Chereads / Suamiku mantan gay / Chapter 11 - Elis

Chapter 11 - Elis

Elis keluar dari tempat pesembunyiannya setelah melihat Aldo

berbalik arah. ''Haaaah, akhirnya pergi juga tu orang. Lagian, anak orang tajir

apa, ya? Masa iya Cuma suruh beli pembalut saja kembalian delapan puluh ribu

lebih suruh ambi, bener-bener, dunia orang kaya," gumam Elis seorang diri.

Gadis itu pun melangkah berjalan kembali ke gubuk menyusul

kak Tika yang lebih dulu kembali untuk melepas penat. Namun, saat tiba di sana

Elis dibikin penasaran sekaligus takut saat area itu ramai anak-anak jalanan yang

seharusnya keluaar mencari nafkah untuk menyambung hidup selama di ibu kota.

Saking penasarannya gadis itu mempercepat langkahnya, badannya terasa lemas

tangan dan kakinya bergetas saat melihat keramaian itu berasal dari gubuk yang

ia tinggali bersama kak Tika, terlebih ketika mendengar sebagian orang yang ada

di sana juga menangis. 'Ada apa ini, kenpapa? Apakah terjadi sesuatu pada kak

Tika?' ucap Elis dalam hati.

Elis tertegun saat berhasil menerobos kumpulan

teman-temannya yang. Ia tak percaya atas apa yang ia lihat. Di sana, tempat ia

biasa bebaring untuk melepas penat terbaring tubuh tak berdaya dengan mata

terpejam, tangan bersendekap di atas perut dengan badan bersimbah darah.

Dengan bibir bergetar dan air mata yang deras mengalir dari

kedua sudut matanya Elis bertanya pada mereka yang ikut sedih dan menangis.

"Apa yang terjadi dengan kak Tika?"

Semua mata menatap Elis yang baru saja tiba, semua membisu

tak ada satupun dari mereka yang menjawab pertanyaan Elis.

"Kenapa bisa sampai seperti ini? Apa sebenarnya yang terjadi

pada kak TIka?" tanya gadis itu lagi dengan suara yang lebih tinggi. Namun,

jawabannya pun masih sama. Tak ada jawaban dari siapapun. Semua hanya menatap

dia dengan matanya yang merah dan sebab karena air mata.

"Apa kalian semua bisu? Kenapa kalian hanya diam dan tak

satu pun yang menjawab ada apa ini? Kenapa tidak di bawa ke rumah sakit?"

Sekali lagi Elis berteriak lebih kencang. Barulah satu dari mereka ada yang

menjawab.

"Lis, kamu yang sabar, ya? Kak Tika uda gak bisa di bawa ke

rumah sakit, dia sudah tiada, tadi, setelah makan sian sama kamu, dia jadi

korban tabrak lari dan meninggal di tempat,"

Mendengar jawaban dari wanita yang lebih tua darinya sekitar

enam tahun itu mendadak pandangan Elis menjadi kabur, semuanya putih dan gelap,

ia pun tak sadarkan diri.

Selang dua puluh menit Elis pun sudah sadar. pandangannua langsung diedarkan ke luar halaman yang nampak kumuh itu,ia melihat sebuah

mobil pickup ada di depan gubuk mereka.

"Elis, sukurlah kamu sudah sadar, yang sabar ya. Kami tahu

kau pasti akan sangat merasa kehilangan. Sebab, dialah yang membawamu kemari,

kak Tika memang baik, tidak Cuma kamu, kita semua juga merasa kehilangan."

"Elis tidak begitu mendengarkan apa yang dikatakan oleh

gadis di sebelahnya itu. Ia hanya melihat mobil pickup yang mereka sewa dari

menggalang dana anak-anak jalanan yang tinggal di lingkungan ini untuk

mengantarkan jenazah kak Tika ke rumah duka.

Sebenarnya Elis ingin iku ke Depok, tapi ia takut tidak akan

mampu, dan memangis di sana. Sekarang dia itu siapa? Sesedih-sedihnya dia,

tidak ada apa-apanya dibandungnkan dengan keluarga almarhumah. Nasi telah

menjadi bubur, baru beberapa jam wanita itu menangis merasa dirinya hidup di

dunia tidak memberi manfaat pada orang lain, sekarang justru sudah pergi

kembali pada tuhannya.

'Kata siapa kau tidak bermanfaat bagi orang lain? Lihat,

tidak hanya aku, kak yang menangis merasa kehilangan sosok yang baik sepertimu,

tapi semuanya. Selamat jalan kak Tika. Semoga kau tenang di alam barumu,' gumam

Elis dalam hati, yang masih dengan beruraian air mata.

Tanpa terasa sudah tiga hari berlalu. Elis lebih suka

menyepi dan menyendiri, dan selama itu pula ia juga tidak pergi mengamen,

sebab, ia tak mapu menyanyikan lagu apapun saat keadaan dalam duka yang mendalm

seperti ini. Semua yang bersangkutan dengan mengamen hanya mengingatkan dirnya

kak Tika.

"Kak Elis, makan dulu, ya? Sudah tiga hari semenjak kak Tika

pergi kamu sama sekali belum makan. Jangan gitu, ya. Bagaimana jika kak Tika

tahu dan melihat kau seperti ini, pasti dia sangat sedih. Kamu ingin dia tenang

di sana, bukan? Bujuk Arini, yang juga tinggal di lingkungan kumuh itu.

"Aku gak mau dia tidak tenang di sana. Iya, akan aku makan

ini, terimakasih, ya?" jawab Elis, lalu memaksakan diri untuk makan. Ia

teringat pesan mendiang kak Tika agar tetap berjuang dan kerja agar dapat

segera pulang kampung dan mencapai mimpinya.

'Mas Yoga pasti sudah menungguku di kampung, aku harus

kerja keras dan giat di sini, mana aku gak punya hp lagi. Kangen sih sebenrnya

sama dia. Tapi, gimana mau nelfon kalau hp aja tidak ada,' batin Elis sambil

menghela napas panjang.

Elis memandang Arini yang tengah memainkan game di

ponselnya, ia tersenyum seorang diri, dulu, saat di kampung kalau ada waktu

luang Elis lebih suka mengedit foto dan video dari pada bermain game. Tapi,

saat ini ia enggan membahas soal itu.

"Kak Elis tidak punya hp, ya?" tanya gadis yang usinya

terpaut dua tahun lebih muda dari Elis itu.

Elis tersenyum sambil mengelengkan kepala, lalu menjawab,

"Hp kakak kena jambret pas baru tiba di sini."

"Kakak tidak kangen sama orang rumah? Mungkin mau numpang

buat telfon orang tua?" dengan mata berbinar gadis itu menyodorkan ponselnya

kepada Elis.

Elis diam sejenak memikirkan sesuatu, ia tidak hafal dengan

nonor hp Yoga, namun bisa saja ia numpang telfon ibunya. Tapi, apakah itu hanya

akan membuat masalah kian runyam? Bagaimana kalau pasukan juragan menyebar dan

mencari dia di ibu kota dan menemukannya? Ah, aku pantang pulang sebelum

sukses. Gumam gadis itu dalam hati.

"Terimakasih, Rin. Tidak usah nanti saja kalau ada uang,

kakak akan beli hp sendiri."

Mulai saat ini Elis tidurnya satu kamar dengan Arini,  bukan ia takut atau apa, memang gadis itu

saja yang merasa kasihan dan ingin menemani Elis ngobrol sebelum tidur agar

pikiran Elis tidak sampai kosong, sebab, selain tidak baik untuk kesehatan, hal

itu juga membahayakan jiwanya.

Malam pun kian larut, suasana alam sekitar juga sudah sepi,

hanya terdengar suara jangkrik dan hewan malam yang berbunyi saling bersahutan,

karena letak tempat mereka yang dapat dikatakan jauh dari jalan raya. Paling

sesekali suara kereta api yang terdengar bising saat melintas. Namun Elis dan

yang lain sudah terbiasa dengan itu. Jadi, sesering apapun kereta api lewat,

hal itu tidaklah mengganggu tidur mereka.