Chereads / Kebelet Nikah : Sekuel Pernikahan Kontrak / Chapter 22 - Ketemu Calon Mertua (2)

Chapter 22 - Ketemu Calon Mertua (2)

Ciuman dilepaskan setelah cukup lama dan mereka menyadari hanya mereka berdua saja yang ada di tempat itu. Untuk ke tiga kalinya, Asia memukul pundak Alexi.

"Ini gara-gara kau. Karena kau bertindak agresif, orang tuamu langsung pergi tanpa mengucapkan apa pun."

"Terserah yang jelas mereka tahu kalau kita saling mencintai dan tak perlu meminta restu lagi pada kedua orang tuaku lagi." Asia menampakkan wajah kesal dan berlalu keluar dari pintu ruangan kerja milik Alexi.

"Adya, mana Ayah dan Ibuku?"

"Mereka sudah pergi Tuan Alexi." jawab Adya lugas. Asia mendengus sedang Alexi memasang wajah datar.

"Tapi Tuan besar ingin Nona Asia untuk ke rumah." Mata mereka membulat dan saling menatap sebelum akhirnya memandang lagi pada Adya.

"Kenapa Ayah ingin Asia ke sana?"

"Untuk berbincang-bincang. Jika di sini kata Tuan Besar nanti Nona Asia tak bisa berbicara karena kelakuan Tuan Alexi."

"Kalau begitu biar aku--"

"Tak perlu repot Tuan Alexi, ada seorang sopir dan mobil yang sudah menunggu Nona Asia." Alexi lalu memandang pada Asia yang termenung.

"Jadi bagaimana? Apa kau mau bertemu dengan Ayah dan Ibuku?" Asia membalas pandangan Alexi dengan tatapan teduh.

"Jika ini permintaan orang tuamu aku tak bisa menolak, aku akan pergi." Alexi mengerjapkan matanya kemudian memamerkan senyum seraya mengacak rambut Asia.

"Hati-hati ya." Asia lalu mengikuti langkah Adya yang memimpin sampai di luar dan masuk ke dalam mobil. Sampai di sana, Asia segera masuk.

Anehnya, Asia bisa melihat beberapa pelayan di tempat itu. Padahal setahu Asia, rumah Alexi itu hanya dihuni dua orang. Alexi dan Adya. "Oh kau sudah datang." Pandangan Asia lalu berpusat pada dua orang yang duduk di ruang tamu.

"Mari masuk." Asia yang segan melangkah pelan dan berhentu tepat di depan Wenda dan Axton. Dia tak sanggup memandang mereka berdua. Takut jika yang dia dapat pandangan tak enak dari mereka.

Yang bisa dilakukan oleh Asia adalah menyunggingkan senyuman pada sepasang suami istri itu. "Asia, kenapa kau menunduk begitu?"

"Mm itu ...."

"Angkatlah. Biar kami melihat wajah gadis yang berhasil membuat Alexi kami bertekuk lutut." Asia membeku. Namun secara pasti dia mengangkat wajahnya dan bertemu mata dengan sepasang mata emerald dan hazel.

Gadis itu lagi-lagi terpukau melihat senyuman ramah dari keduanya dan membuat Asia menandai mereka sebagai orang baik. "Kau cantik sekali, pantas saja Alexi mau menikahimu."

Asia tertawa canggung. Ingin sekali dia mengatakan hal buruk tentang Alexi tetapi bibirnya sulit mengucapkan banyak hal. "Duduklah." Gadis itu patuh. Dia segera duduk dan tak lama setelahnya datanglah seorang pelayan membawa segelas teh untuk Asia.

"Silakan diminum." Tentu saja Asia langsung menyambut ucapan Wenda dengan menyeruput sedikit teh tersebut. Asia sudah diajarkan agar selalu bersikap sopan di depan orang yang lebih tua.

"Kau dari tadi mengatakan umurmu masih 18 tahun. Kau masih kuliah?"

"Iya Nyonya Denzel."

"Ish, jangan panggil aku Nyonya Denzel. Panggil aku Bibi, Ibu juga boleh. Kamu ini, kan calon menantu kami." Hampir saja Asia menyemburkan teh yang berada di mulut. Sekarang dia tahu Alexi belajar dari mana untuk menggoda.

"Apa kau tak apa-apa?" Asia mengangguk seraya menyunggingkan senyum dibuat-buat.

"Kau pilih jurusan apa?" Suara bariton Axton menginterupsi pendengaran Asia. Dia menatap balik pada Axton yang kemudian mengembangkan senyuman pada gadis itu.

Wajah Asia mendadak tersipu malu. Dalam hati dia merutuk kesal kenapa Alexi memiliki Ayah yang tampan dan seribu kali lebih baik dari Alexi? Sumpah, kalau saja Ayah Alexi ini masih lajang dan muda Asia mau kok jadi istrinya.

"Seniman lukisan."

"Lukisan? Berarti suka menggambar?" Asia mengangguk malu-malu. Tanpa sadar lengan baju yang putih mulai basah dan merah karena darah. Hal itu disadari oleh Wenda yang langsung panik.

"Astaga lenganmu kenapa?!" Gadis itu menoleh dan terkejut menemukan bajunya kotor.

"Pelayan, ambilkan obat P3K!" seru Wenda. Dia buru-buru mendekat pada Asia guna membantu gadis itu seperti menggulung baju lengan Asia.

"Biar aku saja Bibi, ini semua ketelodoranku karena tak sadar kalau aku punya luka jahitan."

"Luka jahitan?" beo Wenda dan Axton secara bersamaan.

****

"Oh begitu, apa lukanya masih sakit?" tanya Wenda seraya membantu Asia memperban luka milik gadis itu. Asia menggeleng dengan tatapan datar.

"Ish, aku tak tahu jalan pikiran mereka. Hanya karena seorang lelaki, mereka tega melukaimu. Keterlaluan sekali."

"Tidak apa Bibi, itu sudah terjadi dan yang bisa aku lakukan adalah merawat luka ini hingga sembuh." Kini Wenda dan Asia tidak berada di ruang tamu melainkan di kamar milik Wenda dan Axton.

Baju Asia yang kotor langsung diganti dengan pakaian milik Wenda. "Selain manis, kau juga kuat."

"Ah, aku merasa biasa saja." balas Asia. Secara spontan Asia menggenggam kedua tangan Wenda. Wanita itu lantas termenung memandang jemari Asia bertautan dengan jemarinya.

Sekilas Wenda teringat akan dua tangan kecil bayi yang menggenggam beberapa jemarinya sama seperti yang Asia lakukan sekarang. Air mata tiba-tiba keluar dari mata milik istri Axton itu dan jatuh membasahi tangan Asia yang senantiasa menggenggam tangan Wenda. "Bibi, kenapa Bibi menangis?"

Wenda mengangkat wajahnya memandang pada Asia yang terlihat khawatir. "Asia ... bisakah Bibi memelukmu, sebentar saja." Asia tak banyak bicara.

Dia membiarkan Wenda memeluknya dan membalas ketika mendengar suara isakan Wenda yang semakin keras. 'Jika saja kecelakaan itu tak terjadi, mungkin saja dia akan sebesar ini.' kata Wenda dalam hati.