Chapter 3 - Chapter 3: Ujian terakhir

Lima tahun telah berlalu sejak pertama terpindah ke dunia ini. Setiap hari dari pagi hingga sore, aku terus latihan sambil membantu mengerjakan semua tugas-tugas Black mengurus rumah. Khususnya memasak, karena sudah biasa memasak, jadi bagian memasak sudah menjadi tugasku sekarang.

Aku sudah mulai merasakan hasil dari latihanku selama ini dan sudah bisa menggunakan Crown dengan baik dengan area yang cukup luas dan waktu yang cukup lama, meski aku akan merasa sangat kelelahan jika areanya terlalu luas. Aku juga disuruh memanjangkan poni rambut oleh Black untuk menutupi mata kiriku yang berubah permanen seperti sedang menggunakan Crown dan menyembunyikan identitasku sebagai pengguna langka.

Selain berlatih meningkatkan stamina, berburu berbagai monster dari berbagai ukuran, aku juga diajarkan ilmu bela diri oleh Black dan berlatih tanding setiap hari. Aku bisa mengalahkannya dengan mudah jika menggunakan Crown-ku, tapi aku tidak boleh ketergantungan dengannya. Oleh karena itu aku tidak pernah menang sekalipun darinya saat bertanding tanpa Crown.

Pernah suatu saat setelah latihan tanding, dia mengatakan sesuatu padaku.

"Gunakan kepalamu untuk bertarung, jangan hanya terpaku pada kekuatan!"

"Kau ini manusia, bukan hewan! Dan jangan lupa gunakan teknik pernapasan seperti yang sudah kuajari!" teriaknya lantang setelah mengalahkanku

Kata-kata darinya menyadarkanku, kalau aku selama ini hanya mengandalkan otot saja hanya karena tubuhku sudah menjadi sedikit lebih kuat.

Sampai suatu hari dia mengatakan sesuatu yang penting padaku setelah kembali entah dari mana.

"Toon." Panggilnya

"Pertandingan besok adalah ujian terakhir untukmu, kalau kau bisa mengalahkanku maka aku akui sudah cukup bagimu ada disini dan boleh pergi ke kerajaan." katanya tiba-tiba

"Tapi kalau tidak bisa, mustahil bagimu mengalahkan gadis yang mungkin juga berkembang selama beberapa tahun belakangan ini."

"Dan lupakan saja tentang keinginanmu untuk balas dendam padanya."lanjutnya memperingati

Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi selama dia pergi, tapi kali ini dia kelihatan benar-benar serius.

"BAIK."

Perkataannya benar-benar membuat semangatku membara. Aku hanya punya waktu semalaman untuk memikirkan cara mengalahkan Black dengan kemampuan dan pengalamanku.

~~~

Setelah makan malam dan semua tugas rumah sudah dikerjakan, aku jalan-jalan mencari udara sebentar. Bersandar di bawah pohon yang agak jauh dari rumah agar lebih rileks tanpa mendengar Black yang suka mengoceh sendiri di malam hari.

Tanpa suara sedikitpun, tiba-tiba aku merasakan kehadiran seseorang dari balik pohon. Begitu cepat sampai aku tidak sempat menjauh, dan..

*!!*

("A-Apa ini!?")

("Tubuhku.. tidak bisa bergerak.")

Seolah diikat dengan sesuatu yang tidak terlihat, aku tidak bisa bergerak dari sana. Lalu dia mulai bicara.

"Perkenalkan aku adalah Informan."

("Suara perempuan?")

"Karena suatu sebab yang tidak perlu kau ketahui, aku akan memberikan informasi untuk membantu selama perjalananmu di dunia ini." Jelasnya mendadak

("Sekarang apa lagi ini?")

"Mariana Lily, gadis itu ada di dunia ini, tapi dia terpisah jauh darimu." Ucapnya menjelaskan

("Li-Lily ikut terpindah ke dunia ini juga?!")

"Dan sekarang kau sedang mencari cara untuk mengalahkan gurumu, Black."

"Akan kuberitahu cara mengalahkannya, meski tanpa menggunakan Crown." jelasnya seakan tahu segalanya

"Gunakan jebakan untuk mengalahkannya." lanjutnya memberitahuku kelemahan Black

"Hei, tung—." kataku mencoba melihat ke arahnya

*Wooshh*

Disertai hembusan angin yang cukup kencang, dia menghilang entah kemana dan belenggu yang mengikatku pun hilang.

Aku tidak percaya begitu saja dengan apa yang dia katakan dan segera kembali. Meski begitu aku terus memikirkan saran darinya, dan akhirnya kuputuskan mengikutinya sarannya untuk jaga-jaga.

Ujiannya akan dimulai pada tengah hari, jadi paginya aku mencoba membuat parit di dalam gua yang nanti akan kugunakan melawan Black, dan kembali sebelum siang.

~~~

Di tempat biasa kami bertanding, Black sudah siap dan kini berada di depanku.

"Mungkin ini akan menjadi terakhir kalinya kita bertarung, pastikan kau kerahkan semua yang sudah kau pelajari disini." Ucapnya sebelum tes dimulai

"Aku tidak akan kalah kali ini." Balasku

"Ohh, semangat yang bagus.. kalau kau laki-laki, buktikan kata-katamu barusan."

Setelah itu, pertandingan dimulai.

*deep inhale*

("Aku pasti akan lulus dan keluar dari tempat ini.")

"Langsung menggunakan teknik pernapasan di awal? Berani juga kau rupanya." Ucapnya mulai mengambil kuda-kuda bertarungnya

*exhale*

*FWOOSSHH!!*

Tanpa panjang lebar, aku melesat dengan teknik pernapasan mulai menyerangnya duluan.

*DFUGH!!*

*BUGH!!*

*DUAGHH!!*

Aku menyerangnya dengan kemampuan bertarung yang rasanya tidak ada apa-apanya di hadapan dia, dan seperti biasa, aku bahkan tidak bisa menggores tubuhnya. Badannya terlalu keras, otot-ototnya terlalu tebal, tubuhnya memang dari awal sudah keras meski tanpa menggunakan Crown.

Pada akhirnya aku tidak punya pilihan selain berlari dan menggiring dia ke dalam goa perlahan-lahan.

"Hoi, mau pergi kemana kau? Inikah hasil latihanmu selama ini!?" tanyanya dengan lantang melihatku lari darinya

"Kau mau bermain petak umpet untuk yang terakhir kalinya? Kau bisa berlari, TAPI KAU TIDAK AKAN BISA SEMBUNYI!!" dia berteriak mulai mengejar

"Hah.. hah… hah…."

Meski hampir kehabisan napas, aku tidak mempedulikannya dan terus berlari dengan teknik pernapasan demi mempercepat pergerakanku supaya tidak terkejar sebelum sampai gua.

("Aku sudah hampir mencapai batas..")

Jebakan yang kusiapkan seharusnya cukup dalam untuk ukuran tubuhnya yang tinggi, dan berharap apa yang dikatakan informan itu benar.

"Cukup bermain kejar-kejarannya! Hadapi ak— WOAHH!!"

"Berhasil!"

*Sring!*

Aku potong tali penahan bebatuan dengan pisau kecil yang sudah kusiapkan untuk menimbunnya.

*BruuRuuuRuuhh!!!*

Dan benar saja, dia berlari tanpa ragu ke dalam dan masuk ke parit yang kusiapkan dan terjebak dengan reruntuhan disana.

"Menggunakan jebakan ya, cukup cerdik juga." ucapnya terdengar jelas meski seluruh tubuhnya tertimbun bebatuan

"Dengan ini aku mengaku kalah." lanjutnya

*Duar!!*

Dia keluar dari parit, menyingkirkan bebatuan yang menimpa dengan tubuh berliannya.

"Seperti kataku, kau sudah lulus dan sekarang adalah waktunya kau melihat dunia luar yang sesungguhnya." lanjutnya berjalan keluar

"Tapi ingat, aku hanya mengajarkanmu segala kemampuan untuk bertahan hidup dan memaksimalkan potensi kekuatanmu."

"Aku tidak akan pernah mengajarimu tentang balas dendam, karena balas dendam hanya akan memunculkan perasaan yang sama di hati orang lain di masa depan." ujarnya menasihatiku sambil berjalan keluar dari gua

"Hei, kau tidak apa-apa, kan? Black?" tanyaku sedikit khawatir dengan jebakan yang kurasa sedikit berlebihan

"Dan juga pria sejati tidak akan memukul seorang wanita apapun yang terjadi, lalu...."

("Aku diabaikan.")

Dia terus menasihatiku berbagai hal, mirip orang tua yang akan melepas anaknya pergi.

"Terakhir, kau tidak boleh menggunakan kekuatanmu sembarangan, sebisa mungkin hadapi lawanmu tanpa menggunakannya."

"Dan ini.." lanjutnya memberikan kalung berlian kecil dari sakunya

"Jaga ini untukku"

"BAIK." Jawabku memakai kalungnya

���Oh iya Black." Panggilku teringat sesuatu

"Gadis yang menjadi incaranku, entah bagaimana aku merasa kalau.. dia ikut terpindah ke dunia ini." Kataku memberitahunya berdasarkan info dari orang tak dikenal

"Aku akan mencari dan membuat perhitungan dengannya." Lanjutku

"Bagus kalau begitu, buat dia menyadari kesalahannya dan ingat.."

"KAU JANGAN SAMPAI SEORANG GADIS MENANGIS! APA PUN YANG TERJADI!" Tegasnya sampai mendekatkan wajahnya

"BAIK!"

("Lagipula dia itu tomboy, jadi aku tidak pernah menganggapnya sebagai seorang gadis.")

Aku berjanji tidak akan melupakan Black yang sudah merawat dan melatihku sejak pertama kali tiba disini.

"Oh iya Black." Panggilku teringat satu hal

"Hmm??"

"Nama ibukotanya apa?" tanyaku

"Kota Sanctuary, ibukota kerajaan Celestial." Jawabnya dengan gaya khasnya yang berlebihan

("Aku sudah terbiasa melihat tingkahnya yang satu ini.")

Entah kenapa aku tidak diperbolehkan membawa barang-barangku dari dunia sebelumnya, seperti seragam, tas, dan segala isinya. Jadi aku hanya membawa perbekalan seperlunya dan beberapa potong baju yang sempat kubuat selama disana. Setelah siap, aku mulai berjalan ke arah ibukota kerajaan Celestial, Sanctuary.

~~~

Di perjalanan, masih di tengah hutan.

*Fuufffsshh*

Angin berhembus kencang menerbangkan dedaunan, saat itulah terdengar suara Informan menyaruh diantara suara angin, tapi kali ini aku tidak terikat seperti sebelumnya.

"Selamat atas kemenanganmu."

"Berikut adalah info penting yang harus kuberikan." ucapnya tanpa menampakkan diri

("Kiri..? Kanan..?")

("Atas..?")

Aku melihat sekeliling mencoba mencari sosok misteriusnya dan sia-sia. Hanya terasa angin berputar-putar menerbangkan dedaunan di sekelilingku tanpa henti.

"Besok, akan diadakan turnamen untuk mencari calon penerus kerajaan di ibukota." Lanjutnya memberi informasi

"Hadiah utama untuk yang berhasil sampai final meski tidak terpilih sebagai penerus adalah, tiket untuk bertemu dan akan dikabulkan apapun keinginannya oleh Dewa Berlin."

"Dewa Perang yang pernah ikut serta dalam peperangan melawan Raja Iblis dan juga hebat dalam membuat persenjataan." Ujarnya menjelaskan berbagai hal yang tidak kumengerti

"Ah, tunggu.. Sebenarnya siapa kau i—"

*Fwuuiiissh〜*

Dia menghilang sebelum aku selesai bicara, dan hembusan anginnya juga kembali normal.

Ini kedua kalinya aku entah kenapa seperti dibantu olehnya secara cuma-cuma, dan sekarang aku sudah mulai sedikit percaya pada perkataannya.

~~~

*Dap.. Dap..*

"Ahhh.. Akhirnya keluar juga dari hutan tidak jelas itu." Teriakku lega

Setelah berjalan kaki dari siang hingga sore hari, aku menemukan jalan setapak yang sepertinya biasa digunakan orang-orang.

"Itukah kerajaannya, besar sekali." Ucapku kagum melihatnya dari kejauhan

Kerajaannya sudah terlihat dari sini, tapi aku yakin masih sangat jauh dan memakan banyak waktu kalau aku lanjut lagi. Aku mencari tempat yang setidaknya nyaman untuk mengistirahatkan kaki, aku lanjut berjalan lebih santai.

Tidak lama kemudian, aku melihat seorang pria tua dengan kereta kuda sedang dikerumuni orang banyak yang terlihat seperti bandit, langsung saja kuhampiri karena penasaran.

Karena mereka cukup berisik, dari sini sudah terdengar jelas percakapan mereka.

"Cepat serahkan semua barang bawaanmu!!" bentak salah seorang bandit menodongkan pisau

"Kumohon jangan, barang ini sangat berharga bagi tuanku." Ucapnya memohon sopan

"Hah, semakin berharga, maka semakin mahal harganya… Bwahahahahaha!" Kata salah seorang lagi ikutan bicara

("Hebat juga dia, bisa tetap tenang meski dalam situasi seperti itu.")

Aku melirik sedikit isi keretanya yang tertutup terpal, sambil terus berjalan menghampiri mereka.

Saat tepat berada di samping keretanya..

*!!*

("A-Aura ini?!")

Sekilas aku merasakan aura monster ulat sutra yang dulu pernah aku dan Black buru. Karena ukuran baju Black berbeda jauh denganku, jadi kami harus mencari sarang mereka demi mendapatkan bahan untukku membuat baju sendiri.

Sebenarnya mereka tidak sulit dikalahkan, tapi kelangkaan tempat tinggalnya yang tidak menentu diantara sarang para monster dan bulunya yang lancip itulah yang menyusahkan. Aku tidak bisa menangkapnya sendirian karena bulu tajamnya yang entah kenapa tidak bisa kuubah dengan Crown-ku. Itulah hal pertama yang tidak bisa kuubah jadi boneka.

Setelah cukup dekat, aku terkejut dia masih bisa tersenyum seperti itu meski sudah dipojokkan seperti itu.

("Meski sudah jadi jauh lebih kuat..")

("Sepertinya kenangan buruk saat dibully sudah tertanam cukup dalam di kepalaku.")

Meski sedikit, aku bisa merasakan kalau tanganku gemetar kecil dibuatnya.

*Glek*

("Aku tidak boleh menunjukkan ketakutanku, karena..")

("Aku bukan yang dulu lagi.")

("Mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan monster-monster yang pernah kulawan.")

Tak terasa aku sudah berada tepat di belakang mereka.

"A-Anu, kalian ada urusan apa dengan pak tua ini?" tanyaku sepolos mungkin

("Tenang.")

"Hah?! Mau mati kau? Hah!?" balasnya malah teriak tidak jelas

("Heh..??")

("Sudah kuduga, mereka tidak mengerti bahasa manusia. Lebih baik aku tanya pak tuanya langsung.")

Akupun maju sedikit mendekati pak tuanya.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku

"Ahaha, mereka hanya ingin membawakan barang bawaanku.. Tapi cara memintanya saja yang kurang sopan." Balasnya tetap tenang

Sementara kami mengobrol, mereka sudah mengelilingi kami.

"Ngomong-omong." Kataku

"Hah?! Apa?!" balasnya teriak lagi

"Kenapa kau bawa-bawa pedang bengkok seperti itu?" lanjutku bertanya ke orang yang paling dekat

"MEMANG BENTUKNYA SEPERTI INI!!" balas mereka serempak

"Arrgh.. Sudahlah, mereka membuatku kesal." teriak bandit yang terlihat seperti pemimpinnya

"Bunuh saja mereka!"

"HYAA!!"

*Sring.. Sring.. Sring..*

Satu persatu mereka mulai menyerang dengan gerakan yang sangat lambat. Dengan mudah aku hindari semua serangannya hanya dengan beberapa langkah.

"Kalian tidak boleh mengarahkan senjata tajam ke orang lain, itu berbahaya." Ucapku disela-sela serangannya

"Beris—"

*Grab-Grab-Grab-Grab*

"Heh..??"

*Swing*

Aku merebut semua senjata mereka dan membuangnya jauh ke dalam semak-semak hutan.

"Kenapa kau membuangnya?!" bentak pemimpinnya

"Karena kalian menyerangku terus dengan itu, bertarunglah tangan kosong seperti lelaki sejati." Balasku dengan melompat-lompat kecil seperti seorang petinju

Mereka hanya diam bingung melihat kelakuanku.

"Sekarang giliranku."

*Bukk!! Bakk! Bukk!!*

Aku pukuli mereka satu persatu hingga pingsan tergeletak seperti sampah di tengah jalan.

"Terima kasih sudah menolong ya, anak muda." Ucapnya terus tersenyum

"Tidak apa, mereka juga terlalu lemah kok." Balasku

"Ngomong-omong, apa kau sedang dalam perjalanan ke kerajaan?" lanjutnya menebak

"Ah iya, aku mau ke kerajaan Celestial." Jawabku

"Kalau begitu, sekalian saja, aku juga ingin kesana. Naiklah." ajaknya menawari tumpangan

"Benarkah!? Terima kasih banyak." Balasku menerima langsung naik ke kursi dekatnya

("Kakiku sudah lelah berjalan dari tadi, syukurlah ada pak tua ini memberiku tumpangan sampai ke kerajaan.")

("Dan juga, sepertinya traumaku dengan pembully sudah teratasi.")

~~~

Masih di atas kereta kuda dalam perjalanan menuju ibukota.

"Soal kejadian tadi, bukankah kau bisa mengalahkan mereka dengan mudah?" ucapku memulai obrolan

"Kenapa kau bisa berpikir begitu?" balasnya

"Kalau kau bisa menangkap monster ulat bulu yang ada di belakang, maka menghabisi mereka itu pasti hal yang mudah." Jawabku yakin

"Hmm, jadi kau sudah tahu barang bawaanku, ya..."

Dia membuka tas kecil yang dibawanya.

*Krenceng*

"Kalau begitu, ini." Ucapnya mengeluarkan sesuatu dari sana

"Anggap ini sebagai hadiah terima kasih telah menyelamatkanku dan juga uang tutup mulut tentang aku yang membawa monster ini ke kerajaan." Lanjutnya memberikan sekantung kecil koin

("Di dunia ini masih menggunakan koin ya.")

"Terima kasih banyak, tapi kau tidak menggunakan monster ini untuk hal buruk, 'kan?" tanyaku memastikan

"Tenang saja, aku hanya akan memakainya sebagai bahan pakaian."

Kami berpisah setelah berhasil masuk ke kerajaan. Sesampainya disana, aku langsung mencari penginapan atau sesuatu yang bisa kujadikan tempat istirahat, setidaknya sampai turnamennya berlangsung.

~~~

Esok harinya aku pergi mencari info detail tentang turnamennya berkeliling kota. Banyak tempat yang gaya bangunannya seperti di dalam game RPG yang pernah kumainkan. Ada juga manusia bertelinga lancip, manusia setengah hewan, dan banyak lagi ras lainnya yang baru kali ini kulihat. Terakhir aku menuju kastil kerajaan dan mendaftar sebagai peserta turnamen besok, sambil melihat-lihat kastil yang besar dari luar.

Langit sudah hampir gelap, karena aku tidak tahu lagi apa yang ingin kulakukan untuk menghabiskan waktu, jadi aku kembali ke penginapan.

Begitu sampai aku langsung tiduran dan memikirkan langkah apa yang harus kulakukan untuk bisa menjadi lebih kuat hingga bisa mengalahkan Lily, karena yakin aku tidak akan bisa mengalahkannya dengan kemampuanku saat ini, dan juga ada kemungkinan kalau dia memiliki Crown sepertiku juga yang menambah tingkat kesulitannya. Agar bertenaga keesokan harinya, hari ini aku tidur lebih awal.