Mata Asia membulat. "Kau keterlaluan sekali Alexi! Hanya karena aku menolakmu beberapa kali kau langsung menculikku?!"
"Menculik? Hei kau terlalu percaya diri! Siapa juga yang menculikmu gadis gila! Harusnya kau berterima kasih pada kami karena jika bukan kami kau akan kena hukuman!" balas Adya sengit dengan raut muka masam.
"Sudah, hentikan kalian berdua. Ayo makan malam telah siap mari kita makan bersama-sama." sahut Alexi ramah. Baik Asia mau pun Adya, mereka sama-sama mendengus lalu berjalan menjauh.
Adya menuju ruang makan sedang Asia mencari barang-barangnya yang berada di kamar. Diambilnya semua barang-barang tersebut lalu berjalan keluar lagi.
Asia bisa mendengar suara oceh Adya sebagai seorang sekretaris pada sang bos. "Aduh Tuan, berapa kali saya harus bilang, biarkan saja saya yang memasak kenapa Tuan keras kepala sih?! Untuk apa saya ada di sini jika tak menyediakan segala kebutuhan Tuan."
Terdengarlah suara tawa Alexi. "Sudahlah Adya jangan sungkan. Kita ini sahabat bukan majikan dan pelayan."
"Tapi Tuan--"
"Makanlah, aku akan mengecek Asia dulu. Kita sudah berada di sini kenapa tak datang juga?" Derapan langkah Alexi membuat jantung Asia berdegup kencang, tergesa-gesa Asia menuju pintu rumah dan berusaha membuka sayangnya terkunci.
Dia lalu mendekati jendela namun jendela itu ditutupi sebuah batang besi yang dibuat sedemikian rupa agar mempercantik tampilan jendela sehingga tak mungkin Asia keluar dari rumah Alexi.
Sementara itu Alexi menampakkan senyuman melihat Asia yang berusaha keluar. Dia pun dengan santainya bersandar di dinding dekat Asia. Saat Asia memalingkan wajah ke arah dia Alexi lantas mengejutkan gadis itu. "Bu!"
Asia mundur dan nyaris terjatuh. Jika saja Alexi tak segera menarik tangan Asia mungkin saja pantatnya mencium dinginnya lantai. Malah dirinya menabrak tubuh Alexi.
Pria itu terkekeh. "Apa kau mencari ini?" ujar Alexi seraya memperlihatkan kunci rumah. Asia mematung dan berusaha mengambil dengan berjinjit.
"Berikan padaku!"
"Tidak, sebelum kau makan di sini. Ayo aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu." Alexi menarik tangan Asia lalu membawanya ke ruang makan.
"Selamat makan." Kedua pria yang bersama Asia kemudian makan dengan lahap beda dengan Asia yang terus memandang layar ponselnya yang dipenuhi panggilan tak terjawab dari keluarganya.
"Ayo makan Asia," Asia menatap sebentar pada Alexi kemudian berganti pada makanan di atas meja. Mendengus pelan, Asia mulai makan.
"Enak tidak? Semua itu buatanku loh." kata Alexi memuji diri. Gadis itu hanya bergumam tak jelas sambil terus makan nasi omelet.
Ponsel Asia berbunyi mendadak. Melihat nama Abang Kaito, Asia buru-buru mengangkatnya. "Halo, Abang."
"Halo, Asia. Kau ada di mana? Kenapa kau tak pulang?"
"Maaf Abang, aku memiliki masalah dari tadi dan aku berada di--" Perkataan Asia terhenti melihat Alexi. Apa jadinya kalau keluarganya tahu dia berada di rumah Alexi? Pasti mereka akan menanyakan banyak hal padanya jika dia pulang nanti.
"Aku berada di rumah teman."
"Oh baguslah, Abang pikir kau masih ada di kampus. Begini, berita mengatakan akan ada hujan badai nanti jadi tolong menginap dulu di sana ya."
"Hah? Abang tak mau menjemputku?"
"Bukannya tak menjemputmu Abang sudah bilang cuacanya tak baik. Lihat saja dari jendela, angin kencang sekarang." Secepatnya Asia bingkas berdiri dan melihat dari jendela dan apa yang dikatakan oleh Kaito itu benar. Angin berembus kencang.
"Benar, Abang. Baiklah aku akan menginap nanti besok pagi aku pulang." Telepon ditutup oleh Asia lalu dia kembali ke meja makan dengan raut wajah masam.
"Apa kau akan menginap?" tanya Alexi. Mau tak mau Asia mengangguk. Alexi tersenyum lebar sedang Adya makin merasa kesal.
"Baiklah kau tidur di kamar tamu yang kau tempati dari tadi."
"Dan jangan mengganggu kami." lanjut Adya dengan nada tak suka.
"Adya, jangan begitu. Asia itu tamu kita." Teguran Alexi hanya dibalas decakan oleh Adya dan langsung pergi begitu saja dari dapur setelah menyelesaikan makanannya.
*****
Suara petir mengejutkan Asia yang sibuk bermain game. Cuaca semakin lama semakin buruk saja. Semoga cepat reda, pinta Asia dalam hati. Asia lalu menguap dan mematikan lampu tidur.
Dia kemudian berbaring untuk mencoba tidur. Satu menit kemudian, Asia terganggu dengan sesuatu dibalik selimutnya. Sensasi menggelitik membuat Asia semakin yakin. Kedua mata Asia yang awalnya terpejam terbuka lebar dan segera menyibak selimutnya.
Tampaklah Alexi tengah merengkuh tubuh Asia. "Alexi! Apa yang kau lakukan di sini?! Kenapa kau--"
Duarr!!
Pipi Asia memanas saat Alexi makin memeluk tubuhnya dengan erat. Bukan itu saja Alexi meletakkan kepalanya di dada Asia menciptakan rasa gelitik yang aneh. Hampir saja Asia meneriaki Alexi adalah pria mesum tapi dalam gelapnya kamar itu dia bisa melihat tubuh Alexi bergetar hebat.
Sepertinya dia ketakutan.
"Asia, bi-bisakah aku di sini? Aku kehilangan penyumbat telingaku dan ...." Alexi terdiam ketika melihat kilatan cahaya masuk di sela-sela gorden kamar.
Lagi-lagi Alexi memeluknya erat. Mulanya Asia diam, Alexi terlihat bukan seperti dirinya dan sebab hal itu Asia menaruh simpati.
Ditariknya Alexi agar sejajar. Saling menatap, Asia kemudian menutup telinga Alexi dengan kedua telinganya. "Apa sudah merasa baikkan?" tanya Asia pada Alexi.
Pria itu terpaku sekejap kemudian memulas senyuman. Dia lalu mengecup singkat bibir Asia. Asia bahkan tak sempat menolak lantaran ciuman tersebut sangatlah cepat. "Itu sebabnya aku mencintaimu. Selamat malam."
Wajah Asia blushing dan melempar pandangan ke arah lain. Begitu dia menoleh lagi, Alexi sudah tertidur dan tetap memeluk Asia.
"Selamat malam."