Chapter 19 - Dirawat Alexi

Mata Asia membulat mendengar ucapan Alexi yang terkesan blak-blakkan. Kaki Asia lalu terangkat berniat untuk menginjak kaki pria itu sayangnya Alexi dengan cekatan menghindar membuat kaki Asia menginjak udara saja.

"Sial." umpat Asia secara perlahan. Asia lalu memandang polisi dan berusaha untuk mengatakan apa yang dikatakan oleh Alexi itu tak benar namun suaranya diredam sebab tangan Alexi menutup mulutnya jadi yang bisa didengar hanya gumaman.

"Oh jadi kalian suami istri? Kalau begitu silakan tanda tangan di sini." Alexi segera meraih pulpen dan menandatangani dengan cepat selagi dirinya menahan kesakitan karena Asia menggigit tangan milik Alexi.

"Baiklah, kami permisi dulu." Tanpa aba-aba, dia segera mengangkat Asia. Gadis itu memberontak tapi tenaganya tak bisa menyaingi Alexi yang langsung menggendongnya.

"Turunkan aku, dasar pria halu! Turunkan!" Beberapa polisi hanya bisa menggelengkan kepala kemudian tertawa kecil. Pengantin baru memang seperti itu, begitulah pikiran mereka.

Ketika Alexi tiba di mobilnya, pria itu memasukkan Asia lalu dirinya kemudian menutup pintu dan mobil bergegas pergi secepatnya. "Kau mau membawaku ke mana?"

"Tentu saja untuk membawamu pulang ke rumahmu. Apa kau ingin pulang ke rumahku kalau aku sih terserah kamu saja." Asia mencebik. Gadis itu lalu berpangku dada seraya menyandarkan punggungnya di kursi.

"Lagi pula kau harusnya berterima kasih padaku karena jika bukan aku orang tuamu akan ditelepon dan terjadi masalah besar."

"Tapi masa kamu langsung mengakui kalau kau itu suamiku."

"Itu lebih baik, kan toh aku akan jadi suami masa depanmu, bukan?" Asia lantas bergidik jijik.

"Ish terlalu percaya diri." Mobil berhenti menandakan mereka sudah sampai di kediaman milik Asia.

Asia segera membuka pintu mobil untuk keluar. "Cih lihat dia, entengnya berjalan tanpa mengucapkan terima kasih." ketus Adya.

Alexi lalu keluar mengambil langkah cepat mengejar gadis yang disukainya itu. Begitu Asia membuka pintu pagar, Alexi telah berada di belakang kemudian mengikutinya masuk ke dalam kediaman Wynne.

"Aku pulang."

"Selamat datang," ucap Rani seraya berjalan menghampiri Asia.

"Eh ada Alexi rupanya." Asia terkejut dan melihat ke belakang. Dia terpaku melihat Alexi tersenyum sambil menyapa Ibunya.

"Silakan masuk Alexi."

"Tak apa-apa, aku di sini untuk menjaga Asia. Aku akan pulang."

"Sudahlah jangan sungkan begitu, kau tamu kami." Asia membuang mukanya ke depan lalu mendengus. Dia membuka sepatu untuk masuk ke dalam.

"Oh iya Asia makananmu sudah ada di meja makan. Dimakan ya." Mendadak Asia membeku. Tangannya sedang terluka dan dokter menyarankan agar jangan banyak bergerak.

Alexi melihat Asia dalam diam. Pria itu menangkap kecemasan dan memutuskan untuk duduk disamping Asia lalu melepaskan sepatunya juga.

"Aku baru ingat ada urusan penting yang harus aku lakukan." katanya ketika Asia memandangnya dengan pandangan penuh tanya.

Asia tak peduli, dia segera memasukkan sepatunya di dalam lemari kecil yang letaknya tak jauh darinya lalu pergi dari tempat itu. Begitu masuk, Asia membuka seluruh pakaian yang melekat. Dia mendecak kesal kala melihat kaus kesayangan yang dia pakai itu memiliki noda darah.

Terpaksa, Asia merendam bajunya itu beserta jaket hitam yang dia kenakan dari tadi. Dia mandi selama beberapa menit dan setelahnya mengenakan sehelai handuk untuk menutupi tubuhnya yang basah.

Karena perban basah Asia harus menggantinya. Saat dia duduk dengan kotak P3K di tangan, ketukan pintu terdengar. "Siapa?"

"Alexi," Sontak Asia panik.

"Bu-buat apa kamu?"

"Aku membawakanmu makanan. Ibumu khawatir karena kau tak turun jadi aku membawakan makan malammu."

"Ti-tidak usah, aku bisa sendiri kok."

"Tapi Ibumu khawatir, ayo buka pintunya aku tak akan macam-macam."

"Kalau aku bilang tidak ya tidak! Kenapa keras kepala sekali sih?!"

Blam!

Asia kaget dan cepat menoleh pada Alexi yang berada di depan pintu. Mata Alexi memandang pada penampilan Asia yang cukup membuat napsunya sebagai seorang pria bergejolak. Untuk menutupi hal tersebut, Alexi berdehem lalu masuk ke dalam.

Ditutupnya pintu kamar Asia sementara Asia menunduk malu karena Alexi melihat penampilannya yang cukup terbuka. "Kenapa kau menutup pintu?" tanya Asia mencoba menutupi rasa malunya.

"Supaya tak ada orang yang mengganggu kita dan agar mereka tak tahu kau terluka." Alexi kemudian memandang pada kotak P3K dan gunting yang berada di tangan Asia.

Alexi langsung tahu bahwa Asia akan mengganti perbannya. "Sini aku bantu." Diletakkannya nampan berisi makanan lalu duduk di dekat Asia yang makin malu saja.

"Tidak biar aku saja." Lagi-lagi Asia menolak dan itu membuat Alexi membuang napas kasar.

"Ayolah Asia, kau tahu yang kau lakukan ini tak mudah jadi biar aku menolongmu." Alexi lalu mengambil gunting dari tangan Asia dan menggunting perban yang telah basah.

Asia tak bisa melakukan apa-apa selain melihat tindakan Alexi. Pria itu juga memasang perban baru dan membantunya mengenakan pakaian (kecuali pakaian dalam) sampai rambut Asia ditata rapi oleh CEO Denzel Company tersebut.

"Ayo makan." Asia memasang wajah cemberut karena Alexi menyodorkan sendok berisi makanan padanya layaknya dia anak kecil.

"Kenapa pasang wajah masam? Ayo makan."

"Aku bisa sendiri kok, jangan menganggapku anak kecil." protes Asia tak terima. Alexi tertawa dan menyahut.

"Kau sedang terluka Asia aku hanya membantu kau dalam menjalani rutinitasmu, itu saja. Hitung-hitung kalau jadi suami masa depanmu." Mendengar itu Asia merinding, kenapa pria itu selalu saja sangat percaya diri.