Alexi menanggapi ancaman Asia dengan tawa dan makin membuat Asia makin darah tinggi saja tetapi pada akhirnya, Asia mengurungkan niat lalu mencoba untuk tetap sabar.
Asia akan melakukannya dengan cara lain seperti mengambek jadi dia pun tak membuka suara hingga sampai ke rumah. Dia juga keluar dari mobil tanpa mengucapkan salam. "Asia!"
Tentu saja Asia menghentikan langkahnya. Setelah mengatur napasnya yang dari tadi sempat emosi, gadis itu menoleh pada Alexi.
"Ada apa?"
"Baik-baik ya, jangan pikirkan masalah itu, aku bisa menyelesaikannya."
"Tentu, aku percaya padamu tapi kau harus pegang janjimu. Paham?"
"Ya, aku paham. Sampai jumpa nanti malam, sayang." Asia menggumam tanpa jelas sebagai jawaban. Selepas Asia masuk, Alexi segera menggerakkan mobilnya menuju kantor cabang Corporation Denzel.
Sampai di sana, Alexi bisa melihat Adya sudah menunggu dengan mondar-mandir di depan kantor. "Adya,"
"Kau dari mana saja sih?! Nandini selalu berada di ruanganmu. Aku hampir gila karenanya! Usir dia secepatnya!" ucap Adya hampir memekik.
"Biasalah Asia memiliki acara penting jadi aku harus menyenangkan hatinya, kau tahu bukan jika Asia itu sangat tertutup dengan pribadinya. Bahkan dia tak memberitahuku kalau dia itu memiliki acara."
"Sudahlah, jangan buat aku tambah muak. Buat Nandini untuk menjauh dari ruanganmu."
"Baik-baiklah." Kedua pria itu bergegas menuju ruangannya di mana Nandini menunggu dengan tenang.
"Alexi sayang akhirnya kau datang juga." Nandini bergerak memeluk Alexi namun dengan cepat dia mencegat pelukan Nandini.
"Ingatlah Nandini aku dan kau tidak memiliki hubungan apa pun lagi sekarang jadi jangan pernah berharap kau bisa memelukku sekali lagi." Nandini mendengus. Dia kemudian mundur sambil memberikan senyuman.
"Kenapa kau ada di sini?"
"Tentu saja untuk bekerja. Ini adalah surat rekomendasi dari Ayahmu, dia mengizinkan aku menjadi asisten pribadimu." surat yang disodorkan oleh Nandini segera diambil kemudian dibaca dengan saksama oleh Alexi.
Adya pun ikut membaca lalu berhenti tepat di tanda tangan milik Axton. Alexi sebagai seorang anak jelas tahu bagaimana tanda tangan Ayahnya dan tanda tangan yang dimiliki Nandini itu adalah tanda tangan milik sang Ayah.
"Sial." desis Axton pelan.
"Jadi Alexi sayang, kau tak bisa mengusirku."
"Jangan panggil aku sayang. Aku ini sudah menikah,"
"Tapi belum resmi, kan? Jadi aku masih punya kesempatan." Alexi mengepalkan tangannya erat. Namun kemudian dia membuang napas.
"Baiklah kau bisa bekerja di sini tapi ingatlah kau itu asisten pribadimu yang membuatmu setara dengan posisi Adya. Kau akan membantu pekerjaan sekretarisku. Apa kau mengerti?" Adya membulatkan mata. Dia memandang pada Alexi dengan tatapan tak suka.
"Aku harap kau tak keberatan Adya, ini hanya sementara saja." kata Alexi tanpa melihat sekretarisnya itu.
"Baiklah." Alexi kemudian memisahkan diri antara Nandini dan Adya. Dia menelepon seseorang, tak butuh waktu lama teleponnya di tanggap.
"Halo,"
"Ya Alexi ada apa?"
"Ada apa? Kenapa Ayah memberikan surat rekomendasi untuk Nandini. Apa Ayah tahu kalau Nandini ingin membuat masalah."
"Masalah apa?"
"Dia itu mengancam kehidupan pernikahanku bersama Asia pokoknya Ayah harus membuat Nandini tak bekerja."
"Loh, kenapa harus Ayah? Kau adalah pemimpin di perusahaan sana jadi kau yang memutuskan tentunya kau harus punya alasan lagi pula Ayah merekrut Nandini karena Ayah melihat potensi di dalam dirinya bukan berarti ingin mengacaukan pernikahanmu dengan Asia, malah Ayah ingin kau dan Asia dekat. Kau harus profesional Alexi, jangan egois begitu."
"Tapi Ayah--"
"Sudah Alexi, Ayah punya urusan sekarang dah anakku sayang." Suara panggilan terputus membuat Alexi ingin berteriak tapi tak jadi. Dia tak punya pilihan selain menerima Nandini sebagai asisten pribadinya.
Alexi kembali pada Adya. sekretarisnya itu menatap sang bos dengan penuh keinginan tahuan namun melihat galengan dari Alexi membuat Adya membuang napas berat. "Adya siapkan meja untuk Nandini agar dia bisa duduk juga di ruanganmu. Nandini, besok datanglah bekerja."
Nandini membulatkan mata, tak percaya jika Alexi tak berubah pikiran. "Terima kasih Alexi, tentu saya akan memanfaatkan kesempatan ini." Kening Alexi terlipat.
"Tapi ingatlah, di sini kau asistenku yang berarti kau sama seperti karyawan biasa di sini. Tak akan ada perhatian khusus untukmu mengerti?" Nandini mengangguk.
Sekarang misinya akan dimulai, membuat Alexi kembali padanya.
❤❤❤❤
Di malam hari, Alexi yang baru saja pulang langsung duduk di sofa setelah melepaskan sepatunya. "Bagaimana masalahnya?" suara Asia yang tiba-tiba menyapa dirinya tak serta merta membuat Alexi kaget.
Dia menampakkan senyuman getir kemudian menggeleng. "Ayah mengatakan kalau aku harus memecat Nandini dengan kesalahan sementara dia tak memiliki kesalahan."
"Oh begitu."
"Kau tak marah?"
"Tidak, setelah aku berpikir matang-matang aku merasa aku tak perlu marah toh dia ada di sana untuk bekerja tapi lain halnya kalau dia mengganggumu akan aku pastikan dia babak belur di tanganku sendiri." Alexi menatap Asia yang tampak bersemangat mengatakan ucapannya di bagian terakhir.
Tampak sekali jika Asia akan bersemangat menanti hal tersebut. "Ya itu benar." Alexi kemudian merenggangkan tubuhnya dan berpura-pura merebahkan kepalanya di sofa yang berakhir di paha milik sang istri.
Hanya dibalut dengan celana pendek, pria itu bisa merasakan kelembutan kulit Asia. "Alexi, bangunlah jangan seperti itu. Aku malu tahu."
Senyuman tampak di wajah tampan milik Alexi namun cepat-cepat Alexi melingkarkan lengannya di perut Asia dan memiringkan tubuhnya supaya wajahnya tak terlihat.
"Ah aku merasa capek sekali." pria itu menutup kedua matanya lalu membuangn napas panjang secara teratur.
"Alexi, kau tertidur?" Asia menampar kedua pipi Alexi dengan pelan tapi tak ada gerakan yang tandanya jika Alexi memang tengah tertidur lelap. Asia mengembuskan napasnya secara kasar.
Untuk kali ini dia akan memaafkan Alexi tapi jangan di lain kesempatan, Asia akan membuat lelakinya itu merasakan nikmatnya tinju. "Kau pasti sangat lelah. Kalau begitu tidurlah."
Alexi yang awalnya pura-pura tetidur kemudian terlena dengan usapan Asia yang mana sedang membelai rambutnya hingga akhirnya Alexi sendiri tertidur lelap. "Nyonya,"
Asia lantas menyuruh Tisa agar senyap lalu menunjuk pada Alexi yang sedang tertidur. Tisa mengerti dan berbisik lirih. "Nyonya, makan malam sudah siap."
"Terima kasih sudah memberitahu. Boleh kau bawa selimut di sini?"
"Baik Nyonya." Tidak memakan waktu lama, datanglah Tisa dengan membawa selimut dan dibantu pelayan itu Asia menggantikan posisinya dengan bantal.
"Nyonya apa kita harus membangunkan Tuan?"
"Tidak usah, nanti juga bangun sendiri. Dia terlihat sangat kelelahan lebih baik kita makan duluan saja."
"Baik Nyonya." Memastikan selimut telah terpakai dengan baik, Asia dan Tisa bergerak ke dapur yang tak jauh dari ruang keluarga untuk makan bersama.