Di Sudut Kota Bogor "Satin" Sedang Menangisi Ibunya Yang Terbaring Sakit, di Dalam Rumah Kardus yang di Tutupi Atap Seng bekas, Sangat Sempit, Di Balik Onggokan Sampah Yang Berserakan, Ana Melakukannya Agar Mereka Tidak Menemukan Putri Semata Wayangnya.
"Ana " Adalah Ibu Kandung Satin Iya Kehilangan Suaminya Saat Mengandung "Satin",Suaminya Terlalu Capek Menjadi Kuli Panggul Yang Hanya Di Bayar 5000 Rupiah Seharian Penuh, Sungguh Tahun Tujuh Ribuan Ini, Dunia Sudah Kacau Balau, dan Porak Poranda kelaparan Di Mana-mana Akibat Perang Dunia Ke -15.
Dampaknya Sampai Ke Indonesia, Menjadi Tidak Bernilai,Bahan Makanan Langka,Terutama Air Bersih, Sampah Berserakan Di Mana-mana.Rakyat Yang Terlihat Seperti Tuna Wisma dengan Pakaian Compang Camping, Saat Negara di Pimpin Bukan Oleh Presiden melainkan Seorang Kaisar Yaitu " Kaisar Negara Ke -Lima"
di Mana Indonesia Berubah Menjadi Kerajaan Kembali.
Kembali Pada "Satin" Yang Menangisi Ibunya Yang Sakit Keras Karena Lingkungan Yang Buruk, dan Sakit Paru-Paru.
" Satin..Bertahan ya Nak..!! Emak.kayanya Udah gak Lama Lagi..., Ucap Ana Ibunya Satin.
"Emak,, Jangan Ngomong Gitu..? Kalau Ema Ga Ada Satin Ama Siapa.?? Mau Apa..? .Maaak...??? hu..hu...hu...Tangisan Satin.
Tak Lama datanglah Tetangga Mereka " Bi Eha dan Mang Engkos".Karena Dinding Sekat Yang Hanya Kardus Pasti Terdengar Semua Percakapan Mereka.
"Aya Naon Tin...?? Tanya Bi Eha.
" Emak...Bi....Emaak...Udah Ngacoo...,hu...hu...
"Sabar Neng...,Serahkeun KA Gusti Allah.., geus Takdir."
[ Sabar Nak...Serahkan pada Allah, Semuanya Adalah Takdir ]
Ucap Mang Engkos.
Ana Hendak Membisikan Sesuatu Pada Satin Putrinya, "Sa...SAT..Saattiiinnnn...,, Ucap Ana Terbata-bata
" Ya Maak...,, Satin Mendekatkan Telinganya Pada Ibunya.
"Jaga..Keperawananmu,, dengan Nyawamu..Nak..Cuma Itu Yang Berharga, jangan Sampai di Ambil Orang...,I..tuu...,,Ha..harta..mu..Satu..Saat..tu...nyaa..hhhhhaaahhh....,, Hembusan nafas Terakhir Ibunya " Satin".
"Emaaaak....Emaaaaaak...
hiks...hiks....Suara Tangis Satin Pecah membelah Hujan di Malam Itu di dalam Gubuk yang Berdiri antara tumpukan Sampah, sebagai Tempat Sembunyi Mereka Dari Para Penjual Budak dan Gadis untuk di Jadikan Wanita Tuna Susila yang Sangat Murah.
Para Tetangga Yang Tidak Lebih kurang dari 20 Orang Yang Sudah Lanjut Usia karena Putri dan Putra Mereka di Culik untuk Di Jual Tenaganya atau Di Jadikan Wanita Tuna Susila.
Mereka Menangisi Kepergian " Ana" seorang Janda Miskin bahkan Bisa di Kategorikan Seorang Tuna Wisma,yang Bertahan Hidup dengan Putri Semata Wayangnya, Mereka Bahu Membahu menutupi Dan Membesarkan "Satin" hingga Berusia 18 Tahun, Satin Terbiasa Dengan Kerja Keras, Yang Kasar Dan Menyamar Menjadi Anak Laki-laki Semenjak Usia Lima Belas Tahun Selalu Memakai Topi Dan Jaket Bertudung Robek-robek Untuk Menutupi Jati Dirinya, Iya Mengikat dadanya Kencang-kencang Agar Tanda bahwa Iya Seorang Gadis dapat Di Sembunyikan dengan Baik.
Ana Pernah Belajar Membaca dari Orang Tuanya Yang Pernah Mengenyam Pendidikan SD, dan Iya Pun Mengajari Putrinya Baca dan Berhitung, Serta Menceritakan Bagaimana Zaman dulu Sekali Beribu tahun Yang Lalu Kota Ini " Bogor "Pernah Memiliki Sebuah Istana Megah dengan Kebun Yang Sangat Luas.
Cerita Ini Seakan Dongeng bagi " Satin" Karena Kenyataannya "Bogor " Saat Ini Tidak Jauh Berbeda dari Tempat Pembuangan Sampah Bantar Gebang, Sebagian Bogor Telah Menjadi Danau, Kawasan" Puncak" Telah Lama tidak Ada, Akibat Longsor kini Kota Ini Sangat Kumuh dan Berbau, Becek, Sering Tergenang Banjir, dan Bangun Bersusun dengan Dinding Seng Adalah Mereka Yang Hidup Lebih Baik.
Sedangkan Mereka Yang Memiliki Bangunan Rumah adalah Mereka yang di Kategorikan Keluarga Berada.