Di tengah perjalanan menuju Hutan Terlarang untuk menyelesaikan misi kami, jati dirinya Zoker yang lain terpicu keluar saat dia sedang menceritakan masa lalunya.
Karena dia tidak menjawab pertanyaanku tentang siapa dia sebenarnya, maka kuberi dia nama sementara.
" 'V'… Karena huruf 'V' yang ada di matamu."
"Aku anggap namamu adalah V." kataku menetapkan
" 'V' ? Terserah kau sajalah, tuan." Balasnya melihatku sambil tersenyum lebar menyeramkan
("Gaya bicaranya sungguh membuatku muak, mungkin seperti.. seorang psikopat?")
"Langsung ke intinya saja, jelaskan bagaimana kau bisa—"
*Nnnggg*
Perkataanku terhenti melihat sabitnya menyala-nyala lagi seperti waktu itu.
"Akhirnya aku mendapatkan posisiku kembali setelah diambil si 'gila' itu." Ucapnya terdengar kesal bicara sendiri
("Bicara apa dia? Apa yang dia maksud Crown-nya Zoker yang hilang?")
"Kau belum menjawab pertanyaanku, siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa masuk ke tubuh Zoker?"
"Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan yang aku sendiri tidak tahu jawabannya, haaah??" balasnya meledek
"Cepatlah kita cari mangsa lagi, tuan.. aku sedang ingin sekali membunuh sekarang!" teriaknya lepas
"Atau.."
*Dash!*
*!!*
*Zringg*
Dalam sekejap dia mendekat hingga wajahnya tiba-tiba sudah berada di depanku persis dan sudah mengalungkan sabitnya ke belakang leherku.
*grab*
*set*
Dia menarik kerahku mendekat ke arahnya.
"Sebagai gantinya kau yang akan jadi mangsaku sekarang." Bisiknya ke telingaku langsung
"Ahahahaha.. ugh—"
Tiba-tiba dia terlihat kesakitan memegangi kepalanya.
("Eh? Kenapa? Dia kenapa? Aku yakin belum melakukan apapun padanya.")
"Sial, dia sudah kembali." Gumamnya pelan
"Sepertinya kita berpisah disini, tuan tercintaku." Ucapnya sambil menahan rasa sakit
Tiba-tiba dia menurunkan sabitnya dari leher hingga menekan punggungku.
*puff*
("Dasar gila, seenaknya menekan tubuhku dengan sabit setajam in—")
Segera sabitnya kuubah jadi selembut bantal, tapi saat perhatianku teralihkan mengubah sabitnya..
*Chuup*
*?!*
Dia menarik tubuhku mendekat dengan sabitnya dan menarik lagi kerahku, lalu bibir kami pun bertemu.
"Hmmpp!!"
Tentu saja hal itu membuatku spontan ingin melepaskannya. Tapi saat kulihat matanya yang terpejam menghayati, mengeluarkan air mata yang mengalir turun dari sana. Melihatnya yang menitikkan air mata, entah kenapa membuatku mengurungkan niatku untuk menjauh.
("Ciuman pertamaku... telah diambil oleh servant-ku sendiri.")
("Dan juga ternyata bibirnya selembut ini.")
Pikirku yang semakin lama mulai kehabisan napas.
"Cukup." Ucapku mendorongnya pelan menjauh dariku
"Hehe.. Sudah kuduga kau memang…" Ucapnya dengan wajah puas langsung kehilangan kesadarannya
*pluk*
Tubuhnya melemas jatuh ke arahku, segera kutangkap pundak menahannya.
("Kemunculannya yang tidak menentu, selalu meninggalkan pertanyaan.")
("Dan dia ternyata jauh lebih agresif dari Crown-nya Zoker.")
Karena dia sedang tak sadarkan diri, perjalanannya kutunda hingga dia siuman dan menyandarkannya di sebuah pohon rindang dekat kami.
~~~
Setelah lumayan lama pingsan, akhirnya Zoker sadar.
"Mmm… E-Eeehh!" teriaknya bangun langsung panik sendiri
"A-Ap-Ap-Apa yang sudah terjadi, tuan?"
Saat dia mengusap-usap wajahnya.
"Air mata? Kenapa aku menangis, tuan?"
("Aku sendiri ingin tahu kenapa..")
("Semuanya.")
"Tiba-tiba saja kau pingsan saat kita ngobrol dan mengigau, lalu bicara ngelantur tidak jelas akan sesuatu, pada akhirnya menangis." Balasku berbohong mencari alasan
"Me-Mengigau??" responnya dengan muka merah padam memegangi pipinya
"Ehh.. Aku pasti mengatakan hal-hal yang memalukan di depanmu, tuan.." Tambahnya malu menutup muka
"Tolong lupakan semuanya, tuan." Pintanya melas seperti biasa
Aku tersenyum mengabaikan langsung berdiri ingin lanjut berjalan lagi.
"Jangan mengabaikan— Eh.. kenapa aku sabitku aku pegang, ya?" Ucapnya bertanya-tanya sendiri di belakang
"Itu bagian dari adegan mengigau kau ta—"
"Dan juga bibirku terasa sedikit basah."
*!!*
("Checkmate.")
("Aku harus mencari alasan lain agar dia tidak semakin penasaran.")
"I-Itu.. Mmm.." balasku berputar ke arahnya berpikir keras berusaha mencari alasan yang tepat
"Apa? Apa, tuan?" tanyanya mendadak jadi sangat antusias
"Kau.."
"Aku..??"
"Kau… ngiler."
…
..
*Fyuuu〜*
Begitu sunyi sampai terdengar suara rerumputan serta dedaunan yang terhembus angin.
"Ngiler..?"
Setelah itu, tatapan matanya terlihat kosong seperti ikan yang sudah mati.
("Duh, sepertinya alasanku kurang tepat.")
"Kau tidak apa-apa, Zoker?"
"Dzingg!*
Dia mengayunkan sabitnya ke atas.
"Maaf, tuan.. tapi aku sudah tidak pantas lagi untuk hidup." Ucapnya seakan mendeklarasikan kematiannya sendiri
("Heh? Apa? Apa maksudnya? Dia mau bunuh diri hanya karena itu?")
Tanpa keraguan sedikitpun di matanya, diayunkan sabit ke arah lehernya sendiri.
*!!*
Saat itulah seperti ada yang memberiku dorongan kuat dari dalam diriku yang memaksa agar memberinya perintah atau semacamnya demi menghentikan aksi gilanya.
"BERHENTI!!"
*stop*
Pergerakannya terhenti sesuai perkataanku.
*inhale*
"Perintah: Selama masih berstatus servant milikku.." Ucapku lantang
*Shwringg*
*Krincing.. Krincing.. Krincing.. Krincing..*
Saat memberi perintah, muncullah lingkaran sihir di bawah kakinya, diikuti keluarnya semacam rantai cahaya yang mengambang di sekitarnya.
" 'Tidak akan kuijinkan kau untuk mati' ." Lanjutku
"Srelelelelelep!*
*Crang!*
*Zrepp!*
Rantai cahaya yang mengambang tadi langsung mengikat seluruh tubuhnya lalu pecah menjadi serpihan cahaya-cahaya kecil yang dengan cepat menghilang meresap ke dalam tubuhnya. Dan lingkaran sihirnya pun hilang setelah itu.
("Apa itu tadi barusan?")
"Maaf, tuan." Ucapnya perlahan menurunkan sabitnya
"Jangan coba-coba melakukan hal bodoh seperti itu lagi." Kataku mengingatkan
"Baik, tuan."
"Tapi, tuan.. bagaimana kau bisa tahu tentang 'perintah mutlak servant' tadi?" tanyanya
" 'Perintah mutlak servant' ?" balasku bertanya balik
"Ya tuan, itu adalah kutukan mutlak untuk para servant untuk mematuhi segala perintah yang diberikan sang pemilik padanya, dan tidak akan bisa dipatahkan kecuali atas izin pemiliknya sendiri."
"Owh, aku baru tahu tentang itu, tiba-tiba saja aku merasa harus melakukannya saat melihatmu ingin bunuh diri tadi."
"Sudahlah, waktu kita sudah terbuang banyak, ayo." Ajakku
"Baik, tuan."
("Entah kenapa ada sedikit kerisauan yang mengganggu pikiranku setelah aku memberinya perintah seperti itu.")
("Aku khawatir sudah salah mengambil keputusan.")
("Tapi, kalau itu bisa menyelamatkannya..")
("Kurasa itu sudah cukup.")
~~~
Berjam-jam jalan kaki, rasanya Hutan Terlarang yang sangat luas itu belum terlihat juga hingga sekarang.
"Zoker, apa masih jauh?" tanyaku
"Sedikit lagi kita akan sampai ke Hutan Terlarang-nya, tapi kalau kastil yang kita tuju masih sangat jauh." Jelasnya sambil melihat peta dari quest
("Masih jauh, ya.. kalau begini kita harus mencari tempat bermalam.")
"Disini tertulis ada kota kecil untuk bermalam selama perjalanan kita." Katanya sambil menunjuk sesuatu di peta di tangannya
"Kota apa?"
"Kota Tief, atau sering disebut juga Kota Bandit, salah satu kota dengan tingkat kewaspadaan tinggi."
"Maksudnya?" tanyaku tidak mengerti dengan penjelasan kotanya
"Berdasarkan buku yang pernah kubaca, tempat yang hanya disarankan untuk didatangi oleh para petualang kelas atas saja, karena tingginya tingkat kriminalitas disana dan juga tempat berkumpulnya para bandit." Jelasnya
"Untuk petualang kelas bawah sangat tidak disarankan." Lanjutnya
"Kau yang memimpin perjalanan kali ini, jadi apa keputusanmu?" tanyaku
"Aku akan ikut kemanapun kau pergi, tuan." Balasnya tanpa ragu
"Jawabanmu itu tidak menjawab pertanyaanku sama sekali."
"Suatu saat kau harus mengambil keputusan sendiri saat aku tidak ada, jadi pikirkan sendiri jalan keluar terbaik." Lanjutku menceramahinya
"A-Anu.. Umm.."
"Menurutku, kita lebih baik menginap disana untuk semalam, karena berada di alam bebas saat malam apalagi di daerah sekitar Hutan Terlarang terlalu berbahaya." Jawabnya memberi pendapat
"Meski kota itu markas para bandit?" tanyaku
"Ya, aku percaya kalau mereka itu tidak ada apa-apanya di hadapanmu, tuan." Balasnya semangat
"Baiklah, sudah ditentukan."
"Tujuan kita selanjutnya adalah kota Tief." Kataku menetapkan
"Baik, tuan."
("Semoga ada hal menarik disana yang menanti.")
Kami pun lanjut berjalan kesana hingga hari mulai gelap.
~~~
Tembok baja yang tinggi dan besar dengan banyak kobaran obor menyala di atasnya, meski masih sore. Gerbang yang dijaga dua orang yang tidak memakai baju zirah lengkap bersenjatakan tombak, tapi terlihat meyakinkan.
Kami menghampiri penjaga yang ada di gerbangnya.
"Perkenalkan dirimu dan tujuanmu datang kemari." Ucap salah satu dari mereka
"Toon, petualang biasa yang ingin mencari tempat untuk bermalam." Jawabku sambil menunjukkan kartu petualang milikku
"Dan ini servant-ku, kalian tidak perlu tahu namanya." Lanjutku menunjuk Zoker di belakang
"Harga masuknya 5 keping emas." Ucap penjaga satunya lagi
"Hah?!"
"Lima keping emas untuk dua orang? Kalian mau merampok, ya?" lanjutku protes soal harga masuknya
"Itu harga untukmu, dan untuk nonanya.." ucapnya perlahan menghampiri Zoker
"Gratis..—"
*Plak!*
Kutepis tangannya yang mencoba menyentuh Zoker.
"Jauhkan tanganmu darinya, kalau kau masih ingin hidup." Kataku memperingatkan
"Tch, kalau kau tidak mau, segera tinggalkan tempat ini." Katanya mengusir
"Bagaimana Zoker? Kau masih ingin masuk atau tid—"
*Kruyuk..*
Wajahnya memerah malu memegangi perutnya.
("Malah perutnya yang menjawab.")
"Baiklah kalau begitu."
*puff*
*Swing〜*
*Bugh..*
Kuubah mereka jadi boneka, dan kubenturkan kepalanya ke tembok hingga pingsan.
"Ayo masuk, mereka tidak akan ingat kejadian barusan." Ajakku jalan duluan masuk
"Ta-Tapi.. ini jadi kedua kalinya kau mendengarnya, tuan." Ucapnya malu masih memegangi perut
"Tenang saja, suaranya tidak seburuk itu kok." Balasku mengacungkan jempol tanpa menoleh
"Tuuaaannn.." teriaknya pelan berlari kecil mengejar
("Dengan begini, kami berhasil masuk ke kota Tief tanpa membayar sepeserpun.")
("Dan karena aku tidak punya uang lagi, sih.")
~~~
"Mmm…" gumamku sendiri berjalan melihat-lihat sekeliling
("Kurasa tidak ada bedanya dari kota pada umumnya.. apa yang membuat kota ini masuk daftar kota yang berbahaya, ya?)
"Oi cebol." Terdengar suara orang dari belakang memanggil
Selagi asik jalan-jalan menyusuri kota, kami sudah didatangi seseorang dari belakang.
"Aku baru pertama kalinya melihat wajahmu disini.. Kau baru tiba, ya?" tanyanya
"Ya."
"Apa tujuanmu datang kemari?" tanyanya lagi
("Merepotkan sekali sih orang yang satu ini.")
"Aku hanya mencari tempat untuk tidur malam ini, besok kami akan langsung pergi lagi." Jawabku perlahan berputar melihat lawan bicaraku
"Oh, baiklah kalau begitu." Balasnya singkat dan mata kami bertemu
("Kukira manusia biasa, ternyata hanya seekor manusia setengah rubah besar berbaju zirah lengkap dengan dua pedang dengan ukuran yang berbeda di pinggangnya.")
("Dan tinggi badannya..")
("Pantas saja dia memanggilku cebol.")
"Meski kau hanya sebentar disini, kuperingatkan kau satu hal.." Ucapnya mulai menunduk mendekat menatap mataku
"Jangan sampai kau melakukan hal yang mencurigakan, apalagi sampai membuat masalah untuk 'Ketua' disini." Lanjutnya memperingatkan
("Ketua..??")
"Baiklah kami mengerti, ngomong-ngomong ada yang ingin kutanyakan padamu." Balasku memanfaatkan momen
"Apa?"
"Bank-nya ada di sebelah mana?" tanyaku langsung ke inti
Mendengar pertanyaanku, dia menarik pundakku untuk berputar dan menunjuk suatu tempat dari kejauhan.
"Kau lihat bangunan besar itu?" katanya menunjuk bangunan besar yang terlihat dari tempat kami berada
"Mmm." Responku mengangguk pelan
"Datang saja kesana, tempat itu menyediakan segala yang kau butuhkan." Lanjutnya
"Mmm." Responku mengangguk-angguk mengerti
"Kalau sudah, aku mau lanjut berpatroli lagi." Ucapnya berpisah
"Baik, terima kasih banyak atas infonya."
Setengah rubah tadi sudah pergi, saatnya kami mengambil uang, makan malam, dan segera tidur.
Tidak seperti yang kubayangkan, sepertinya sebutan 'Kota Bandit' itu terlalu berlebihan untuk kota yang terlihat normal ini, meski begitu aku tetap harus berhati-hati.
~~~
*Klenceng.. klenceng..*
"Selamat datang." Sambut seorang pelayan menghampiri
Suara lonceng saat pintu terbuka, ditambah sambutan pelayannya, membuatku serasa benar-benar masuk ke dalam sebuah bar.
"Ada yang bisa saya bantu, tuan." Tanyanya
Kuperhatikan penampilannya dari atas ke bawah.
("Mata besar berwarna hijau zamrud, rambut panjang berwarna coklat, telinga rubah, dan juga ekornya yang menggibas-gibas pelan.")
("Pelayan ini… setengah rubah seperti yang di luar tadi.")
"Tuan?" pelayannya memanggil lagi karena tidak kurespon
Aku mengindahkan panggilannya dan fokus memperhatikan pakaiannya yang mirip dengan kostum pelayan yang disukai para otaku di Jepang, tapi aku tidak tahu apa namanya. Dan sebagai laki-laki, aku terpaku dengan sesuatu yang sangat menarik untuk dipandang dari penampilannya ini.
Saat itu Zoker menarik pelan bajuku menyadarkan.
("Ah… de javu lagi.")
"Tuann.. Mmpphh!!" panggilnya cemberut menggembungkan pipi
("Eh?? Apa-apaan wajah cemberutnya ini?? Imutnya!!")
"E-Ehm.. kami sedang mencari bank di sekitar sini, bisa tunjukkan dimana tempatnya?" tanyaku
"Bank-nya ada di sebelah sana." Jawabnya menunjuk ke ruangan lain di sebelah kiri
"Masih di dalam bangunan.. ini?" tanyaku memperjelas
"Ya, kalau ada mau ditanyakan, silahkan tanya saja."
"Ah tidak, kami mau mengambil uang dulu, terima kasih." Ucapku mulai berjalan pergi
"Baik."
("Hebat juga sebuah bar punya bank sendiri seperti ini.")
"Ngomong-ngomong Zoker, kau mau ambil berapa nanti?" tanyaku tetap berjalan
"Entahlah tuan, aku tidak terlalu mengerti nilai uang." Jawabnya
"Tidak mengerti?"
"Ya, aku hampir tidak pernah menggunakannya karena sebagai bangsawan, semuanya sudah disediakan bahkan sebelum aku membutuhkannya." Lanjutnya lagi
("Tidak jauh berbeda denganku dulu.")
"Kalau begitu, 100 koin emas mungkin cukup sampai kita kembali dari misi."
"Baik."
[Note: Nilai uang di Mystopia, 1 Emas = 10 Perak = 1000 Perunggu]
~~~
Di depan pegawai bank-nya.
….
…
"Hei, kau tahu cara menarik uangnya, kan?" bisikku ke Zoker yang mematung saling menatap dengan pegawai bank-nya
"A-Anu.. anu.." responnya malah terlihat panik kebingungan dan perlahan melangkah mundur
Aku tarik tangannya menghampiri pegawainya.
"Ano.." Panggilku maju duluan
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu, tuan?"
"Kami ingin melakukan penarikan uang." Balasku
"Bisa ditunjukkan kartu membernya." Lanjutnya
"Keluarkan kartunya." Suruhku ke Zoker
Dia merogoh-rogoh saku mengeluarkan kartu.
"I-Ini."
Pegawai banknya meletakkan kartunya di atas alat seperti piringan perak tipis yang mengeluarkan cahaya biru seperti senter, lalu keluar data dari kartunya sama persis seperti hologram di Jepang.
("Ternyata sistemnya tidak jauh berbeda dengan di Jepang, meski aku sendiri belum pernah punya ATM sendiri sih.")
"Atas nama… Zoker En Claire." Ucap pegawainya menyebutkan nama
"I-Iya benar." Balas Zoker masih malu kalau berhadapan dengan orang asing
("Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah menanyakan nama lengkapnya Zoker, dan ini pertama kali aku mendengarnya.")
"Jumlah saldonya…—" pegawainya terlihat kaget melihat nominalnya
"Maaf sebelumnya." Tiba-tiba dia minta maaf ke Zoker
"Karena keterbatasan kota, jadi batas pengambilan uang per-orang maksimal 50 koin emas." Sambungnya menjelaskan
"Bagaimana, tuan? Hanya bisa diambil setengah dari yang kita inginkan." Tanya Zoker padaku
"Tidak apa-apa, ambil saja."
"Baik, aku ambil 50 koin emas." Balasnya ke pegawai bank
"Potongan pajaknya satu perak ya, bagaimana?" tanyanya
"Ya."
"Baik, tunggu sebentar."
Tak lama, dia pergi dan kembali entah dari mana membawa sekantung koin.
"Ini kartu membernya, terima kasih." Ucapnya memberikan kartunya
Setelah dapat uangnya, saatnya kami makan malam.
~~~
Kami kembali ke bar, mencari tempat kosong dan duduk disana menunggu hingga pelayan setengah rubah yang tadi datang.
"Selamat datang, sudah mau memesan?" tanya pelayannya ramah
"Tolong dua paket makan malam." Jawabku
"Baik, tunggu sebentar." Balas dia pergi lagi
Sambil menunggu pesanan, aku melihat-lihat sekitar sambil mengumpulkan informasi dari pelanggan lain. Menurutku, bar adalah tempat paling mudah mendapatkan informasi di dunia ini. Karena saat makan bersama, semuanya saling terbuka, apalagi saat mereka mabuk.
Setelah pesanannya datang, kami makan sambil mendengar berbagai ocehan pelanggan lain yang mau tidak mau pasti terdengar.
"Ini pesanannya, tuan." Pelayan rubah tadi membawa pesanan untuk meja lain
"Ngomong-ngomong nona Arliz, bagaimana pendapatmu tentang keamanan kota ini? " tanya pelanggannya
"Keamanan kota?"
"Umm, menurutku baik-baik saja, aku rasa masih aman-aman saja meski berjalan sendirian di malam hari kok." jawabnya ramah
"Kalau bahan pangan kita bagaimana? Kau tidak kekurangan apapun kan, nona Arliz?" tanya seorang lagi dari meja lain
"Baik-baik saja, stok di gudang masih banyak dan segar-segar." Jawabnya
"Bagaimana dengan penjaga pintu gerbang kota? Kudengar mereka meminta bayaran ke orang-orang yang masuk ke kota?" tanya seorang lagi dari meja lain
("Kenapa mereka semua bertanya tentang kota padanya, padahal dia hanya seorang pelayan bar.")
("Atau jangan-jangan..")
Aku sudah membuat dugaan sendiri berdasarkan tingkah semua pelanggan lain yang bertanya urusan kota padanya.
"Duh kalian ini, setiap hari selalu bertanya hal itu padaku." Keluhnya pada setiap orang yang bertanya
"Tapi tentang penjaga yang meminta bayaran, menurutku mereka harus diganti dengan petugas yang lebih dapat dipercaya dalam menjalankan tugasnya." Lanjutnya memberikan pendapat
"Hmm gitu ya, maaf nona Arliz karena selalu bertanya yang macam-macam ya, hahahaha." Balas orang yang bertanya terakhir
Situasinya mendukung untuk tanya jawab padanya yang sepertinya tahu banyak hal, jadi aku putuskan untuk bertanya juga.
"N-Nona Arliz." Panggilku sok akrab
("Rasanya aneh sekali memanggil seorang gadis yang baru kukenal seperti ini.")
"Bagaimana kalau sesuatu tentang Kastil Frankenstein yang ada di dalam Hutan Terlarang?"
…
〜Hening〜
…
("Kenapa mendadak sepi begini? Ada yang salah dengan pertanyaanku?")
"Kastil itu ya.." pelayan tadi mulai berbicara menanggapi
Terasa sekali tekanan kalau semua orang sedang menatap ke arahku saat ini, kecuali Zoker yang tetap fokus pada makanannya.
"Aku pernah kesana sekali sih, tapi tidak sampai masuk ke dal— tidak, kau tidak akan bisa memasukinya." Jelasnya menarik semua perhatian orang-orang
"Hanya dengan memperhatikannya dari kejauhan, sudah terasa ada sesuatu yang aneh dari kastil itu."
"Seperti.."
Dia terlihat menghayati cerita sampai memeluk papan untuk membawa pesanannya.
���Seperti keinginan membunuh yang sangat kuat, tapi di saat yang sama.."
"… ada rasa kesepian yang teramat sangat juga menyelimuti tempat itu."
"Aku merasa ketakutan tapi juga kasihan karenanya, aku masih penasaran dan ingin kesana lagi lain kali, untuk memastikan apa yang sebenarnya ada di dalam sana." Lanjutnya menjelaskan
Aku bisa tahu kalau dia tidak berbohong dengan semua yang dia katakan, karena itulah aku jadi dapat ide.
"Aku akan pergi kesana besok pagi, dan karena kau sudah pernah kesana.." Ucapku seperti mengumumkan
"Aku mau mengajakmu ke kastil itu sebagai pemandu." Sambungku mengajak
"Uhukk!"
Zoker tersedak mendengar perkataanku barusan.
*Duakk!*
"Oi! Aku tidak akan membiarkanmu membawa ket— nona Arliz ke tempat berbahaya seperti itu." Bantah salah seorang pelanggan yang bertanya tadi memukul meja
("Berarti benar dugaanku.")
"Tenang saja, aku akan menjaganya, karena aku tahu kalau dia adalah.. orang yang sangat penting bagi kalian." Ucapku memancing fakta yang mereka sembunyikan darinya
"Dasar!!" responnya bangun dari duduknya terlihat geram
*Klenceng.. Klenceng..*
"Cukup, Marlin!" Teriak seseorang masuk ke bar
Begitu kulihat, ternyata yang berteriak barusan adalah si rubah besar. Dia langsung masuk dan berjalan menghampiriku.
Entah apa yang akan dia lakukan, aku tetap bersikeras akan membawa pelayan rubah itu apapun yang terjadi.