Dua hari setelahnya Alexi dan Asia sarapan dalam diam. Kondisi rumah terlampau sepi sebab hanya mereka berdua saja. Ke mana semua orang?
Keesokan hari sesudah Asia dan Alexi menghabiskan waktu malam pertama di hotel, Wenda dan Axton pulang ke Indonesia dengan alasan mereka memiliki banyak pekerjaan namun Asia merasa bukan itu alasan yang benar.
Mereka pasti ingin memberikan waktu berdua untuk Asia dan Alexi sebagai pasangan baru. Firasat Asia makin menjadi-jadi kala Adya tiba-tiba mengepak semua barang ingin pindah ke apartemen.
"Kenapa tiba-tiba sih kamu mau pindah? Tinggal dengan kami saja, kau tahu bukan kalau aku akan kesepian kalau tak ada kamu." bujuk Alexi pada Adya yang sibuk merapikan barang-barangnya untuk dia masukkan ke dalam kotak.
"Tuan tidak akan kesepian kok, ada Nyonya Asia di sini lagi pula akan tidak baik kalau aku tinggal dengan kalian yang sudah menikah."
"Tapi Adya--"
"Tuan kita bisa bertemu di perusahaan nanti jadi tolong biarkan aku pergi ya." Pada akhirnya Adya pergi dari rumah tersebut meninggalkan Alexi dan Asia sendirian.
"Alexi, kau rindu sama Adya?" Alexi terperanjat lalu buru-buru menggeleng.
"Sudah jangan bohong, aku tahu kalian berdua itu soulmate. Apa-apa harus dikerjakan berdua." lanjut Asia ketus.
"Tidak kok, memang sih aku merasa kurang nyaman karena tidak ada Adya tapi sedikit saja. Aku suka kok tinggal sama kamu,"
"Kalau merasa kurang nyaman suruh saja Adya tinggal bersama kita lagi." Asia bangkit dari tempat duduknya, membawa piring kotornya ke bak cuci piring yang nanti akan dia kerjakan kalau dia sudah pulang kuliah.
"Aku pergi ke kampus dulu."
"Biar aku--"
"Tak usah aku akan pergi sendiri saja. Kau bergegas saja ke perusahaan." Gadis itu mengambil alat-alat lukisnya dan tas ransel yang selalu dia bawa. Dia lalu bergerak keluar tanpa ragu dari rumah sedang Alexi membuang napas kasar kala menatap punggung milik sang istri yang mulai menjauh.
❤❤❤❤
Sesampainya di kampus Asia sama sekali tak bisa berkonsentrasi untuk melukis. Beberapa kali dia mencoba tapi tetap saja yang dihasilkan hanyalah sebuah coretan tak berarti.
Dia selalu berpikir tentang Alexi yang kecewa karena Adya mendadak pindah. Lantas Asia mengulum bibirnya kemudian mendengus sebal. "Memangnya kenapa sih kalau Adya pindah? Aku ini istrinya dan dia yang maksa aku buat jadi istrinya. Apa dia kecewa karena menikah terlalu cepat denganku?"
Pernah sekali Asia berpikir bahwa menikah itu pertamanya bahagia dan pahitnya belakangan tapi melihat kondisi rumah tangganya yang baru beberapa hari menikah tapi sudah dilanda masalah Asia langsung mengubur dalam-dalam pikirannya tentang pernikahan yang bahagia.
Nyatanya kehidupan pernikahan tak ada manisnya sama sekali. Bukannya romantis karena masih pasangan baru malah yang dia dapatkan hanya sakit kepala. "Ukhh!! Kok aku pikirin hal yang tak berguna. Justru bagus kalau dia itu tak peduli lagi padaku dan hubungan pernikahan kami akan berakhir tapi kenapa sih ...."
Asia memegang daerah dadanya dan mencengkram kuat. "Kenapa rasanya sesak sekali."
❤❤❤❤
Bugh!
"Aduh! Adya bisa tidak jangan pukul aku?!" hardik Alexi kesal.
"Pukulan itu pantas buat kamu! Kenapa kamu pasang wajah muram jadinya Asia salah paham deh sama kita berdua,"
"Tapi aku hanya mengkhawatirkanmu. Kita sudah sahabatan sejak kecil,"
"Iya tapi jangan terlalu tampak. Apa kau tahu bagaimana perasaan Asia pas dia lihat kalau suaminya itu lebih mikirin orang lain ketimbang dia? Kamu menikah dengan Asia itu hanya buat dia sedih?!"
"Tidak, aku cinta sama dia kok. Kamu tahu bukan bagaimana perjuanganku untuk dapatkan dia?"
"Makanya buktikan dong. Jangan hanya karena aku pindah kau langsung kecewa sampai-sampai tak pedulikan dia! Jadi suami itu harus peka dong sama istri!" Adya kemudian mendecak.
"Saat pulang nanti kamu harus minta maaf sama dia. Belikan sesuatu untuk Asia biar dia senang lagi ya itu jika kamu mau dia terus bersamamu." Sebagai respons Alexi mengangguk.
Dia harus menyelesaikan semua kesalahpahaman di antara dia dan Asia.
Tepat jam 15.00, Asia beserta Emi pulang dari kampus. Seperti biasa Emi cerewet sedang Asia menampakkan wajah murung tak seperti biasanya. Emi berhenti berbicara tatkala tak mendengar sahutan sang sahabat malah mendapati wajah masam Asia.
"Asia!" suara Emi menyadarkan Asia dari lamunannya. Seperti orang bodoh, Asia menoleh dalam keadaan melongo. "Kamu kenapa sih? Kok melamun begitu?"
Asia cukup lama menjawab karena lambat berproses. Otaknya dari tadi terus saja terpikir akan masalahnya bersama Alexi. Dia pun memberikan senyuman getir pada sahabatnya itu. "Tidak ada, aku hanya merasa sedikit pening saja kepalaku. Mungkin aku harus istirahat."
"Istirahat? Kau bukannya tidak masuk kuliah selama tiga hari?"
"Mmm ... ya sepertinya aku belum terlalu sehat." jawab Asia.
"Oh begitu. Lain kali jangan memaksakan diri kalau kau belum sembuh."
"Iya terima kasih." Emi lalu mengedarkan pandangan lurus ke depan. Dari kejauhan tampaklah seorang pria berdiri di depan gerbang sekolah. Di tangannya juga terdapat sebuket bunga.
"Hei Asia coba lihat di depan gerbang itu," Asia yang menunduk mengangkat kepalanya. Gadis itu terkejut menemukan Alexi dengan sebuket bunga yang indah.
Apa yang dia lakukan di sini? Asia berjalan pelan mendekati Alexi bersama dengan Emi. Pandangan Emi terus tertuju pada Alexi yang kini berada di depannya dan ingin sekali bertanya tapi sebelum itu terjadi Alexi memandang pada mereka berdua atau lebih tepatnya pada sang istri, Asia.