Asia kemudian meninggalkan Alexi yang termangu lalu membuang napas berat dan pergi dengan langkah lemas. "Asia!" Gadis itu mendongak menemukan Emi tengah melambaikan tangan ke arahnya.
Dia mempercepat langkahnya menghampiri Emi. "Kau kemarin kenapa tak masuk ke kampus? Apa ada masalah?"
"Sedikit tapi sekarang udah tak lagi kok. Eh kau kesepian nggak saat aku nggak ada?" Emi lalu memasang wajah cemberut.
"Pastinya kamu itu, kan soul mate gimana sih kau ini?!" Asia tergelak.
"Maaf ya kawan."
Di lain tempat Alexi menuju gerbang kampus ingin pergi dari tempat tersebut sampai seorang gadis di dekatnya menjatuhkan beberapa buku di tanah. Tak ada satu pun yang membantu gadis itu sehingga Alexi merendahkan tubuhnya untuk membantu gadis itu.
"Terima kasih." ucap si gadis seraya mendongak dan bertembunglah mata keduanya. Si gadis terpesona akan pria di hadapannya terlebih saat pria itu mengulas senyuman. Semburat merah muncul di pipinya.
"Sama-sama. Lain kali jangan teledor ya." Alexi lalu bangkit berdiri dan menghampiri Adya yang sudah berkali-kali membunyikan klakson mobil.
Si gadis terus memperhatikan punggung Alexi hingga tak terlihat lagi. "Apa ini artinya aku jatuh cinta padanya?" gumam si gadis.
*****
Malam tiba, Alexi memainkan tuts piano secara tak beraturan selagi Adya sibuk melihat beberapa file. "Aduh Tuan kalau mau main piano lakukan dengan bagus jangan seperti itu. Mengganggu tahu!" pernyataan Adya tak digubris malahan permainannya semakin buruk saja.
Jadilah Adya hanya mendengus lalu mencoba berkonsentrasi dengan pekerjaan. "Adya, boleh kau memberikan saran untukku?"
"Saran apa Tuan?"
"Saran bagaimana membuat seorang gadis melirikmu." Adya menoleh pada Alexi sembari menutup dokumen yang sudah dia baca.
"Apa ini tentang gadis itu?" Alexi mengangguk. Wajahnya terlihat sendu.
"Ya ampus Tuan, kenapa kau sangat ingin memiliki gadis gila itu? Sudah biarkan saja dia, lagi pula kalau dia menolak itu berarti dia masih ingin menyelesaikan kuliahnya bukan?"
"Aku tahu itu tapi aku bisa, kan membiayainya saat kami menikah nanti aku pun tak akan mencegahnya jika dia mau menggapai impiannya asal dia harus menjadi istriku. Aku takut dia diambil oleh orang lain." Adya menggelengkan kepalanya pusing dengan Alexi.
"Tuan, Tuan kenapa kau jatuh cinta sekali padanya sampai-sampai kau terus memikirkannya padahal belum tentu dia memikirkanmu ... bagaimana jika membuatnya cemburu?"
"Cemburu?" Kali ini Alexi memandang Adya juga.
"Iya cemburu, Tuan harus memanas-manasi si gadis gila itu dengan cara memberikan perhatian pada gadis lain."
"Apa itu akan efektif? Kalau tidak aku tak akan melakukannya."
"Ya mana aku tahu? Toh aku hanya dengar dari beberapa temanku yang pernah kejar cewek,"
"Trus?"
"Ya apa lagi, dia tak diterimalah."
"Itu berarti tak manjur."
"Tapi apa salahnya kalau dibuat. Mungkin saja jika Tuan yang melakukannya mungkin mujarab."
"Kenapa begitu?"
"Karena Tuan tampan." Alexi mengerjapkan mata kemudian menganggukan kepala perlahan mengerti.
"Lalu siapa yang akan aku dekati untuk membuat Asia cemburu?"
"Itu sih harus Tuan cari sendiri." sahut Adya ketus. Akhirnya Alexi tak bertanya lagi pada Adya dan memilih untuk berpikir dengan otaknya sendiri.
Di kediaman Wynne, Asia menggaruk belakang kepalanya. Bukan karena gatal melainkan dia pusing sekarang. Pusing karena selalu mengingat lamaran Alexi berkali-kali yang selalu dia tolak.
Apa keputusannya benar karena menolak pria itu atau salah? Beberapa hari terakhir ini Asia selalu memikirkan Alexi dan selalu menceritakan Alexi. Dari tadi Emi menegurnya sebab senantiasa menceritakan pria gila yang menyebutnya sebagai calon istri.
Apakah dia sudah mulai ... Buru-buru Asia menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tak mungkin suka padanya. Dia itu bukan tipeku dan dia juga pria gila. Aku tak akan menerimanya!"
"Tak akan terima apa?" Asia mematung beberapa saat dan menoleh ke belakang menemukan Kaito beserta Maria masuk ke dalam kamarnya.
"Abang, Maria, sedang apa di sini?"
"Justru kamilah yang ingin bertanya kenapa kau mengurung diri, Mommy sudah memanggilmu untuk makan malam tapi kau tak datang jadi kami disuruh untuk melihatmu." jawab Kaito seraya mengambil tempat di samping Asia sedang Maria duduk di tepi ranjang tak jauh dari mereka.
"Dari tadi Kakak bicarakan apa sih? Kok sampai tak terima, Kakak sedang bertengkar dengan seseorang."
"Tidak, kakak sedang tak bertengkar. Hanya sedang sibuk dengan pikiran sendiri."
"Oo, ayo turun makan malam tak baik jika makanannya dingin."
"Iya, iya ayo." balas Asia bingkas berdiri. Dia juga menarik Kaito agar berdiri agar makan malam bersama.
******
Keesokan harinya, Alexi termenung sendirian di depan gerbang kampus. Dia sudah punya rencana matang tapi di mana Alexi menemukan seorang gadis untuk dia manfaatkan.
"Tuan, gadis itu belum datang. Apa Tuan mau di sini terus?"
"Iya,"
"Untuk apa?"
"Agar aku membuatnya cemburu, tapi aku tak tahu gadis mana yang bisa aku--"
"Maaf," Alexi dan Adya sama-sama menoleh pada seorang gadis cantik yang berada di samping mereka.
"Kau pria yang kemarin menolongku, kan?" tanya si gadis dengan nada lembut. Namun Alexi memasang tampang bodoh tanda bahwa dia tak mengenal si gadis.
"Buku yang berserakan," Alexi pun mengerti. Dia lalu menjetikan jari.
"Oh kau gadis itu." Si gadis tersenyum dan mengulurkan tangannya.
"Perkenalkan namaku Umeko, senang bertemu denganmu." Mau tak mau Alexi menerima uluran itu.
"Namaku Alexi, senang bertemu denganmu juga." Asia yang baru saja datang melihat keduanya dengan pandangan yang sulit diartikan.