"Dia melihatmu Asia, apa kau mengenalnya?" tanya Emi pada Asia yang terlihat melamun.
"Hei, Asia!" seruan dari Emily mengagetkan dia dan seperti orang bodoh, dia bergumam tanpa sadar.
"Asia," suara lembut yang keluar dari Alexi menarik perhatian dari kedua gadis di depannya sekarang. Buket bunga itu lalu disodorkan oleh Alexi pada Asia.
"Maafkan aku ya, aku membuatmu merasa sedih. Aku janji aku tak akan sedih lagi karena yang aku inginkan hanya kamu." Asia tersipu malu, dia mengulum bibirnya seraya mengambil buket bunga tersebut.
Dia menghirup aroma bunga sebentar dan memberikan senyuman pada Alexi. "Aku suka, terima kasih." Alexi tersenyum juga lalu merenggangkan kedua tangannya meminta sebuah pelukan.
Asia melirik pada Emi kemudian menggeleng tanda menolak. "Ayo kita pulang." Dia lalu melewati suaminya dan masuk seenaknya sesaat sesudah berpamitan pada Emi.
Alexi membuang napas lalu ikut juga masuk. Selama perjalanan, Alexi tampak konsentrasi sedang Asia asik dengan dunianya sendiri. Beberapa kali dia kembali melihat pada bunga kemudian beralih pada Alexi.
Hati yang sempat terluka kini lukanya hilang tak berbekas berkat permintaan maaf dari suaminya. Mobil berhenti di depan lampu lalu lintas berwarna merah. Giliran Alexi yang melihat pada Asia.
Alexi senang karena pemberiannya sangat disukai oleh istrinya. Asia terus saja memandang pada bunga pemberiannya dengan senyuman lebar sudah membuktikan hal itu.
Apa yang dikatakan oleh Adya itu mungkin saja benar, Asia kecewa karena Alexi sedih berpisah dengan soulmatenya sampai mengabaikan istrinya yang sudah diperjuangkan.
Sekarang, Alexi harus membahagiakan Asia sebab Asia adalah istrinya sekarang. "Alexi sudah hijau, ayo jalan." Alexi langsung menuruti perkataan dari Asia dan menjalankan mobil menuju rumah.
Setibanya, begitu keluar dari mobil Alexi dikejutkan dengan pelukan dari Asia pasalnya itu begitu tiba-tiba meski pada akhirnya dia membalas pelukan. "Asia, kenapa kau tiba-tiba memelukku?"
"Kau meminta pelukan dari tadi, tapi aku tak memberikannya karena banyak orang di sana jadi aku membayarnya." Alexi terpaku dan dalam sekejap wajahnya berganti menjadi ceria.
Masih dengan merangkul tubuh Asia, Alexi berjalan masuk ke dalam rumah. "Ternyata apa yang dikatakan oleh Adya itu benar,"
"Tentang apa?"
"Tentang kau yang cemburu padanya itu sebabnya kau bertingkah aneh." Mendengar itu Asia segera medorong tubuh Alexi hingga terhuyung mundur beberapa langkah.
"Tidak, aku tak cemburu! Aku hanya kesal saja kau memperhatikannya dari pada aku."
"Itu sama saja. Katakan padaku, apa kau sudah mulai menyukai-- ah ralat ... apa kau memiliki perasaan khusus padaku?" Sontak wajah Asia memerah dan langsung berseru dengan suara nyaring.
"Aku tak menyukaimu!" Setelah berkata demikian Asia berlari masuk sedang Alexi tertawa kecil melihat tingkah kekanak-kanakan dari sang istri.
"Aduh!" Wajah Alexi langsung memucat saat mendengar Asia mengaduh kesakitan. Buru-buru dia langsung menghampiri di mana Asia. Dia menemukan istrinya itu tengah terduduk di lantai ruang tamu.
"Maaf Asia aku tak sengaja." ucap Nandini tapi tak membantu Asia untuk berdiri. Alexi adalah orang yang membantu istrinya untuk bangun.
"Kau tak apa-apa?" Asia mengangguk.
"Nandini, kenapa kau tiba-tiba masuk? Ini bukan rumahmu yang bisa kau ke sana kemari!" omel Alexi kesal.
"Ah maaf, aku merasa agak kesepian jika menunggu jadi aku--"
"Pergilah dari sini atau mau aku panggilkan aku polisi untuk menahanmu?" Nandini terdiam.
"Alexi, kau kenapa sih? Bercanda kok keterlaluan,"
"Aku tak bercanda. Pulanglah kalau perlu pergilah pulang ke kotamu. Aku di sini tak membutuhkanmu atau apa pun itu." Tepat setelah itu, Alexi menggendong Asia untuk duduk di sofa sementara Nandini menggertakkan gigi.
Tangannya kemudian mengepal erat dan segera mengambil barang-barang yang dia punya lalu angkat kaki dari rumah Alexi. "Apa tak ada yang sakit?" Asia menggeleng.
"Mungkin keseleo saja, tak apa-apa." Datanglah seorang pelayan sambil membawa obat P3K untuk Alexi.
"Ini bukan keseleo, lihat ada luka di sini." Pria itu segera mengambil kotak P3K yang disodorkan oleh si pelayan.
"Oh iya, siapa kau? Kenapa kau tiba-tiba berada di sini?" tanya Alexi pada pelayan tersebut.
"Saya adalah pelayan yang di utus Nyonya Wenda dan Tuan Axton perkenalkan nama saya Tisa. Saya akan melayani Tuan dan Nyonya dengan sepenuh hati saya." Alexi mengangguk mengerti.
Sekarang dia tahu alasan kenapa Nandini bisa masuk rupanya Tisa datang dan membuka pintu rumah, dia juga yang mempersilakan Nandini masuk.
"Apa boleh kami memanggil Anda dengan sebutan Bibi?"
"Baik Tuan terserah anda saja."
"Ok, Bibi Tisa wanita dari tadi tolong jangan biarkan dia masuk. Gadis itu bukanlah teman kami."
"Baik Tuan." Tisa pun pergi meninggalkan Asia dan Alexi sendiri. Sama seperti biasanya, Alexi merawat luka Asia.
"Apa terasa sakit?"
"Tidak." Alexi yang begitu telaten menyelesaikannya dengan mudah.
"Biar aku antar ke kamar." Asia menurut saja saat dirinya di papah oleh suaminya karena kakinya masih terasa sakit.
"Apa kita harus memanggil dokter? Kakimu jelas tak baik-baik saja?"
"Tidak, kita tunggu sampai esok hari. Kalau masih sakit nanti kau bisa hubungi dokter." Alexi diam mendengar perkataan Asia. Jelas-jelas dia sakit masih saja keras kepala untuk tak berobat.
Pada akhirnya Alexi tak bisa membantah dan setuju saja keputusan istrinya. "Baiklah jika itu keputusanmu, terserah kau."