Chereads / Crown: Transferred to Another World to 'Realize' My True Feeling / Chapter 4 - Chapter 4: Dewa Perang, Berlin

Chapter 4 - Chapter 4: Dewa Perang, Berlin

Hari ini adalah waktunya, hari turnamen sayembara mencari penerus tahta Kerajaan Celestial. Aku tidak mengincar posisi putra mahkota, tujuan utamaku adalah bertemu si dewa perang yang disebut-sebut Informan dan memintanya membuatkanku sesuatu di masa depan nanti.

Turnamen akan dilaksanakan di dua tempat, penyisihan untuk yang putra dan putri dipisah. Aku penasaran apakah Lily mengikuti sayembaranya juga. Meski aku juga tidak mengerti kenapa ada sistem pemisahan gender untuk pertandingannya.

Tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain, aku harus fokus dan memenangkannya sebisa mungkin tanpa menggunakan Crown.

~~~

Di depan istana, aku melihat sebentar papan pengumuman peserta.

("Woah.. banyak sekali yang ikut sayembaranya.")

("Sampai-sampai..")

Aku mendekat memperjelas melihat isinya.

("Sampai-sampai aku tidak bisa melihat namaku berada dimana dari bagan yang tertulis.")

"Hei bocah! Apa yang kau lakukan disana?! Pertandingannya sudah hampir dimulai." Tegur seorang pak tua dari meja yang terlihat seperti panitia

"Ah, ya.. Maafkan aku, pak." Balasku meminta maaf menghampirinya

"Ha?! Apa barusan kau bilang? Apa aku terlihat setua itu? Hah?!" tanyanya kesal makin lama makin mendekatkan wajahnya sampai bangun dari kursinya

"P-Paman." Kataku mengoreksi

"Bagus." Balasnya puas

"Kau peserta atau penonton?" tanyanya duduk kembali ke kursinya

"Peserta." Jawabku tegas

"Siapa namamu?"

"Toon." Jawabku

Dia melihat suatu daftar yang sepertinya berisi nama-nama peserta.

"Toon… ah ketemu." Katanya menunjuk namaku di daftarnya

"Pertandinganmu pertamamu di ring 14." Lanjutnya

("14??")

Setelah diberitahu, aku langsung masuk ke dalam arenanya.

"Luas sekali tempat bertarungnya." Kataku kagum bicara sendiri

Ada beberapa ring kecil mengelilingi satu ring terbesar yang sepertinya untuk pertandingan akhir atau semacamnya. Ditambah ada seorang wasit yang menunggu di setiap ring-nya.

Aku melihat ke sekeliling.

("Ah, ada kursinya juga.")

Langsung saja aku datangi salah satu kursi yang kosong dan duduk menunggu pembukaan sayembara.

———————"TERIMA KASIH SUDAH MENGIKUTI SAYEMBARA KERAJAAN CELESTIAL INI."—————

————————————————"PERTANDINGAN BABAK PENYELISIHAN.."———————————

—————————————————————"DIMULAI!!" ———————————————————

"WOOOO!!!!"

Suara para penonton yang hadir menyaksikan sayembaranya ikut memeriahkan suasana.

("Suara gemanya terdengar seperti microphone..")

("Apa mungkin di dunia seperti ini sudah ada teknologi secanggih itu??")

"TOLONG MASING-MASING PARTISIPAN SEGERA MENUJU KE RING MASING-MASING YANG SUDAH DITENTUKAN." Teriak seorang panitia

Dari atas ring, aku berputar melihat betapa luas arena sayembaranya.

("Arenanya mirip colosseum, tapi yang ini mungkin sedikit lebih luas.")

("Aku harus memenangkannya, karena ini adalah langkah awal demi mencapai tujuanku.")

~~~

Di atas ring, pertandingan pertama.

("Aku penasaran bagaimana rasanya bertarung melawan orang selain Black.")

Aku semangat sendiri membayangkan sekuat apa lawan yang saat ini akan kuhadapi.

"MULAI!!" teriak wasitnya

Dan kenyataannya berbeda..

*Pritttttttt*

Di pertandingan selanjutnya..

*Pritttttttt*

Selanjutnya..

*Pritttttttt*

Selanjutnya..

*Pritttttttt!*

Selanjutnya..

*Pritttttttt!!!*

"PEMENANG PERTANDINGAN INI ADALAH TOON!!" ucap sang wasit dengan lantang di setiap pertandinganku

("Eh??")

("Inikah standar para petarung yang ada di kerajaan?")

Tidak seperti yang kubayangkan, semua yang menjadi lawanku itu sangat lemah bila dibandingkan latih tanding dengan Black dulu, semuanya terasa jadi seperti batu loncatan saja untukku.

Dalam peraturannya telah dijelaskan, kondisi menangnya adalah saat kau berhasil mengeluarkan lawan dari arena, mengalahkannya hingga tak bisa bertarung lagi, atau membuatnya menyerah. Aku saja sampai tidak menghajar satupun dari mereka, dan lebih memilih mengeluarkannya dari arena dengan berbagai cara.

Kalaupun kau terluka, kau tidak akan mati karena adanya sihir spesial yang ada mencakup seluruh arena. Dikatakan sihir ini dapat mencegah orang-orang dari kematian, tidak peduli separah apapun lukanya. Inilah yang membuat para petarung di ring lain semangat saling membunuh tanpa ragu. Sihir spesial ini yang hanya berlaku untuk satu hari dan telah diaktifkan atas perintah raja hanya untuk sayembara kerajaan. Semua peserta yang terluka akan langsung ditangani oleh dokter kerajaan.

Tidak seperti lawan-lawan yang sebelumnya, kali ini yang akan menjadi lawanku terlihat cukup kuat, meski ukuran tubuhnya tidak jauh berbeda dariku. Sejak awal aku memperhatikan semua pertandingan yang sudah-sudah, kecepatannya dalam menghabisi lawannya cukup menarik perhatianku.

"Kedua sisi bersiap?!!" ucap wasit melihat memastikan kedua pesertanya

("Semoga tipe assasin yang satu ini bisa sedikit menghiburku..")

[Note: Assasin adalah pengguna gaya bertarung yang mengandalkan kecepatan dan kerusakan maksimal untuk menghabisi lawannya secepat mungkin dengan pisau atau pedang kecil sebagai senjatanya.]

Aku mulai mengambil kuda-kuda siap bertarung.

("Entah kenapa dari tadi aku merasa kalau dia serius sekali melihat wajahku.")

"Pertandingan final bagian putra!! DIMU—"

"Aku mengundurkan diri." Potongnya

Seluruh penonton langsung terdiam mendengar pernyataannya.

"Hah??" responku tidak mengerti

Setelah menyatakan hal itu, dia segera turun dari arena dan pergi. Wasitnya pun sampai terdiam karenanya yang tiba-tiba menyerah setelah mencapai babak final.

"Ka-Kalau begitu pemenangnya adalah To—"

*TENG!!*

Tiba-tiba suara lonceng besar yang ada di atas menara dibunyikan.

*TENG!!*

— —— — — — — — — — — — — — "Turnamen telah selesai."— — — — — — — — — — — — — —

— — — — — — — — — — —"Penerus telah didapatkan dari sudut wanita."— — — — — — — — — —

— — — — — — — — — — — — — "Terima kasih atas partisipasinya." — — — — — — — — — — — —

— — — — — — — — — — — — "Silahkan keluar lewat gerbang sebelah—" — — — — — — — — —

Aku dan wasitnya sampai terdiam saling menatap kebingungan satu sama lain mendengar pengumumannya.

"Y-Yaa… Dengan begitu sayembaranya sudah selesai, terima kasih sudah berpartisipasi." Ucapnya padaku dan pergi

("Selesai..??")

Satu persatu penonton pun mulai berdiri meninggalkan tempat duduknya.

("Semudah itukah mencari penerus suatu kerajaan?")

Rasanya aku ingin protes sendiri mendengar pengumumannya, karena pertandingan final dari kedua sisi saja belum dilaksanakan.

~~~

Karena sudah selesai, apa boleh buat. Aku segera mendatangi panitia dan meminta hadiah yang dijanjikan untuk bertemu si dewa perang, Berlin.

("Selagi berada disini, mungkin aku bisa bertanya tentang pemenangnya.")

"A-Anu.."

"Ohh, hebat juga kau bocah.. bisa maju sampai babak final." Sapanya menyambutku

"Terima kasih, paman."

"Tapi yaa… pemenangnya sudah didapatkan dari sisi putri, jadi mau bagaimana lagi."

("Ini dia.")

"Apa paman tahu siapa nama pemenang dari sisi put—"

"Mana mungkin aku tahu." Potongnya cepat

"Aku berjaga disini sejak turnamennya dimulai, mana mungkin aku bisa mengetahuinya." Lanjutnya

"Oh kau tidak tahu ya.." responku melemas mendengarnya

"Tapi.." ucapnya tiba-tiba

"Tapi??"

"Kudengar kalau pemenangnya itu langsung dirahasiakan dan dibawa oleh Baginda Raja, dan juga semua info mengenainya pun langsung dihilangkan tanpa jejak." Jelasnya terdengar serius

"Owh.. begitu ya."

"Sudahlah jangan lama-lama, aku masih ada tugas setelah ini."

Dia menunduk mengambil sesuatu ke bawah meja.

*Kcreng*

Bunyi dari sesuatu yang ada di dalam kantung.

"Ini dia hadiah yang telah dijanjikan." Katanya menaruh sebuah kantung di atas meja

"Ini.. apa? Bukankah hadiahnya itu suatu tiket untuk bertemu dengan Dewa Be—"

"Ini hadiah bonus untuk peserta yang berhasil sampai 8 besar." Jelasnya

("Bonus?")

"Tentu saja milikmu adalah yang paling banyak, karena kau berhasil sampai final."

"Tiketnya mana?" tanyaku memastikan

"Ada di dalam, kusarankan kau menyimpan dulu kantung emas ini di tempat yang aman."

("Emas!?")

"Meski kau kuat, kau harus tetap berhati-hati." Ucapnya memperingati

"B-Baik, paman."

Akupun mulai melangkah pergi meninggalkannya.

"Oh ya, bocah!" panggilnya

Aku kembali lagi menghampirinya. Dia mengisyaratkanku untuk mendekat.

"Apa kau tertarik jadi pasukan elit kerajaan Celestial?" tanyanya berbisik

"Pasukan elit?" balasku kaget tetap menjaga suaraku

"Ya, tadi aku juga menanyakan hal yang sama pada bocah yang menyerah saat akan melawanmu." Bujuknya

"Maaf, aku menolaknya." Tolakku langsung

"Begitu ya, aku tidak bisa memaksamu." Balasnya tersenyum pasrah dengan keputusanku

"Ya, aku.. permisi."

Dia melambaikan tangan seiring kepergianku keluar dari istana.

("Pasukan elit? Aku punya urusan lain yang harus diselesaikan di dunia ini.")

(���Dan juga.. apa pria yang dimaksud paman tadi menerima tawaran darinya..?")

*Plak!*

Aku menampar pipiku sendiri menyadarkan dari lamunan tidak pentingku dan segera melangkah pergi dari sana.

Di jalan pulang, aku yakin dengan uang sebanyak ini aku bisa hidup tanpa kekurangan. Aku mencari makan siang lalu mampir sebentar beli beberapa baju ganti, karena baju yang kupakai saat ini adalah milik Black dulu yang sudah lusuh, dan juga berbagai peralatan membuat potion.

~~~

Sampai di kamar. Aku tenangkan pikiran, mengambil napas dalam-dalam, mengingat semua yang sudah kurencanakan, dan mengeluarkan tiketnya. Tiketnya terlihat semacam kertas sihir dengan instruksi yang tertulis kalau aku akan dipindahkan ke kahyangan segera setelah menyobek tiketnya. Dan juga tiketnya hanya diberi satu, jadi hanya bisa digunakan sekali.

*srek*

..

("Hmm??")

("Tidak ada yang terjadi.")

("Apa tiketnya pals—")

*blink*

Hanya dalam satu kedipan mata, aku sudah dipindahkan ke kahyangan. Tempat yang penuh dengan cahaya dan awan mengambang dimana-mana. Begitu disana, sosok yang pertama kali kulihat adalah seorang pria duduk di singgahsana dengan pedang besar di punggungnya.

"Jadi kau salah satu pemenangnya ya, anak muda." ucapnya berdiri

"Aku adalah Sang Dewa Perang, Berlin." lanjutnya bangga tolak pinggang

("Jadi dia dewa yang dimaksud Informan, 'kah?")

"Salam kenal." ucapku memperkenalkan diri dengan sopan

"Suatu kehormatan bisa bertemu anda, namaku Toon." Lanjutku sedikit merendah

Aku penasaran sehebat apa dia, hingga mendapatkan julukan Dewa Perang. Terlihat banyak orang bergaun putih panjang yang wajahnya tertutupi topeng putih berbaris di sekitarnya. Aku sendiri beranggapan kalau mereka semua adalah pelayan atau semacamnya.

Dia perlahan berjalan menuruni singgahsananya menghampiriku. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan, tapi aku mencoba tetap terlihat tenang di hadapannya.

Saat dia sudah berada tepat di hadapanku..

"Apa kau .."

*glek*

("Entah kenapa suasananya menjadi tegang.")

"..ingin menjadi dewa?" tanyanya tiba-tiba

….

*Sruffhhh〜*

Saking sunyinya, suara jam pasir besar yang mengalir pelan di dekat singgahsananya sampai terdengar jelas. Aku terdiam bingung mendengarnya, dan hanya memasang ekspresi ragu dengan perkataannya.

"Hah??"

"Hei, ayolah." sambungnya dengan santai memegang kedua pundakku

"Aku bosan berada disini, mereka tidak membiarkanku pergi dari sini sebelum mendapatkan pengganti." bisiknya sambil melirik ke arah para pelayannya

("Seorang dewa tiba-tiba menawarkan posisinya padaku? Yang hanya seorang manusia biasa?")

"Tidak, aku tidak tertarik." Balasku yakin

"Aku hanya ingin kau mengabulkan permintaanku." Lanjutku

"Haaah... Baiklah, aku tidak bisa memaksa."

("Gaya bicaranya mirip dengan paman panitia di istana.")

"Apa yang kau inginkan? Harta? Tahta? Kekuatan?" tanyanya menawarkan

("Ini dia..")

"Aku ingin kau membuatkanku senjata dengan fungsi dan desain sesuai keingi—"

"TIDAK!"

*DARR!!*

Bentaknya memotong kalimatku disertai sambaran petir.

"Tidak lagi."

"Kau pasti akan menggunakannya untuk kejahatan, jadi tidak akan kubuatkan." Lanjutnya

("Dia bilang 'lagi', mungkinkah sudah ada yang mendahuluiku meminta hal yang sama.")

"Bukankah dikatakan kalau kau akan mengabulkan keinginan apapun?" tanyaku bingung

"Ya, tapi bukan keinginan yang dapat mengancam keselamatan orang lain." Tegasnya

("Aku memang sudah menduga kalau dia tidak akan menerima permintaanku begitu saja, oleh karena itu aku punya cara lain.")

"Untuk membuktikan kalau aku tidak akan menggunakannya untuk kejahatan, aku akan bertaruh denganmu." kataku berusaha memancingnya

"Hmm... Baiklah apa yang kau tawarkan?" balasnya seperti tertarik

"Kita akan bertarung satu lawan satu disini sekarang juga." kataku menantangnya

….

"Pfft.. Ahaahahahahahaa!!"

Dia malah tertawa lepas mendengar perkataanku.

*Sreng*

"Hah?? Kau tidak tahu posisimu ya." Ucapnya menarik pedang besar di punggungnya disertai aura bertarung yang sangat besar keluar dari tubuhnya

"Tapi..." potongku

"Aku minta keringanan karena kau adalah dewa, sedangkan aku adalah manusia biasa." Bujukku

"Keringanan?" tanya dia heran

"Ya, tentu tidak adil kalau kau yang seorang dewa, dewa perang."

"Bertarung denganku, seorang manusia biasa yang beruntung memenangkan tiket untuk bertemu denganmu yang agung." Lanjutku membujuknya

"Hmm… Menarik." Balasnya memakan umpan

("Kena kau.")

"Baiklah, aku tidak akan menggerakkan kedua tangan dan pedang kesayanganku ini."

*Sreng*

"Bagaimana?" tanya dia menaruh kembali pedang besarnya

"Baiklah." Jawabku percaya diri

Kami mengambil jarak dan Berlin sudah berdiri tegap dengan senyum bangga di wajahnya. Sebelum dimulai, aku berbicara untuk menjelaskan peraturannya.

"Kondisi kemenanganmu adalah saat kau berhasil melukaiku, walau hanya goresan." jelasku senyum sombong memanasinya

"Dan aku akan menang jika dalam '30 detik' kau tidak berhasil melancarkan serangan padaku." Tambahku dengan sedikit penekanan

*Fwurszhhhh*

"Aku tidak tahu apa kemampuan ataupun rencanamu sampai segitu percaya dirinya menghadapiku." Ucapnya dengan tatapan yang benar-benar berbeda

Aura bertarung yang amat besar keluar darinya, dan dia menatapku kesal merasa diremehkan.

"Kuharap kau tidak bermulut besar saja, anak muda." ucapnya dengan mata menyala mulai mengaktifkan Crown

("Dia pengguna Crown juga rupanya.")

"Sepuluh detik itu lebih dari cukup bagiku untuk membuat ratusan lubang ditubuhmu itu." Lanjutnya mengepalkan kuat tangan besarnya padaku

*Zwring..*

Muncullah jam pasir lain yang melayang diatas kami sebagai penunjuk batas waktunya.

*Fwush〜*

Pedang besar di punggungnya mendadak lenyap, dan muncul portal besar di belakangnya yang mengeluarkan ratusan hingga ribuan pedang-pedang dari sana dan mulai berterbangan mengitarinya.

"Kenapa kau menggunakan pedang besarmu? Itu diluar perjanjian." Ucapku

"Seingatku, perjanjiannya adalah aku tidak akan 'menggerakkan' tangan dan pedang kesayanganku." Balasnya membantah

"Bukan menggunakannya." Lanjutnya tersenyum sombong

("Sial, aku lengah disitu.")

"SAKSIKANLAH KEKUATAN AGUNG DARIKU!! BERLIN SANG DEWA PERANG!!"

"ARSENAL!!!"

("Bisa-bisanya dia menyebutkan diri dan juga kekuatannya tanpa malu seperti itu.")

("Untung saja dia tidak tahu kalau aku ini pengguna Crown juga, saat seperti inilah aku harus menggunakannya.")

*Sssrrsshh*

Jam pasirnya berbalik, tanda pertandingan sudah dimulai.

"Senang pernah bertemu denganmu, bocah." Ucapnya diikuti pedang-pedang miliknya melesat ke arahku

*Srzuffhh.. Srzuffhh… Srzuffhh…*

("Pertarungan ini benar-benar pertaruhan besar dalam hidupku, karena sebelumnya aku tidak tahu apa kemampuannya.")

Kugunakan kemampuan Crown-ku semaksimal mungkin, dengan area yang sangat luas, kupertaruhkan semuanya disini demi kemenangan.

Dipertarungan antar pengguna Crown pertamaku, aku langsung bertarung melawan Berlin, Sang Dewa Perang.

*puff.. puff… puff… puff.. puff… puffpufpufpufpufpufpufpuff…*

Seketika semua pedang yang mengarah padaku berubah menjadi seperti bantal pedang panjang yang mencoba menusukku dengan kelembutannya. Berlin yang melihatnya langsung terkejut semua pedangnya berubah menjadi empuk.

"HAAHHH!?!?!?!"

"SEMUA PEDANGKU BERUBAH JADI BANTAL!!!" teriaknya histeris sendiri

Aku tidak bisa bicara sama sekali saking fokusnya menjaga Crown-ku agar tetap stabil.

("20 detik..")

"KEMAMPUANMU ITU CURANG!!" protesnya terus menerus sambil tetap menyerang tanpa henti

("10 detik lagi.")

("Aku hampir mencapai batas.")

("KENAPA 30 DETIK BISA TERASA SANGAT LAMA!!")

Waktu terus berjalan, tak peduli sebanyak apapun pedang yang dia kerahkan, semuanya berubah menjadi lembut.

Aku terus mengawasi jam pasirnya,

("3..")

("..2..")

("..1.")

dan..

*Tsshh..*

Jam pasirnya berbunyi menunjukkan waktunya habis dan pertandingan selesai, dan pedang-pedangnya berhenti menyerang.

("Hah.. hah..")

Aku masih berdiri bertahan menyembunyikan kelelahan dari efek samping menggunakan Crown dengan area seluas itu.

("Aku... menang..")

"Hah... Hahahaha, kemampuan mengerikan macam apa itu." ucapnya tidak percaya dengan apa yang terjadi sambil menutupi wajahnya

"Eh??"

"HEH!?!?!?!"

Dia baru sadar kalau dia juga berubah menjadi boneka saat melihat tangannya yang berbulu halus nan lembut. Pada akhirnya dia mengaku kalah, dan sesuai janji dia akan membuatkan senjata untukku.

"Aku tidak percaya aku kalah dari orang sepertimu, dan juga kemampuan macam apa itu." katanya terduduk lemas

*puff*

Kulepas Crown-ku darinya.

("Ya, kalau saja kami bertarung lebih dari 30 detik, mungkin saja hasilnya akan berbeda.")

("Dan juga.. dia tidak terlihat kelelahan sedikitpun setelah menggunakan kekuatan sehebat itu.")

Pedang-pedangnya berterbangan lagi masuk ke portalnya dan lenyap.

"Sihir?"

"Bukan, aku bahkan tidak melihatmu sedikit pun merapal mantra."

"Jangan bilang kalau kau sebenarnya adalah.."

("Gawat, apa dia sudah tahu tentang identitasku sebagai pengguna Crown lang—")

"Kau adalah penyihir tingkat tinggi!" lanjutnya yakin menunjukku

..

("Syukurlah, dia ternyata cukup bodoh.")

"Itulah satu-satunya alasan kau tidak perlu merapalkan mantra untuk mengeluarkan sihirmu."

"Sesuai perjanjian, aku akan membuatkanmu senjata." Ucapnya terlihat puas

"Senjata seperti apa yang kau mau?" moodnya langsung kembali normal

"Mmm…"

("Aku tidak mempersiapkan sampai sejauh ini!!")

Karena sudah terlanjur, aku jawab saja apa adanya.

"Aku tidak tahu."

….

Saat itulah pertama kalinya aku melihat wajah bingung sekaligus kesal dari sang dewa perang.

"Tenang, maksudku aku belum tahu mau senjata seperti apa." lanjutku mencoba meluruskan kesalah pahaman

"Jadi kau bersikeras minta dibuatkan senjata, tapi kau tidak tahu mau senjata seperti apa?" balasnya mulai memanas lagi

"Hmm.. paling lama…"

"Setengah tahun, beri aku waktu setengah tahun." Lanjutku setelah berpikir sejenak

"Aku mau kau memberiku tiket lagi untuk kembali kesini dan aku akan sebutkan senjata seperti apa yang kubutuhkan." Lanjutku

Dia mengacak-acak rambutnya mencoba bersabar.

"Ehem.. Baiklah, aku akan menunggumu lagi disini."

*Sreng*

Tiba-tiba dia menarik pedang besar dari punggungnya.

"Selagi kau bersenang-senang, bercanda ria, berpetualang, bermain wanita, minum-minum sepuasnya..."

"Aku duduk kebosanan disini sepanjang waktu." ujarnya mengeluh menyayat-nyayat lantai dengan pedang besarnya

("Dewa macam apa ini?")

"Baiklah, sepakat."

"Mana tiketnya dan bagaimana caranya aku kembali?" tanyaku

"Oh kertas itu? Ada banyak disana." katanya menunjuk ke tumpukan tiket kahyangan layaknya sampah

Aku ambil satu dan saat aku bangun berbalik badan, tiba-tiba aku sudah di kamar lagi.

("Begitu ya cara kerjanya..")

*Srek*

Aku sobek lagi kertasnya dan kembali lagi ke kahyangan.

"Eh, kenapa kau kembali lagi? Ada yang ketinggalan? Atau kau berubah pikiran?" tanyanya hampir menaiki anak tangga menuju singgahsananya

"Yaaa, aku rasa satu kertas tidak cukup, karena aku pasti akan berkunjung lagi kapan-kapan" balasku mengambil banyak kertas kahyangannya

("Oh iya.")

Aku teringat satu hal penting yang ingin kutanyakan padanya.

"Hei Dewa Perang, apa kau tahu sesuatu tentang.. orang dari dunia lain yang dipindahkan ke dunia ini?" tanyaku lagi sebelum pergi

"Dipindahkan? Hal seperti itu mana mungkin ada." Jawabnya mengalihkan pandangan acuh kembali menaiki tangganya

("Ada, dan aku sendirilah yang mengalaminya.")

("Kalau untuk ukuran dewa sepertinya saja tidak tahu, lalu siapa yang sebenarnya memindahkan kami ke dunia ini?")

"Baiklah kalau kau tidak tahu." Kataku bangun berbalik badan setelah mengambil lumayan banyak kertas kahyangan dan langsung kembali ke kamar

Tubuhku terasa sangat lelah. Saking lelahnya, aku langsung tertidur pulas saat merobohkan badan di kasur.

~~~

Keesokan harinya, di depan gerbang masuk istana.

Aku datang kembali untuk melihat papan pengumuman berisi daftar para peserta sayembara.

"Rasanya kemarin ada disini." Tanyaku bicara sendiri melihat papan pengumuman yang sudah kosong di depan gerbang

"Hei, kau." Panggil seorang prajurit menghampiriku

"Tempat ini mau dibereskan, menyingkirlah." Lanjutnya mengusir

"Anu.. Dimana kertas pengumuman peserta yang kemarin ada disini?" tanyaku sebelum mereka membawa papannya

"Kertas? Semua yang tertempel disini sudah dibawa ke dalam dan diarsipkan." Jawabnya

"Ayo, satu.. dua.." seru ke prajurit satunya yang memegang sisi lain papan

Mereka mulai mengangkat papan pengumumannya dan membawanya masuk.

("Berarti benar apa yang dikatakan paman prajurit, semua info tentang pemenangnya telah dirahasiakan.")

Ternyata sudah terlambat, semuanya sudah dibereskan. Tidak tahu apalagi yang harus kulakukan, aku pergi ke bar untuk makan.

~~~

*Klenteng*

Suara lonceng pintu terbuka begitu aku masuk ke dalam.

"Itu dia orangnya, pemenang dari bagian putra." Bisik orang-orang begitu melihatku

"Hebat ya.."

"Sayang sekali pemenangnya diambil dari sisi putri.."

"Iya-iya.."

Baru saja masuk, langsung terasa tatapan semua orang membicarakan dan melihat ke arahku.

("Sepertinya, sampai ke babak final saja sudah cukup membuatku terkenal dengan cepat disini.")

Aku yang masih belum terbiasa dengan semua perhatian ini, hanya membeli makanan yang dapat dibungkus dan langsung membawanya pergi keluar.

~~~

*sigh*

("Meski sudah banyak latihan teori bersosialisasi dari Black..")

("Ternyata praktiknya jauh lebih sulit dari yang kukira.")

Duduk sendirian di taman sepi pinggiran kota untuk makan siang, membuatku sadar kalau aku masih belum banyak berubah.

*Fwusszh〜*

("Pola ini..")

Saat sedang asik makan, aku merasakan kehadiran Informan dari belakang.

("Aku tidak tahu apa yang ingin dia katakan padaku.")

("Tapi apapun itu..")

("Aku sudah memikirkan semuanya dan akan mengatakannya kali ini.")