Wenda akhirnya tenang dan mereka berdua keluar. Di ruang tamu, mereka menemukan Axton gelisah. Apa dia mendengar suara tangisan Wenda? Saat Axton memandang mereka, buru-buru dia bangkit dari tempat duduknya.
"Wenda, kenapa kau menangis? Apa ada masalah?" Pertanyaan yang keluar dari Ayah Alexi itu seakan memberikan tanda pada Asia agar menjauh dari mereka.
"Paman, Bibi, aku ke halaman depan dulu." Wenda membalas dengan mengangguk. Ketika melihat punggung Asia sudah jauh, Wenda berbalik memandang Axton kemudian tersenyum getir.
"Aku memikirkan putri kita. Jika saja kecelakaan itu tak terjadi mungkin saja dia--" Tubuh Wenda bergetar hebat. Sebab itu Axton menarik Wenda ke dalam pelukan, menepuk punggung sang istri agar lebih tenang.
Sedang Asia terus saja berjalan mondar mandir di depan pintu Alexi sambil sesekali melihat dari kejauhan apa yang terjadi pada Wenda dan Axton. Apa yang sebenarnya terjadi?
Sebelum sempat dia sadari sebuah mobil berhenti tepat di depan teras lalu Alexi keluar dari mobil tersebut. Pandangannya tertuju pada Asia. Dia lantas menghampiri wanita yang dia sukai itu dan menangkapnya untuk dipeluk. "K-kau? Kapan kau pulang?"
"Baru saja tapi kau tak memperhatikan. Asia kau kenapa gelisah seperti itu?"
"Ini tentang orang tuamu Asia. Saat kami mengganti perban, Ibumu tiba-tiba saja menangis begitu aku menyentuh tangannya. Sebenarnya ada apa?" Alexi terpaku beberapa saat kemudian membuang napas seraya melepaskan pelukannya.
"Dulu aku punya adik. Seorang adik perempuan. Saat itu aku baru masih lima tahun dan Ibuku hamil lagi. Dia lalu melahirkan seorang anak perempuan. Kami menamakan dia Kyra dan kami sangat bahagia. Namun seperti yang kau tahu semua keluarga memiliki masalah dan masalahnya adalah Kyra."
"Waktu itu Ibuku mengajak Kyra menuju salah satu kegiatan sosial. Mereka menaiki mobil tapi mobil yang mereka tumpangi kecelakaan tunggal. Kyra dan sopir meninggal di tempat sementara Ibuku ... dia koma beberapa hari dan begitu Ibu bangun hal yang pertama yang dia cari adalah bayinya yang berusia enam bulan. Ayah yang terpukul mencoba sekuat tenaga untuk tak menangis di depan Ibu. Dia juga meyakinkan Ibuku agar mengutamakan kesehatannya."
"Berkat itu Ibu bertekad untuk pulih dan dia berhasil melakukannya. Kami pun tak punya pilihan lain jadi setelah Ibu sembuh kami membawanya ke makam Kyra dan mengatakan hal yang menyakitkan. Ibu masuk rumah sakit lagi. Dia menderita depresi dan merasa dirinya yang bersalah karena membawa Kyra ... Lebih parah dari trauma masa lalu yang dia alami. Ayahku mendampingi Ibuku di masa-masa paling sulit itu dengan kasih sayang. Selalu mencoba sebaik mungkin agar Ibuku bisa sembuh. Awalnya aku sama sekali tak mengerti dengan apa yang terjadi ya karena aku masih kecil dan perlahan aku mengerti begitu dewasa."
"Ibuku akhirnya bisa pulih kembali tapi karena hal itu dia trauma memiliki bayi lag i. Dia takut akan melakukan kecerobohan yang sama jadi mereka berdua sepakat untuk tak membahas lagi seorang anak." Asia termenung. Dia ikut merasa sedih dengan kejadian yang menimpa keluarga Denzel.
"Aku turut berduka cinta dan aku minta maaf kau akhirnya menceritakan masalah keluarga yang seharusnya tak aku ketahui." Alexi menoleh, senyuman getir ditampilkan oleh pria itu.
"Tidak apa-apa aku mengerti. Sekarang jangan sedih, aku tak mau Ayah dan Ibu tahu kalau aku menceritakan hal ini bisa-bisa mereka tambah down lagi." Keduanya masuk dan mereka langsung dijamu dengan makanan yang enak.
"Asia duduk di sebelahku ya nanti aku akan menyuapimu." Wenda beserta Axton agak kaget pada awalnya tetapi begitu teringat akan lukanya Asia mereka cepat mengerti.
"Eh jangan sama Alexi mending sama Bibi saja, nanti kalau sudah resmi baru bisa suap-suapan ya." Jika Asia merona maka Alexi membuat ekspresi kesal.
"Ibu Asia itu calon istriku jadi aku harus yang menyuapinya."
"Alexi jangan membangkang perintah Ibumu. Duduk dan makan, Asia biar Ibumu yang urus." Alexi benar-benar kesal namun dia tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti kehendak Ayahnya.
Dia tahu kalau Ayahnya itu jadi bucin Ibunya. Apa yang dikatakan oleh Ibunya akan selalu dituruti. Menjengkelkan! Alexi lalu duduk di hadapan Axton sementara Wenda dan Asia duduk berdampingan.
Kali ini Wenda yang menyuapi Asia. Pemandangan itu sangat membuat Alexi jengah. Dia hanya bisa memakan makanan secara tak berselera. Sebenarnya itu bukan bagian terburuknya. Untuk yang satu ini juga Axton kena imbas bersama Alexi.
"Apa?! kau akan tidur dengan Asia?"
"Iya, jarang-jarang loh kita punya tamu perempuan. Calon menantu kita pula jadi aku ingin lebih mengenalnya lagi. Boleh, kan sayang?"
"Tapi Wenda--"
"Kalau butuh seseorang ajak saja Alexi tidur bersamamu." Alexi dan Axton saling memandang jijik.
"Biar aku dibayar, aku nggak mau tidur dengan Ayah,"
"Siapa juga yang mau tidur sama kamu?!" balas Axton dengan nada kesal.
❤❤❤❤
"Bibi, Bibi serius mau tidur bareng aku?" tanya Asia agak ragu. Apa ini semua karena anak perempuannya yang meninggal?
"Kenapa memangnya tak boleh." Asia menggeleng.
"Dari tadi Paman sepertinya sangat tak suka jika Bibi tidur di sini."
"Sudahlah biarkan saja dia. Memang dia selalu seperti itu, sangat resah ketika Bibi tak ada di sampingnya." sahut Wenda seraya menata tempat tidur. Seketika Asia teringat dengan cerita Alexi dan dia merasa sedih lagi.
Pandangannya kembali terpusat pada Wenda yang terlihat baik-baik saja tapi Asia yakin, wanita yang umurnya jauh lebih tua itu menderita dalam hatinya. Mendadak Asia menggenggam tangan Wenda.
Gadis berusia 18 tahun itu menatap lekat pada Wenda yang terlihat bingung. "Bibi, aku mau kok jadi anak perempuan Bibi. Jadi jangan sungkan ya,"
Wenda tersenyum getir. "Kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu? Bibi sudah menganggap Asia seperti anak sendiri kok." katanya seraya membelai salah satu pipi Asia.