Elis keluar dari tempat pesembunyiannya setelah melihat Aldo
berbalik arah. ''Haaaah, akhirnya pergi juga tu orang. Lagian, anak orang tajir
apa, ya? Masa iya Cuma suruh beli pembalut saja kembalian delapan puluh ribu
lebih suruh ambi, bener-bener, dunia orang kaya," gumam Elis seorang diri.
Gadis itu pun melangkah berjalan kembali ke gubuk menyusul
kak Tika yang lebih dulu kembali untuk melepas penat. Namun, saat tiba di sana
Elis dibikin penasaran sekaligus takut saat area itu ramai anak-anak jalanan yang
seharusnya keluaar mencari nafkah untuk menyambung hidup selama di ibu kota.
Saking penasarannya gadis itu mempercepat langkahnya, badannya terasa lemas
tangan dan kakinya bergetas saat melihat keramaian itu berasal dari gubuk yang
ia tinggali bersama kak Tika, terlebih ketika mendengar sebagian orang yang ada
di sana juga menangis. 'Ada apa ini, kenpapa? Apakah terjadi sesuatu pada kak
Tika?' ucap Elis dalam hati.
Elis tertegun saat berhasil menerobos kumpulan
teman-temannya yang. Ia tak percaya atas apa yang ia lihat. Di sana, tempat ia
biasa bebaring untuk melepas penat terbaring tubuh tak berdaya dengan mata
terpejam, tangan bersendekap di atas perut dengan badan bersimbah darah.
Dengan bibir bergetar dan air mata yang deras mengalir dari
kedua sudut matanya Elis bertanya pada mereka yang ikut sedih dan menangis.
"Apa yang terjadi dengan kak Tika?"
Semua mata menatap Elis yang baru saja tiba, semua membisu
tak ada satupun dari mereka yang menjawab pertanyaan Elis.
"Kenapa bisa sampai seperti ini? Apa sebenarnya yang terjadi
pada kak TIka?" tanya gadis itu lagi dengan suara yang lebih tinggi. Namun,
jawabannya pun masih sama. Tak ada jawaban dari siapapun. Semua hanya menatap
dia dengan matanya yang merah dan sebab karena air mata.
"Apa kalian semua bisu? Kenapa kalian hanya diam dan tak
satu pun yang menjawab ada apa ini? Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit?"
Sekali lagi Elis berteriak lebih kencang. Barulah satu dari mereka ada yang
menjawab.
"Lis, kamu yang sabar, ya? Kak Tika uda gak bisa di bawa ke
rumah sakit, dia sudah tiada, tadi, setelah makan sian sama kamu, dia jadi
korban tabrak lari dan meninggal di tempat,"
Mendengar jawaban dari wanita yang lebih tua darinya sekitar
enam tahun itu mendadak pandangan Elis menjadi kabur, semuanya putih dan gelap,
ia pun tak sadarkan diri.
Selang dua puluh menit Elis pun sudah sadar. pandangannua langsung diedarkan ke luar halaman yang nampak kumuh itu,ia melihat sebuah
mobil pickup ada di depan gubuk mereka.
"Elis, sukurlah kamu sudah sadar, yang sabar ya. Kami tahu
kau pasti akan sangat merasa kehilangan. Sebab, dialah yang membawamu kemari,
kak Tika memang baik, tidak Cuma kamu, kita semua juga merasa kehilangan."
"Elis tidak begitu mendengarkan apa yang dikatakan oleh
gadis di sebelahnya itu. Ia hanya melihat mobil pickup yang mereka sewa dari
menggalang dana anak-anak jalanan yang tinggal di lingkungan ini untuk
mengantarkan jenazah kak Tika ke rumah duka.
Sebenarnya Elis ingin iku ke Depok, tapi ia takut tidak akan
mampu, dan memangis di sana. Sekarang dia itu siapa? Sesedih-sedihnya dia,
tidak ada apa-apanya dibandungnkan dengan keluarga almarhumah. Nasi telah
menjadi bubur, baru beberapa jam wanita itu menangis merasa dirinya hidup di
dunia tidak memberi manfaat pada orang lain, sekarang justru sudah pergi
kembali pada tuhannya.
'Kata siapa kau tidak bermanfaat bagi orang lain? Lihat,
tidak hanya aku, kak yang menangis merasa kehilangan sosok yang baik sepertimu,
tapi semuanya. Selamat jalan kak Tika. Semoga kau tenang di alam barumu,' gumam
Elis dalam hati, yang masih dengan beruraian air mata.
Tanpa terasa sudah tiga hari berlalu. Elis lebih suka
menyepi dan menyendiri, dan selama itu pula ia juga tidak pergi mengamen,
sebab, ia tak mapu menyanyikan lagu apapun saat keadaan dalam duka yang mendalm
seperti ini. Semua yang bersangkutan dengan mengamen hanya mengingatkan dirnya
kak Tika.
"Kak Elis, makan dulu, ya? Sudah tiga hari semenjak kak Tika
pergi kamu sama sekali belum makan. Jangan gitu, ya. Bagaimana jika kak Tika
tahu dan melihat kau seperti ini, pasti dia sangat sedih. Kamu ingin dia tenang
di sana, bukan? Bujuk Arini, yang juga tinggal di lingkungan kumuh itu.
"Aku gak mau dia tidak tenang di sana. Iya, akan aku makan
ini, terimakasih, ya?" jawab Elis, lalu memaksakan diri untuk makan. Ia
teringat pesan mendiang kak Tika agar tetap berjuang dan kerja agar dapat
segera pulang kampung dan mencapai mimpinya.
'Mas Yoga pasti sudah menungguku di kampung, aku harus
kerja keras dan giat di sini, mana aku gak punya hp lagi. Kangen sih sebenrnya
sama dia. Tapi, gimana mau nelfon kalau hp aja tidak ada,' batin Elis sambil
menghela napas panjang.
Elis memandang Arini yang tengah memainkan game di
ponselnya, ia tersenyum seorang diri, dulu, saat di kampung kalau ada waktu
luang Elis lebih suka mengedit foto dan video dari pada bermain game. Tapi,
saat ini ia enggan membahas soal itu.
"Kak Elis tidak punya hp, ya?" tanya gadis yang usinya
terpaut dua tahun lebih muda dari Elis itu.
Elis tersenyum sambil mengelengkan kepala, lalu menjawab,
"Hp kakak kena jambret pas baru tiba di sini."
"Kakak tidak kangen sama orang rumah? Mungkin mau numpang
buat telfon orang tua?" dengan mata berbinar gadis itu menyodorkan ponselnya
kepada Elis.
Elis diam sejenak memikirkan sesuatu, ia tidak hafal dengan
nonor hp Yoga, namun bisa saja ia numpang telfon ibunya. Tapi, apakah itu hanya
akan membuat masalah kian runyam? Bagaimana kalau pasukan juragan menyebar dan
mencari dia di ibu kota dan menemukannya? Ah, aku pantang pulang sebelum
sukses. Gumam gadis itu dalam hati.
"Terimakasih, Rin. Tidak usah nanti saja kalau ada uang,
kakak akan beli hp sendiri."
Mulai saat ini Elis tidurnya satu kamar dengan Arini, bukan ia takut atau apa, memang gadis itu
saja yang merasa kasihan dan ingin menemani Elis ngobrol sebelum tidur agar
pikiran Elis tidak sampai kosong, sebab, selain tidak baik untuk kesehatan, hal
itu juga membahayakan jiwanya.
Malam pun kian larut, suasana alam sekitar juga sudah sepi,
hanya terdengar suara jangkrik dan hewan malam yang berbunyi saling bersahutan,
karena letak tempat mereka yang dapat dikatakan jauh dari jalan raya. Paling
sesekali suara kereta api yang terdengar bising saat melintas. Namun Elis dan
yang lain sudah terbiasa dengan itu. Jadi, sesering apapun kereta api lewat,
hal itu tidaklah mengganggu tidur mereka.