Chapter 5 - Chapter 5: Hitam dan Putih

Di taman pinggiran kota, aku sedang menikmati makan siangku sendirian dengan damai. Tiba-tiba Informan muncul entah dari mana, dan sekarang dia berada tepat di belakangku. Tanpa berbalik aku memulai pembicaraan.

"Ada perlu apa?" tanyaku

"Selamat atas kemenangannya."

("Caranya yang seperti inilah yang membuatku merasa tidak nyaman.")

"Dari hasil turnamen, selanjutnya—"

"Bisakah.." ucapku memotong

*glek*

"Bisakah kalau aku yang memanggilmu saat kubutuhkan?.."

"Aku akan memanggilmu hanya saat aku sedang sendirian."

"Aku tidak mau perjalananku terasa seperti diatur dan diberi kemudahan seperti ini, jadi tolong.. beritahu aku caranya." Lanjutku

"Baiklah." Balasnya mengiyakan

"Cukup sebut namaku seolah kau memanggilku, dengan begitu aku akan muncul kapanpun dan dimanapun kau berada." Ujarnya

"Karena aku selalu mengawasimu dari tempat yang kau tidak akan bisa kau jangkau."

("Walau terdengar aneh dan mengada-ngada, lain ceritanya kalau dia sendiri yang mengatakannya.")

"Dan sedikit informasi, di dunia ini ada yang namanya servant."

"Kau bisa mendapatkannya secara sah dengan membuat perjanjian dengan orang yang ingin dijadikan servant." lanjutnya sedikit

[Note: Servant adalah pelayan yang dengan setia melayani masternya lewat suatu perjanjian dari kedua belah pihak]

("Servant? Maksudnya pelayan?")

"Lalu kau menyuruhku untuk mencari servant?" tanyaku setelah dengar penjelasannya

"Itu semua terserah padamu, aku hanya menjalankan perintah untuk menginformasikannya padamu." Balasnya

("Berarti masih ada orang lain lagi yang kedudukannya di atas dia.")

"Dan satu lagi, apa alasan aku dan Lily tiba-tiba dipindahkan ke dunia ini?"

"Maaf, hal seperti itu di luar pengetahuanku."

"Dan meskipun aku tahu, aku tidak akan diizinkan memberitahukannya padamu."

*Fwuusshh〜*

Setelah itu, dia menghilang tanpa jejak seperti biasa. Aku memang butuh informasi darinya, tapi aku tidak mau kalau petualanganku penuh dengan campur tangannya. Dan juga, mendengar jawaban yang masih menyisakan pertanyaan darinya selalu membuatku sedikit kesal.

Selesai makan, aku kembali ke penginapan.

("Aku juga tidak tahu apakah dia hanya memberi info seperti ini hanya padaku atau ke Lily juga.")

("Statusnya sendiri masih abu-abu bagiku..")

("Dia itu sebenarnya sekutu, atau mata-mata musuh yang mengarahkanku pada sesuatu di akhir nanti.")

Kalau aku bisa mendapatkan servant, maka Lily pasti akan melakukan hal yang sama. Malah mungkin dia akan merekrut servant-servant kuat yang menambah tingkat kesulitan bagiku untuk mengalahkannya.

Dalam perjalananku membalaskan dendamku pada Lily, aku putuskan untuk mencari servant pengguna Crown atau penyihir yang kubutuhkan, yang bisa menutupi kekuranganku dalam bertarung. Pertama-tama akan kucari tipe yang bisa bertarung jarak dekat, oleh karena itu aku bertanya pada orang-orang tentang peserta lain selain Sang Putri Mahkota yang berhasil melaju sampai ke final melawannya.

~~~

Dari info yang telah kudapatkan, ternyata dari pertandingannya tidak ada yang menang karena Raja sudah mendapatkan calon penerusnya, tepat sebelum pertandingan dari sisi putri dimulai. Karena itu aku mencari info tentang lawannya saja yang mungkin setara dengannya.

Dan setelah seharian mencari informasi,ternyata dia adalah gadis misterius berambut biru gelap pendek dengan poni panjang sampai menutupi mata serta separuh wajahnya sudah pergi kembali kota asalnya, Kota Omnius. Dengan informasi yang tidak jelas seperti itu, aku putuskan untuk langsung segera pergi mencarinya, berharap dia benar-benar ada disana. Setidaknya aku ingin mencari tahu apakah dia pengguna Crown, seorang penyihir ataupun petarung biasa dan menguji kemampuannya.

~~~

Sekitar 3 jam berjalan dari ibukota ke kota Omnius, disana aku bertanya-tanya lagi pada penduduk sekitar. Dari sekian banyak orang yang kutanyakan, ada satu gadis yang penampilannya terlihat mirip dengan orang yang sedang kucari, hanya saja dia membawa sabit besar di punggungnya.

Langsung saja kuhampiri dan bertanya padanya.

"Permisi, nona." Panggilku

"Hah?!" responnya terdengar sangat kesal

"Ma-Maaf, apa kau tahu tentang pertandingan sayembara di ibukota kemarin? Aku seda—"

"BERISIK! Cari orang lain saja sana!" bentaknya memotong perkataanku dan langsung pergi

"EHH!?!?"

"B-Baiklah kalau begitu, maaf mengganggu." Ucapku sedikit membungkukan badan membiarkannya pergi

Setelah itu aku mencari ke bar dan makan malam sambil menggali informasi lagi disana.

~~~

Meski tanpa sadar aku malah mabuk karena minum alkohol untuk pertama kalinya dan tanpa sadar curhat ke pemiliknya tentang kejadian tadi.

*Glek.. Glek.. Glek..*

"Bwahh.."

"Paman… kenapa gadis di kota ini kasar-kasar sekali sih?" tanyaku menunduk lemas di meja bar-nya

"Ah tidak kok, memang gadis mana yang kau bicarakan?" balasnya mendengarkanku sambil terus membersihkan gelas di tangannya

"Ya gadis kota ini."

"Maksudku rupanya, seperti apa penampilannya..?" tanya paman tetap sabar menanggapiku

*pukk..pukk..pukk..*

Aku memukuli kepala sendiri mencoba mengingat ciri-cirinya.

"Hmmmmmm...."

"Rambutnya pendek hitam, poninya menutupi mata sampai setengah wajahnya, emmm.. apalagi ya..." ujarku setengah sadar

"Oh ya.. dia membawa sabit besar di punggungnya." Lanjutku

Pemilik bar terlihat ketakutan dengan penjelasanku barusan.

"D-Dimana kau melihatnya? G-Gadis itu?" tanyanya terlihat panik

"Ehmmm.. Ehmmm..???"

"Aku melihatnya tadi di…."

"Di..."

..

"Akwu… lwupa... hehh.. he…" Ucapku berusaha menahan kepala yang terasa sangat berat

*Brak*

("Ngantuk.. sangat mengantuk..")

Setelah itu aku hanya mendengar samar-samar perkataan pemilik bar yang mengatakan sesuatu tentang juara atau sesuatu seperti itu, dan kemudian kehilangan kesadaran.

~~~

Keesokan harinya, aku bangun dengan bau menyengat alkohol dimana-mana. Aku baru ingat semalam aku ketiduran di bar, dan pemilik bar bersikap normal seakan sudah terbiasa, jadi aku tidak dibangunkan atau semacamnya. Dan juga bukan hanya aku yang bermalam disini, banyak orang-orang yang masih tertidur pulas tergeletak dimana-mana.

Aku membayar semua tagihanku semalam dan keluar mencari udara segar sambil meregangkan badan di depan bar.

*Kretek.. Kretek..*

Saat mengayunkan tangan dari atas ke bawah..

*Pluk*

..tangan kananku mendarat pada sesuatu yang empuk.

"Waahh!!" teriakku kaget reflek loncat menjauh darinya

Saat kulihat apa yang kusentuh barusan.

*glek*

("Tamatlah riwayatku.")

Seorang gadis dengan sabit besar di punggungnya, terlihat menunduk mengalihkan pandangannya setelah kejadian tadi. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena terhalang poni miliknya.

Kukira pagiku yang damai hilang begitu saja saat tahu ternyata yang tak sengaja kusentuh tadi adalah dada seorang gadis dengan sabit semalam. Tapi aku merasakan sesuatu yang berbeda darinya. Kupikir kalau dia yang semalam, pasti aku sudah ditebas mengingat betapa galaknya dia.

Segera aku meminta maaf dan mengatakan yang sebenarnya.

"Maaf, aku benar-benar tidak melihat kalau ada kau disana... aku minta maaf." kataku menyesal sampai membungkuk

"T-Tidak apa-apa kok, aku tahu kalau kau tidak berniat melakukannya." balasnya dengan suara pelan menunduk melihat ke arah lain

("Apa hanya kebetulan mirip dengan gadis semalam??")

*Kruyuk..*

Saat itulah aku mendengar suara perut keroncongan dari gadis di hadapanku. Dari posisi ini, aku bisa melihat sedikit wajahnya yang memerah sambil memegangi perutnya.

"Fy-F-Fyufufufufufu〜"

Dia bersiul mencoba menutupi suara perutnya.

"Pfft, ahahahaha."

Aku langsung tertawa melihat tingkahnya.

("Sepertinya aku harus memberikan sesuatu selain ucapan maaf.")

"Ba-…"

*!!*

("Bagaimana ini!? Aku jadi gugup setelah sekian lama tidak bicara dengan seorang gadis seperti ini!!")

"Ba-Bagaimana kalau aku traktir kau sarapan.. sebagai permintaan maaf?" tawarku sedikit tergagap

..

Dia tidak menjawab dan hanya mengangguk pelan.

("Syukurlah..")

("Aku memang masih curiga dengan tingkahnya yang berbeda dengan dirinya kemarin..")

("Tapi untuk saat ini, aku coba abaikan dulu dan memastikannya.")

Akhirnya kami berdua pergi mencari sarapan, dengan dia mengikuti berjalan dari belakang.

~~~

*Klencengklenceng..*

"Sekali lagi kami mohon maaf, tuan.." kata seorang penjaga meminta maaf karena terpaksa mengusir kami

"Ah iya, tidak apa-apa." balasku keluar

Kami tidak bisa makan di restoran karena sabit besarnya tidak mau dilepasnya walau sebentar, lagipula restoran mana yang mengijinkan pelanggannya membawa senjata sebesar itu masuk ke dalam.

Karena itulah kami hanya beli beberapa makanan dan kue di kios-kios makanan dan membawanya ke taman kota dan makan disana sambil kucoba ajak berbincang ringan.

~~~

Di taman, kami duduk di kursi yang kosong dengan sedikit jarak di antaranya.

"Jadi…—"

Aku mencoba memulai obrolan tapi terhenti saat melihat cara makannya yang terlihat begitu elegan seperti seorang putri.

"Hmm??" tanyanya dengan roti masih menyumpal mulutnya

"Tidak, tidak apa-apa.. habiskan saja dulu." Kataku

Aku juga ikut makan di sebelahnya sambil memperhatikan sabit besar yang ada di punggungnya. Dan karena itulah aku merasakan kalau orang-orang yang lewat melihatku dengan tatapan aneh, sampai ada anak kecil yang berlari menghampiri kami.

"Hei-hei, kakak." Ucapnya memanggilku

Aku tidak menjawab dan hanya melihat ke arahnya.

"Kakak merhatiinnya serius banget, pasti mikirin sesuatu yang mesum yaa?" kata anak kecil yang lewat meledekku

Gadis itupun langsung kaget menjauh dariku mendekap membawa kantung makanannya dengan mulut dipenuhi roti.

"T-Tidak bukan begitu."

"Aku hanya memperhatikan sabit besarmu itu.."

"Aku sama sekali tidak berpikiran mesum dengan tubuh indahmu itu kok, sungguh." Kataku mencoba meluruskan kesalahpahaman

"Hap—?!" responku spontan menutup mulut begitu menyadari kebodohanku

("Apa yang kupikirkan?! Apa terlalu lama bersama Black telah mengubahku menjadi orang mesum?!")

("Ya memang sih tubuhnya sangat enak dipandang, tapi tidak perlu sampai keceplosan juga!!!")

Kata-kata keluar begitu saja sangat murni dari hati kecilku tanpa disaring lagi.

"Ahahahahaha... kalian mesra sekali... Ahahahahaha.." kata anak kecilnya tertawa sambil kabur melarikan diri

Gadis itu terlihat malu dan memberi isyarat seperti minta ijin untuk membawa makanannya dengan mulut masih penuh makanan dan langsung pamit pergi, dan aku mengiyakannya saja.

("Bukan masalah buatku kalau dia mau semua makanannya, tapi kesempatanku untuk mencari tahu tentangnya jadi hilang.")

Aku kembali ke bar dan bertanya-tanya lagi disana, sekalian mencari penginapan di sekitar sini.

Sampai disana banyak orang mabuk yang masih tidur, tapi sekarang mereka semua berserakan di luar bar. Ditambah sekarang ada tanda di pintunya yang menandakan kalau bar telah tutup.

Saat aku lewat dan mau mencari tempat lain..

*Klenceng!*

"Hei kau, masuk sini." Panggil paman pemilik bar

Pemilik bar tiba-tiba keluar dan menyuruhku masuk ke dalam.

"Ada yang ingin kubicarakan." Ajaknya

"B-Baik."

~~~

Dia langsung menanyakan padaku apa yang terjadi dengan gadis tadi, dan semua yang kulakukan bersamanya. Sepertinya dia melihat kejadian tadi dari dalam bar.

"Jadi, apa yang terjadi setelah itu?" tanyanya antusias

"Aku hanya traktir makanan dan makan bersamanya di taman.."

"Lalu kami berpisah setelah itu." Jelasku

"Benarkah..??" respon paman pemilik bar-nya meragukanku

"Benar kok.. tidak ada yang istimewa, sungguh." kataku mencoba untuk menutupi bagian memalukannya

*sigh*

"Kuberi tahu... gadis itu telah mengikuti turnamen pencarian ahli waris raja beberapa waktu lalu." Jelasnya

"Lalu setelah turnamennya selesai, dia kembali kesini membawa pulang sabit besar itu.."

"Dan muncullah banyak kasus pembunuhan para bangsawan di kota ini, aku takut kalau targetnya bukan hanya bangsawan." Lanjutnya

("Pembunuhan?")

"Menurut rumor yang beredar, pelakunya adalah seseorang dengan sabit besar dengan senyum mengerikan yang berkeliaran pada malam hari." ujarnya penuh ketakutan

("Jadi begitu ya..")

Aku mendapat spekulasi sendiri dari penjelasan dan berbagai hal yang sudah terjadi semenjak aku datang ke kota ini.

*Pukk*

"Tenanglah paman." ucapku menepuk pundaknya

"Semua pasti akan baik-baik saja." ucapku meyakinkan

Dia sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kataku dan lanjut bicara.

"Gadis itu... gadis yang tadi pagi kau pegang dada—"

"AAAAAAA!!!! Kumohon jangan bahas itu, aku tahu orangnya, jadi lewatkan bagian itu." potongku salah tingkah

"Gadis itu.. tadinya adalah seorang putri bangsawan." Lanjutnya

"Beberapa hari sebelum turnamen dimulai, seluruh keluarganya dibunuh dengan sadis dan entah dibiarkan hidup atau bagaimana.. hanya dia yang berhasil selamat."

"Pelakunya belum tertangkap dan kebenarannya belum terungkap hingga sekarang." Ujarnya mengakhiri

("Tidak mungkin.")

("Mustahil..")

Sekeras mungkin aku membantah dugaan yang muncul di kepalaku.

"Begitu ya, terima kasih atas infonya paman." Kataku beranjak bangun

Aku berpikir sebentar setelah mendengar info tentangnya.

"Sepertinya… nanti malam akan sedikit berisik, jadi tutuplah barnya untuk hari ini dan pergi tidur lebih awal." Kataku menyarankan

"Apa yang sebenarnya ingin kau—"

"Oh ya... tolong buka bar-nya sekitar jam.. sekitaran jam 2 pagi." lanjutku memotong dan pergi

"Aku pasti akan mampir nanti."

Sisanya aku mencari penginapan terdekat, menunggu hingga sore hari dan segera tidur.

"Kalau berjalan lancar, sepertinya aku akan terjaga semalaman."

~~~

Malamnya aku pergi keluar, keliling kota mencari pelaku pembunuh bangsawan yang tadi dibicarakan paman. Aku berjaga di atas menara jam kota, bangunan yang paling tinggi di kota.

Sekitar pada jam 1 malam, tiba-tiba aku merasakan hawa membunuh yang sangat kuat sedang mengarahku dengan cepat.

Dan…

*!!*

*Sringg*

*puff!*

Dari belakang muncul sabit besar yang pasti sudah memenggal kepalaku jika aku terlambat menggunakan Crown dan mengubah mata pisaunya yang tajam menjadi seempuk bantal.

("Hampir sa—")

*BUGH!!**Fwooshh!!*

Meski gagal dengan sabitnya, secepat kilat dia melayangkan tendangan kuatnya menjatuhkanku dari menara.

*Fyuuuuhhhh〜*

Dia ikut melompat turun dari menaranya sambil terus menatapku dengan tatapan haus darahnya.

("Aku harus bisa menjauh darinya.")

*Darr!!*

Saat masih di udara, kuinjakkan kaki ke dinding menara sekuat mungkin hingga terlempar jauh dari gadis gila itu dan mendarat di atap rumah. Crown-ku non-aktifkan untuk menghemat tenaga.

Bisa dibilang perkiraanku tentang gadis ini benar, tapi buktinya belum cukup kuat, jadi aku berlari menggiringnya keluar kota.

*Swingg*

*Duar..!! Duar..!! Duar!!*

Parahnya dia menyerang secara brutal setiap kali aku lompat dari atap ke atap, sehingga merusak rumah warga dan bangunan lainnya.

"APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU TADI PAGI, MESUM!?!?" teriaknya keras mengejarku

"Jangan diungkit lagi!!"balasku mempercepat lari

Ingin sekali kubungkam mulutnya itu, tapi aku sadar aku yang salah dan terus berlari hingga keluar dinding kota berharap tidak ada yang mendengar teriakannya tadi.

~~~

Setelah merasa cukup jauh darinya, aku coba berbalik badan melihat posisinya..

*Zring..*

*!!*

*Dangg!*

Serangan mematikannya hampir membuat lubang di tubuhku jika tidak segera kutendang sabitnya.

Gerakannya benar-benar seperti sudah terlatih dan juga cepat, bahkan saat mengayunkan senjata sebesar itu. Saat kulihat tatapan matanya, sangat jelas berbeda dengannya yang tadi pagi.

Namun saat malam hari, terlihat walau hanya sekilas di matanya kalau dia sedang menggunakan Crown. Matanya yang biru bersinar berpantulan dengan sinar rembulan, membuatnya bersinar lebih terang.

"Hah.. hahh.. hah.." napasnya mulai terdengar tidak teratur

("Berlarian dari kota sampai sini ternyata membuatnya kelelahan, terlihat dari napasnya yang sudah terengah-engah.")

("Tapi meski begitu..")

"Hyaa!!"

("..dia tetap menyerang.")

*Slash.. Slash.. Slash..*

Sepertinya kekuatannya berubah menjadi orang lain, membuatnya tidak bisa membuat perhitungan atas serangannya, dia tetap menyerang membabi-buta meski serangannya melambat sedikit demi sedikit. Tidak satupun serangannya yang mengenaiku dengan keadaannya yang seperti itu.

*puff*

*Bukh!*

Setelah merasa sudah cukup, aku menggunakan Crown dan mengubahnya menjadi boneka, lalu memukulnya hingga terjatuh, dan mengembalikannya jadi manusia.Begitu seterusnya hingga dia tidak punya tenaga lagi untuk berdiri. Butuh beberapa kali pengulangan hingga dia tidak bisa melawan lagi, padahal Black saja hanya bisa bertahan paling banyak tiga kali pengulangan sampai tidak bisa bergerak karena doll effect.

"Hebat sekali kau bisa bertahan setelah terkena doll effect sebanyak itu."

"BERISIK! Aku tidak akan kalah.. hah.. dari kemampuan lemah seperti itu!!"

Dia menggunakan sabit untuk menopang tubuhnya, terlihat dari kakinya yang gemetaran kecil memaksa untuk berdiri dengan sisa tenaga hanya bisa menatapku penuh amarah.

Aku merogoh saku berjalan ke arahnya, tetap waspada dengan serangan kejutan yang mungkin dilancarkan, aku terus berjalan menghampirinya.

"Setelah semua yang kau lakukan tadi pagi.."

"Apa yang mau kau lakukan kali ini?! HAH!?!" teriaknya melihatku mendekat

("Seperti kucing liar...")

("Mereka terkesan galak karena selalu menyerang siapapun yang mencoba mendekatinya..")

Saat sudah dekat, aku menyibak poninya dan mengeluarkan jepit rambut milikku dulu.

("Kau hanya perlu sedikit kebaikan untuk menjinakkannya.")

Dia terdiam bingung tidak mengerti dengan apa akan yang kulakukan padanya.

"Mata dan wajahmu terlalu cantik untuk disembunyikan.. jauh lebih baik seperti ini." Ucapku mengenakan jepitan rambut di poni kirinya

("Waaahhh!! Mungkin inilah kalimat terindah yang pernah kuucapkan langsung pada seorang gadis.")

"Hmm-hmmpp…" responnya mulai menunduk

("Apa dia marah kuperlakukan seperti in—")

"MWAAAAAHHAAAAA!!"

..

Bingung, kaget, senang, dan tersipu, semua ekspresi dan perasaannya kurasa telah bercampur aduk hingga akhirnya dia menangis dengan keras.

("Aku tidak bisa bayangkan kalau seorang gadis sepertinya menangis seperti ini karenaku di tengah kota, pada malam hari.")

..

"Hiks.. hikss.."

Saat tangisannya sudah mereda dan sudah lebih tenang, saat itulah dia mulai berbicara.

"K-Ke-Kenapa? Kenapa kau masih bersikap baik padaku.. "

"Setelah semua yang sudah kulakukan barusan?" tanyanya sambil menyeka air mata

("Kurasa dia orang yang tepat.")

"Karena aku membutuhkanmu." Balasku

"Aku?"

"Siapa namamu?" tanyaku

"Namaku Zoker." jawabnya masih mengelap air mata

("Pendek sekali namany— Namaku juga sih.")

"Aku sedang dalam perjalanan mencari para pengguna Crown ataupun orang-orang yang kubutuhkan untuk mencapai tujuanku, dan hingga kini aku masih belum menemukannya." Jelasku

("Meski sebenarnya baru kepikiran kemarin setelah tau dari Informan.")

"Dan kemampuan bertarungmu membuatku terkesan, Zoker."

"Maukah kau menjadi servant-ku dalam perjalananku?" tanyaku mengulurkan tangan padanya

Mata birunya yang indah meski tanpa Crown sekalipun, saat ini masih berkaca-kaca meski hanya mata sebelah kiri yang terlihat.

"Baiklah.. master." ucapnya meraih tanganku dan susah payah memaksakan bersimpuh padaku

"Ma-Master?!" responku kaget mendengarnya

"Aku langsung mulai saja ya." Ucapnya

("Mulai? Apanya yang dimulai?")

Sambil memegang tanganku dia mengambil sabitnya dan mendekatkannya ke jariku.

("Dia mau memotong jariku.")

Reflek langsung kutarik tanganku menjauh darinya.

"Ada apa, master?" tanyanya bingung

"Kau yang kenapa?! Apa yang mau kau lakukan dengan jari—"

"Aku hanya ingin mengambil sedikit darahmu sebagai syarat untuk ritualnya, master." Jelasnya

("Darah??")

"K-Kalau begitu biar aku sendiri yang melakukannya" balasku masih was-was padanya

*glek*

Aku gemetar saking waspada terhadapnya.

"Cepatlah master.. hah.. aku sudah tidak kuat lagi.." ucapnya terengah-engah

("OI OI OI!! Tolong jangan membuatku jadi berpikiran macam-macam.")

Kuberanikan ujung jari telunjukku mendekat ke ujung sabitnya.

("Sabit ini.. benar-benar tajam.")

("Dan dia tadi mencoba membunuhku dengan senjata ini..")

Darah sudah mengalir sedikit keluar dari jariku.

"Ini, lalu selanjutnya ap—"

*Chup*

"Eh..?"

Dia mencium jariku dan melahap ujungnya menghisap darah yang mengalir dari sana.

("Entah kenapa ritual ini terasa sedikit..")

("Erotis.")

Dikeluarkan jariku dari mulutnya dan dia kembali menunduk memejamkan mata seperti fokus akan sesuatu, lalu muncullah semacam lingkaran sihir biru terang di bawah tempat kami berdiri yang membuatku semakin bingung.

"Dengan ini aku, Zoker, akan mengabdi pada..—" Ucapnya terhenti

Dia mengangkat kepalanya melihatku.

"M-Maaf master, boleh aku tahu namamu?" tanyanya

"Toon, namaku Toon."

Dia kembali menunduk lagi.

"Dengan ini, aku, Zoker, akan mengabdi pada master Toon dengan jiwa dan ragaku selamanya." Lanjutnya mengucapkan janji setia dan perlahan mendekatkan wajahnya ke tanganku

*Chup*

Dan dia kali ini mencium punggung telapak tanganku.

Lingkaran sihirnya mengecil dan menghilang tepat di bawahnya Zoker. Aku hanya terdiam melihat semuanya, karena aku baru tahu kalau ada acara pengucapan janji, cium tangan, sampai menghisap darah seperti ini hanya untuk ritual pengikatan kontraknya.

*Pukk*

Setelah selesai dia langsung terduduk lemas di depanku.

("Sepertinya dia sudah mengerahkan seluruh tenaganya tadi.")

"R-Ritualnya sudah selesai, master."

"Mulai saat ini aku sepenuhnya adalah milikmu." Ucapnya menundukkan kepala

"Tunggu.. Apa aku bisa pinta satu hal padamu?" tanyaku menyela

"Te-Tentu saja master.. selama aku yang seperti ini bisa mewujudkannya." Balasnya semangat

"Dan untukmu pasti akan aku turuti, sekalipun hal me-mesu—." Lanjutnya menunduk kembali sambil menyatukan kedua telunjuknya

"Aaaaa.. bukan itu! Bukan." Bantahku memotong

("Sepertinya kesan pertamaku buruk sekali di matanya.")

"Hanya saja sedikit.. tidak, tidak sedikit."

"Aku terganggu dengan panggilan 'Master'."

"Bisakah kau memanggilku selain itu?" pintaku

"Baiklah, 'Tuan'." balasnya menunduk mengiyakan

("Apa bedanya coba?")

Aku hanya diam membalas dengan ekspresi datar, lalu menggendongnya karena kuyakin dia sudah tidak bisa lagi untuk berjalan ke kota. Meski awalnya menolak, tapi dia tidak bisa melawan lagi karena kehabisan tenaga. Pada akhirnya dia diam dan menurut.

~~~

Di jalan kembali ke penginapan, aku berjalan membawanya di punggungku.

Dengan kerusakan kota yang dibuat olehnya, aku penasaran berapa yang harus kubayar sebagai ganti ruginya. Tapi karena sudah lelah, aku urus besok saja. Dan juga, terasa sedikit menakutkan menggendong orang yang tidur sambil membawa sabit besar di punggungnya, aku harus cepat sampai penginapan sebelum ada yang melihat.

Setelah sampai kamar, aku biarkan dia tidur disana dan aku menuliskan pesan sebelum pergi lagi yang berisikan kalau aku akan kembali saat pagi hari.

~~~

Di jalan menuju bar, aku memikirkan langkah yang akan kulakukan selanjutnya setelah mendapatkan satu servant, tak terasa aku sudah sampai di depan bar. Dan benar, paman sudah membuka bar-nya seperti permintaanku. Rasanya aku jadi terbiasa dengan alkohol, tanpa basa-basi aku langsung masuk ke dalam minum-minum dan numpang tidur disana.