitu. Pelajaran hari ini-pun dimulai.
"Baiklah sampai saat ini, apakah ada salah satu diantara kalian yang tahu kenapa dewa mereka murka terhadap manusia yang tinggal di Ethiania? Shidou apa kau tahu?"
Ditengah waktu pelajaran sejarah, tiba-tiba saja wali kelas Shidou bertanya kepadanya.
Shidou, sebagai murid yang sangat menyukai pelajaran sejarah tentu saja langsung mengingat tentang kenapa daratan Ethiania menerima murka dari para dewa.
"Karena semua manusia yang tinggal di daratan Ethiania sangat rakus. Dewa mereka telah memberikan mereka tanah luas yang sangat subur, di antara tanah itu juga terdapat puluhan sungai dengan air yang sangat jernih bagaikan permata, berbagai macam binatang yang sangat banyak yang dapat mereka buru sesuka hati."
"Itu benar. Tapi mereka masih meminta lebih kepada dewa mereka, bukan hanya itu saja. Mereka juga tidak mau bekerja dan hanya mau menikmati hasilnya saja. Bahkan mereka juga menculik putri dewa mereka dan menjadikannya sebagai alat pemuas hawa nafsu. Karena itulah dewa murka dan memutuskan untuk membinasakan semua kehidupan yang tinggal di daratan Ethiania."
Mendengar penjelasan dari guru wanita tersebut, salah satu siswi perempuan kemudian mengangkat tangan kanannya dan mulai bertanya.
"Sensei. Apa aku boleh bertanya?"
"Ahh Megu ya, tentu kau boleh bertanya."
Megu Fujiura, seingat sang guru, Megu adalah seorang siswi yang langsung bertanya ketika dia merasa ada suatu hal yang tidak dimengerti olehnya.
"Apa tidak apa-apa bagi dewa untuk membinasakan manusia begitu saja tanpa rasa berdosa sama sekali?"
Mendengar pertanyaan dari Megu tersebut, sang guru langsung tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang tentunya, membuat semua murid di kelas itu menjadi kebingungan. Ralat hampir semua murid, itu karena Shidou Amane terlihat memandang Megu dengan tatapan yang seolah-olah berkata seperti 'Apa kau bodoh?'
"Hahaha... Itu pertanyaan yang sangat lucu sekali. Kalau begitu akan aku beritahukan kenapa mereka dapat melakukan hal semacam itu. Itu karena bagi dewa, semua hal yang mereka lakukan adalah kebenaran."
Mendengar itu, mendadak hampir semua murid di dalam ruangan kelas menjadi diam.
"Itu aneh." sahut Megu.
"Memang. Tapi mereka adalah makhluk yang lebih tinggi dibandingkan kita, manusia. Karena itu mungkin saja bagi mereka, kita ini hanyalah makhluk yang dapat di binasakan sesuka hati... Dan juga..."
*DingDong....
Ketika guru itu masih ingin berbicara, suara bel istirahat kemudian berbunyi dan menghalanginya untuk melanjutkan. Semua murid terlihat sangat senang sambil sedikit meneriakan kata 'Yey' sambil mengangkat kedua tangan mereka.
"Waktunya istirahat. Kita akan melanjutkan ini lain waktu."
Bersamaan dengan itu, semua murid mulai menghabiskan waktu istirahat mereka dengan caranya masing-masing.
Ruangan kelas yang tadinya sangat hening, mendadak menjadi sangat hidup. Lorong-lorong kelas yang tadinya sepi karena para murid masih belajar di kelasnya, juga mulai ramai di isi oleh para murid yang ingin keluar dari ruangan kelas menuju suatu tempat.
Sementara Shidou sendiri. Dia berjalan keluar dari kelas sambil berbicara kepada Camus dengan nada suara yang kecil.
"Hah... Sejarah umat manusia memang dipenuhi dengan kebodohan ya."
"Bukankah itu sifat dasar kalian, para manusia?"
"Memang. Aku yakin di zaman apapun, umat manusia pasti saling menghancurkan satu sama lain. Sampai pada akhirnya, mereka tidak dapat menghancurkan apapun lagi."
"Yah. Aku pikir hal itu tidak akan terjadi."
"Hmm? Kenapa?"
"Karena kalian para manusia. Selalu memiliki harapan di dalam situasi sesulit apapun."
Mendengar suara Camus yang sangat tenang seperti biasa. Shidou merasa aneh karena perkataan Camus yang seolah-olah memberitahukannya bahwa, umat manusia selalu memiliki harapan didalam segala situasi.
"Kotak Pandora. Ya." sahutnya, sambil mencoba untuk mengingat sejarah tentang Kotak Pandora.