Padipun sudah merasa nyaman di Sekolah yang baru, ceria bahagia tanpa ada yang sengaja mencelanya, Padi sudah tidak ingin peduli dengan kisah yang lalu, karena semua itu hanya candaan yang melewati batas, mungkin maksud mereka ingin bercanda tapi caranya kurang tepat. Di Sekolah yang baru ini Padi memiliki banyak teman, dan ada beberapa yang akrab dengannya, mereka selalu peduli dengan kegiatannya Padi bahkan tidak risih jika meminta jajan kepadanya. Dalam hal ini bukanlah masalah karena mereka sama-sama anak orang yang banyak memiliki uwang, tapi lagi-lagi ada saja yang membuat ulah kepada Padi, salah satu dari mereka ada yang sengaja suka foto kala main di luar sekolah, tapi mungkin karena banyak anak perempuan yang suka kepada Padi akhirnya teman yang semula akrab merasa tidak suka, dan menceritakan kepada anak-anak perempuan itu dengan kisah yang berbeda, salah satunya adalah, bahwa Padi pindah sekolah karena di kelas tahun ajaran baru dia sudah berani menyatakan cinta kepada teman perempuan di kelasnya. Dan orang tua dari anak tersebut takut jika Padi tidak di keluarkan. Dan yang membuat Padi sekolah di sini bukan karena dia pindahan. Tapi karena Padi sudah di keluarkan. Tentu saja itu tidaklah benar.
Dari cerita itu Padi sedikit di jauhi dari mereka yang semula suka. Tapi Padi tidak ingin mempermasalahkan apa alasan mereka, mengapa menjauh, Padi cukup untuk diam dan tidak ingin berteman seperti waktu lalu, Padi berusaha tegar dengan kejadian ini dan tidak ingin menceritakan kepada siapapun, cukup di jadikannya sebagai pelajaran untuk kedepannya agar lebih berhati-hati dalam memilih kawan, atau mungkin lebih baik tidak punya kawan. Meski tidak mudah untuk melaluinya, tapi mau bagaimana lagi, dan juga kelulusan sekolahan dasar tinggal beberapa bulan lagi.
Dengan banyaknya kejadian yang menipa itulah mengapa Padi menjadi sosok yang tidak mudah berteman, bisa di bilang dalam hatinya ada luka yang masih membekas hingga membuatnya malas dalam berkawan dengan lebih dekat, berteman sich berteman tapi hanya sekedar saat bertemu saja. Hingga melewati masa-masa SMP Padi tidak mempermasalahkan jika dirinya tidak punya teman akrab. Tambah lagi adanya rasa jera yang kadang masih datang menghampiri. Saat suasana hati sedang tidak nyaman masa lalu bisa saja datang dalam mimpinya, yang dalam mimpi tersebut dia sendirian mencari makanan di sebuah hutan yang tak satupun ada yang mau menemani. Dia bingung mencari arah, harus kemanakah dirinya melangkah, Padi takut jika hari mulai gelap dia memanggil-manggil Ibu dan Ayahnya tapi tidak ada satupun yang mendengarnya, luka hati seorang tidak bisa di bandingkan dengan orang lain, karena tingkat trauma yang berbeda. Masa-masa itu benar-benar merubah kepribadian seorang Padi. Andai tidak bertemu dengan Kapas di masa SMA. Mungkin Padi akan menjadi pribadi yang sangat pendiam dan misterius tanpa bisa bercanda seperti tahun-tahun yang dia lalui di masa SMP. Yang tiap hari rutinitasnya tidak ada perbedaan. Pagi berangkat sekolah, belajar dan makan di kantin sekolah, lalu pulang begitu saja seterusnya. Adapun hal yang lain hanyalah latihan untuk kelas olah raga dengan beberapa teman kelasnya dan itupun tidak perlu Padi merasa di anggap ada. Tidak selamanya masa ada di fase yang sama. Terkadang waktu juga tiba-tiba menghadirkan kejujutan yang sungguh di luar dugaan.
Manalah tau jika di saat Padi seperti ini akan di pertemukan dengan seorang yang mampu membuatnya tertawa, membuatnya bertingkah konyol bahkan bisa ada di dalam hati meski Padi tidak membukakan pintu hatinya, mengenal Kapas bukanlah yang Padi harapankan. Karena itu tidak perlu bersikap ramah lembut kepada Kapas. Padi tidak ingin kejadian lalu terulang yang di awalnya semua terlihat manis tapi ternyata semua hanya ilusi object belaka. Suatu yang nyaman terkadang adalah hal yang berbeda dari orang lain. Begitu juga dengan Padi yang justru nyaman dengan kejudesannya Kapas. Yang tidak pernah bersikap baik padanya, tidak pernah bicara kalem apalagi memujinya. Tapi ternyata hal itu yang membuat Padi merasa bahagia, tanpa perlu Padi mengatakan siapa dirinya. Dan Kapas yang memang tidak perlu untuk hal itu.
Dalam persahabatan untuk apa meski mengetahui seluruh kepribadian bahkan dalam hal yang dia miliki, karena persahabatan terjadi bukan karena mau hadir di saat suka atau duka saja . Tapi karena selalu ada dalam suka maupun duka. Itulah persahabatan.
Keesokan hari tiba, seperti biasa Kapas bersiap untuk berangkat ke sekolah dengan di antar supirnya, tapi kali ini dia mempunyai niatan untuk mampir ke rumah Liana, makanya Kapas berangkat setengah jam lebih awal dengan harapan agar tidak telat untuk sampai di rumah Liana.
Supirnya turun dan memastikan jika itu benar rumahnya Liana, namun ternyata Liana baru saja berangkat sekolah.
"Kata Mbak yang di rumahnya, sudah berangkat baru aja Non" lapor supirnya
"Oh rajin juga dia, ya udah pak kita langsung ke sekolah saja"
Dan benar saja terlihat dari jauh Liana sudah sampai di gang sebelah sekolahannya
"Nah itu dia, bener berati deket kalau lewat jalan sono pak" adu Kapas kepada supirnya
"Ya tapi kalau mobil mana bisa Non lewat gang seperti itu?"
"Iya sich, ya udah aku turun sini saja, biar nyampenya bareng aja sama dia"
Kapas segera turun dan berjalan cepat menghampiri Liana, jika di pikir adalah suatu yang aneh juga, Kapas tidaklah mengenal Liana, namun Kapas tidak merasa canggung ketika berbicara dan mengajaknya jalan bersama, dan entah itu karena rasa penasaran tentang siapa diri Liana yang dekat dengan Padi atau Kapas bisa peka hatinya yang bisa menilai bahwa Liana adalah anak yang baik.
"Rajin banget, padahal tadi aku ke rumah kamu loch, tapi kata Bibi kamu, kamu baru aja keluar"
"Oh ya ampun, maaf tidak tau kalau kamu mau ke rumahku" ucap Liana yang merasa bersalah.
"Enggak pa-pa lah, sekali-kali pingin berangkat jalan kaki sama kamu"
"Hah, jangan nanti tuan putri capek"
"Apaan si, aku juga orang biasa kok, gak usah gitu ya"
"Hmmm" balas Liana dengan mengangguk
"Udah mau mulai kelas nie kayaknya, masuk yuk!" ajak Kapas kepada Liana.
Padi yang melihat kedekatan mereka untuk pertama kalinyapun kagum, bagaimana bisa kenal baru kemaren deketnya udah kaya adek kakak.
"Eh ada yang baru jadian nie" ucap Padi iseng
"Hmm kenapa?" sahut Liana
"Ya enggak, aneh aja tiba-tiba kalian bisa sedeket ini" bela Padi untuk dirinya sendiri.
"Ya kenapa kamu cemburu, karena Liana deket ma aku?" jawab Kapas dengan memojokkan Padi, Kapas belum tau bahwa antara Liana dan Padi adalah sodaraan dalam keluarga yang dekat.
"Iya cemburu kenapa?" jawab Padi yang tambah gemas kepada Kapas.
Mendengar itu Kapaspun langsung pergi duduk di bangkunya, yang di ikuti oleh Liana. Sedang Liana hanya tertawa melihat Kapas yang di bikin kesal oleh Padi.
Sementara Padi hanya menutup mukanya entah mau kesal atau tertawa, tapi dia pun tidak bisa berkata tidak, dan sudah hal biasa menjadi candaan di kelasnya.
Detik terlewati dengan keseriusan dalam memahami pelajaran. Tidak terasa jam istirahat menyapa.
"Ok! anak-anak waktunya istirahat!"
"Siap Bu Guru" jawab semua anak dan mulai beranjak keluar kelas.
"Huh capek banget aku rasanya pusing" keluh Kapas kepada temannya yang sedang berjalan menuju kantin.
"Sama apalagi aku. Aku tu kalau pusing cat kuku aku juga jadi luntur nih, kaya gini" ucap Sirlina dengan menunjukkan kuku-kukunya.
Sedang Liana yang baru ada di antara mereka hanya senyum lebar kala Sirlina menatapnya, Dia tak tau meski ikut ngomong apa.
"Gak yakin aku Sirl. Kalau itu pelajaran yang tadi bakal aku bisa pahami"
"Jadi gini Kak. Dalam pelajaran sejarah. Kenapa kita meski tau, meski kita mungkin tidak akan berkunjung kesana, ya setidaknya kita jadi tau ada banyak perbedaan dalam kehidupan ini yang harus kita hormati dan hargai Kak". Ucap Liana dengan sedikit canggung.
"Aduh pusing aku rasanya. Ada gak si orang sehari aja gak pusing?" keluh Kapas pada mereka.
Sedangkan ternyata Sirlina hanya sibuk tanpa mendengarkan kuluhan kapas dan Liana belum terlalu kenal dengan kapas, serasa lebih banyak canggung karena takut salah berucap dan memang Liana juga sadar diri jika dia berbeda dari hal kemewahan.
"Sirl mau makan apa?" tanya Kapas.
"Apa aja, singkong goreng atau somay terserah"
"Kentang goreng mau gak?"
"Bosen aku Kak. Tiap hari kayaknya itu menu ada di depan kita"
"Ya udah kita ganti. Gimana kalau pisang goreng hihihi"
"Tak lama Kapaspun datang dengan membawa bermacam makanan.
"Eh dari tadi kalian diem-dieman doank nie"
Tanya Kapas kepada Liana dan Sirlina.
"Eh iya lupa Kak, biasa kan cuma kita doank hehe lupa. Maaf ya Liana" jawab Sirlina.
"Gak pa-pa kok Sirl, aku juga bingung cuma fokus liat kuku-kukunya kamu, cantik" ternyata jawaban Liana bikin Sirlina tersanjung. Padahal ya biasa saja tapi karena memang Liana sikapnya polos jujur apa adanya, jadi ketika dia memuji akan lebih ngena dengan tepat. Mungkin bagi Sirlina adalah kebanggaan dan kepuasan tersendiri kala ada pujian untuk kuku-kukunya.
Hari telah sore waktu sekolah usai untuk hari ini. Semua semangat untuk pulang setelah lelah dengan pelajaran yang mereka hadapi.
"Halooo Liana, ngerjain tugasnya di rumah sapa ya?". Tanya Kapas lewat telfon.
"Iya Kak. Selamat pagi, hari ini kita kerjakan tugas kelompok di Rumahnya Padi, Kak!" jawab Liana.
"Hah di rumah Padi kok bisa ya?"
"Iya ini kita udah hampir sampai di depan Rumah kamu, udah siap belom?"
"Iyaaa aku udah tunggu depan Rumah kok"
Dan mereka pun berangkat bersama.
"Eh dapet dapet salam dari Padi" ucap Liana kepada Kapas yang baru saja masuk Mobil
"Apa katanya?" jawab Kapas penasaran.
"Kata dia udah di siapin kolam lumpur kok gak usah kawatir" dengan menahan tawa Liana menyampaikannya.
"Bilang padanya makasih aja" jawab Kapas dengan sedikit jutek.
"Kata dia kamu mau berendem Kak.." tambah Liana yang mulai ikut iseng.
"Liat aja entar dia itu emang kaya gitu. tau gak ngeselin"
"Ha ha tapi kalian itu serasi dech, nyaman
kan meski ribut mulu" ucap Sirlina
"Gitu yaaaa" jawab Kapas
"Cie sayang kan tapi" tambah Liana sengaja ngeledek. Kapaspun hanya tertawa hingga menutup wajahnya.
"Turun udah sampai, tu udah di tungguin ma pangeran uler keket" ajak Liana kepada Kapas.
"Hay Nona galak " sapa Padi
"Apa" jawab Kapas dengan nada seru
"Jutek amat sich anggap saja kaya rumah sendiri di sini gak usah jutek" balasnya Padi
Namun Kapas sengaja tidak mempedulikannya. Hanya berucap,
"Terima kasih"
"Oh iya tentu saja karena saya ini orang yang sangat baik"
"Hmmmmmmmmmmmmmmmmm"
"Iya kira-kira begitu. Jadi jangan sungkan jika nanti kiranya butuh bantuan dari saya"
"Ich gak usah sok baik dech. Emang kamu pikir ini tugas aku, kamu ngomong butuh bantuan. Eh ini tu tugas kita bersama, sampe nilainya gak bagus pokoknya itu karena kamu"
"Ya gak bisa gitu donk" bela Padi yang merasa terpojok.