Asia menggantikan posisi Adya tapi dia tetap memasang wajah kesal sebab mengingat kejadian dari tadi. "Asia, jangan cemberut di depan makanan. Tak baik." tegur Wenda. Wanita itu menyadari kekesalan yang Asia tampilkan.
Istri Alexi itu tersenyum canggung. Ada rasa malu ditegur oleh mertuanya sendiri. "Maaf Bi-- maksudku Ibu." Wenda melebarkan mata lalu tersenyum cerah.
Senang dipanggil seperti itu pada menantunya. "Mau aku ambilkan makanan?" Suara Alexi menginterupsi Asia yang langsung mengangguk.
Alexi dengan cekatan mengambil satu mangkuk nasi dan lauk pauk yang tersedia untuk ditaruh di atas piring milik Asia. "Sudah cukup." Pria itu berhenti dan tersenyum saat Asia mau makan di depan tanpa adanya adu mulut.
"Apa enak?" Asia mengangguk. Kedekatan antara Alexi dan Asia membuat Nandini yang berada di samping mereka merasa kesal sekaligus terabaikan.
Tapi Nandini tak menyerah. Dia harus menunjukkan bahwa dia baik-baik saja dan tak terluka karena kemesraan Alexi bersama istri barunya.
"Wah itu berarti aku bisa dong datang ke sini untuk menyiapkan makanan untuk kau dan suamimu?" Asia lantas melayangkan tatapan tajam. Gadis berusia 18 tahun itu terang saja tak terima dengan perkataan Nandini.
"Kakak Nandini terima kasih atas perhatiannya tapi maaf aku tak bisa membuatmu terus-terusan datang ke rumah kami,"
"Tidak apa aku mengerti kok dan tidak merepotkan."
"Sungguh Kak jangan sering datang ke sini!" balas Asia yang jelas menunjukkan ketidaksukaan. Nadanya terdengar mengancam.
"Alexi itu suamiku ... aku yang bertanggung jawab sebagai seorang istri bukan kau!" Sedang pria yang kini sedang diperdebatkan tampak tersenyum puas kala mendengar betapa keras kepalanya Asia melarang Nandini untuk masuk ke kehidupan pernikahan mereka berdua.
"Aku tulus loh,"
"Tapi aku tak mau ketulusanmu." sahut Asia dengan nada sarkatis. Adya hampir saja memuncratkan makanan yang berada di mulut saking inginnya tertawa mendengar jawaban tertohok dari Nyonya muda Denzel.
"Sudah hentikan kalian berdua, tak baik bertengkar di depan makanan!" tegur Wenda sekali lagi. Asia dan Nandini sama-sama diam.
"Sayang ayo makan lagi nanti kau sakit bagaimana?" Asia menganggukan kepala dan makan agak cepat. Jujur dia merasa agak kurang nyaman jika di situ terus. Dari pada harus melayani mantan pacar suaminya itu lebih baik dia pergi.
Tak berapa lama Asia pergi meninggalkan mereka setelah menyelesaikan makannya. "Aku sudah selesai."
"Aku juga." sahut Alexi secara mendadak.
"Ibu, Ayah kami masuk dulu ya ke kamar. Aku dan Asia ingin menyiapkan kamar kami." Wenda menganggukan kepala dan pasangan baru itu segera berjalan menuju kamar yang akan mereka tempati.
Begitu masuk Asia mendecak kagum saat melihat desain modern yang tampak di kamar Alexi, maksudnya kamar mereka. "Apa kau tak suka? Kita bisa ganti sesuai seleramu."
"Tidak tak usah. Aku juga suka yang seperti ini." sela Asia cepat namun tak melihat pada suaminya.
"Kau serius, suka sama kamarku ini. Warnanya putih dan hitam loh."
"Tidak apa-apa. Di mana lemarimu? Aku akan menaruh baju-bajuku." Alexi kemudian menuntun Asia menuju sebuah pintu dan ketika dibuka, itu adalah ruangan yang khusus untuk aksesoris serta pakaian dari Alexi.
Semuanya tertata rapi. "Aku sudah mengosongkan beberapa raknya khusus untukmu jadi kau bisa menaruhnya."
"Terima kasih." Asia berjalan masuk dengan membawa koper yang dia bawa.
"Apa kau mau aku membuka kopermu juga?" Alexi mengangguk. Pria itu tak masuk karena sibuk membenahi ranjangnya yang berukuran king size.
Tidak memakan waktu lama, Alexi kembali pada Asia. "Apa kau mau aku membantuku?"
"Tidak usah. Ini adalah pekerjaan sebagai istri."
"Jangan keras kepala. Kita suami istri dan sebagai pasangan kita bisa saling membantu." uca3p Alexi. Dia pun ikut merendahkan tubuhnya dan mulai merapikan koper miliknya sendiri.
Asia lantas diam saja melanjutkan pekerjaannya sampai tangan mereka tak sadar bersinggungan.
"Maaf." Istrinya hendak menarik tangan untuk kembali mengangkat beberapa pakaian tapi Alexi mencegatnya seiring juga memandang Asia dengan tatapan yang sulit diartikan oleh gadis itu.
"Ada apa?" Alexi tak mengatakan apa-apa. Dia malah menarik Asia mendekat tanpa berniat melepas pandangannya.
Sebagai seorang istri, Asia mengikuti keinginan suaminya untuk mendekat. "Lebih dekat."
"Alexi jika kau mengejutkanku aku bersumpah akan menampar wajahmu keras." ancam Asia menggunakan nada serius.
"Tidak, ayo mendekat saja." Jujur suasana hati Asia sekarang tak nyaman. Dia lalu berdiri setelah melepaskan genggaman tangan Alexi dan bergerak keluar dari ruangan pakaian.
Sebelum bisa mencapai pintu, Alexi menariknya dan menutup pintu kuat. Diletakkannya tubuh Asia ke pintu lalu mengurungnya di antara kedua lengannya yang kokoh. "Kenapa kau mau lari dariku?"
"Aku risi Alexi, kau menakutiku."
"Hah? Memangnya aku tak bisa ya menatap istriku?"
"Sebenarnya kau ingin apa sih sampai-sampai kau mau aku mendekat?" Alexi lantas menorehkan senyuman pada Asia dan mendekatkan wajahnya hingga jarak mereka tinggal beberapa senti. Asia bahkan secara tak sadar menahan napas karena kelakukan dari suaminya itu.
Matanya pun dia pejamkan menunggu apa yang terjadi. Sepersekian detik kemudian, Asia terpaku saat merasakan benda lunak menyentuh dahinya.
Gadis itu bisa merasakan jika Alexi bergerak menjauh. Asia membuka matanya memandang pada Alexi yang tersenyum. "Aku belum sempat mengatakan sesuatu padamu. Aku merasa sangat senang karena kau mengatakan kaulah yang bertanggung jawab atas diriku itu artinya kau memang menganggap diriku sebagai suami dan kau istriku. Aku bangga padamu."
Saat Alexi menepuk kepalanya, wajah Asia memerah sekaligus tersenyum. Di lubuk hati yang terdalam Asia merasa bahagia.