Arissa terbangun saat subuh karena ia merasa sangat perlu ke toilet. Matanya masih terasa berat dan mengantuk karena ia terbangun secara tiba-tiba atas panggilan alam tubuhnya. Perlahan, setelah ia keluar dari kamar mandi, telinganya menangkap bunyi mesin mobil di luar. Untuk sesaat, rasa kantuknya hilang dan ia lalu melihat keluar jendela.
............…
Cristan sudah sampai di depan apartemen dengan wajah kusut sementara pengawal yang bertindak sebagai supirnya tadi segera undur diri bersama teman-temannya ke hotel terdekat yang sudah disiapkan Jade untuk mereka tinggal sementara waktu.
Cristan tinggal sendirian sekarang.
Bayangan erotis antara ayah dan Tante Wanda masih menari-nari di benaknya ketika hujan perlahan turun dari langit. Cristan merasakan darahnya terasa panas menggelegak karena rasa marah yang ditahannya dari tadi. Ia memukul pintu mobilnya keras-keras untuk melampiaskan rasa kesalnya. Ia benci sekali pada ayahnya! Ia juga benci sekali pada Tante Wanda!
Tapi ia sama sekali tidak berdaya. Ketika ibunya meninggal, ia masih seorang mahasiswa pasca sarjana yang sedang berjibaku untuk menyelesaikan riset bioteknologinya untuk membuat ibunya bangga. Cristan juga tahu kalau ibunya tengah mempersiapkan ia untuk menjadi calon ketua klan berikutnya secara perlahan setelah ia lulus nanti dan menjadi salah satu anggota inti Klan Levy.
Lalu, ketika Cristan pertama kali mendengar berita kecelakaan tersebut, ia langsung mencari ayahnya dengan panic sambil ditemani Jade. Ia ingin pergi secepatnya ke rumah sakit dan melihat sendiri jasad ibunya sebagai salah satu anggota keluarga inti. Tapi, ketika ia sampai di rumah utama dengan wajah berantakan karena air mata yang bercucuran, ia melihat ayahnya sedang berciuman mesra dengan Tante Wanda di kamar tidur utama sambil saling melepaskan baju masing-masing dan bercinta dengan hasrat menggelora di atas ranjang pernikahan ayah dan ibunya!
Ayahnya sendiri…
Yang mencemari kasur pernikahan dengan wanita ular tersebut!!
Rasa marah, murka, muak dan benci bercampur menjadi satu saat mata Cristan tak berkedip waktu melihat pemandangan tersebut.
Kaki Cristan melangkah masuk dengan lunglai dan tangannya membuka pintu kamar lebar-lebar sambil berkata lirih pada pasangan mesum tersebut, "Pa… mama…. mama kecelakaan…"
Cristan berharap…
Papanya akan merespon kata-katanya dengan baik.
Cristan berharap papanya akan terkejut saat mendengar berita tersebut.
Cristan berharap papanya akan segera berpakaian dan meninggalkan Tante Wanda lalu pergi dengannya ke rumah sakit. Saat itu juga.
Sayangnya….
Yang keluar dari mulut Leo Levy adalah sebuah tatapan tanpa ekspresi sambil mulutnya mengucapkan sebuah kata., "Oh…"
Sementara reaksi Tante Wanda saat mendengar berita tersebut, ia langsung menutup mulutnya karena syok. Matanya langsung berkaca-kaca sambil mengucap nama ibunya,"Arina…oh, Arinaa.."
Mendengar nama ibunya disebut sembarangan oleh wanita ular tersebut, murka Cristan meledak.
...............….
1 jam kemudian…
Ia tak tahu apa yang terjadi kemudian tapi tiba-tiba ia sudah berada di dalam mobil sementara Jade menyetir di sebelahnya dengan wajah tegang. Sementara di belakang mereka, ada beberapa pengawal elite Klan Levy yang sedang mengawal mereka.
"Jade, a.. apa.. apa yang terjadi padaku?" tanya Cristan bingung dengan tatapan nanar.
"Kendalikan dirimu, Tuan Muda…" balas Jade gugup sambil pandangannya tetap terarah ke depan dan memegang stir kemudi.
"Mau ke mana kita?" tanya Cristan lagi tapi ia terkejut ketika bagian atas tubuhnya terikat kuat oleh rompi khusus untuk pasien sakit jiwa.
"Heh! Apa ini? Apa? LEPASKAN AKU!!" kata Cristan sewot sambil mencoba untuk melepaskan dirinya tapi sia-sia. Rompi khusus tersebut kuat sekali.
"Kita akan ke rumah sakit untuk melihat jasad Nyonya Arina. Tuan Besar Pertama sudah berada di sana…" kata Jade lagi dengan nada pelan.
Tak lama kemudian, mereka sampai di parkiran rumah sakit dan Jade menatap Cristan dengan sangat serius sambil berkata, "Tuan muda, maafkan aku. Tapi aku perlu menceritakan hal ini kepada Anda…"
Lalu, dalam keadaan tubuh bagian atas terikat kencang, Jade menjelaskan apa yang tadi terjadi di dalam kamar tidur utama setelah Tante Wanda menyebut nama Arina. Cristan mengamuk sekuat-kuatnya dan lepas kendali. Dengan beringas, tubuhnya menyerang Tante Wanda dan berhasil menjambak rambut panjangnya di atas tempat tidur lalu menyeret tubuh setengah telanjang Tante Wanda ke arah ruang keluarga, membaringkannya dengan kasar di atas lantai dan meninju wajahnya sekuat tenaga berulang-ulang sampai wajah wanita itu hampir hancur. Jade dan Leo yang melihat kejadian tersebut berusaha untuk menghentikan tindakan gilanya. Tapi bagai binatang buas yang kesurupan, tenaga Cristan kuat sekali. Dalam sekali sentakan, ia bisa melempar mereka berdua sampai terpelanting jauh dengan sebelah tangannya.
Pada akhirnya, Jade tidak punya pilihan lain selain memanggil The Troops untuk menghentikan aksi Cristan dan mengikatnya dengan rompi khusus itu. Itu pun butuh bantuan dari 10 orang pengawal yang memiliki tenaga yang sama kuatnya!
Jade menghela nafas panjang. Ia tiba-tiba tampak menua beberapa tahun. Matanya berkaca-kaca dengan tatapan paling sedih yang pernah dilihat Cristan.
"Maaf jika saya lancang, Tuan Muda. Tapi kita bertumbuh besar bersama. Melihat reaksi Anda seperti tadi, saya merasa takut sekali…"
Hati Cristan trenyuh saat mendengar penjelasan Jade barusan. Ia tahu kalau Jade selalu jujur padanya. Sekarang, Cristan merasa tubuhnya letih sekali. Ia tidak sadar berapa banyak tenaga yang ia habiskan karena efek amukannya tadi.
"Maafkan aku…" balas Cristan tulus. Rasa bersalah yang teramat dalam menyesaki dadanya.
Sementara Jade hanya mengangguk pelan dengan bahu berguncang dan tubuhnya gemetar karena air mata yang terus menerus mengalir di pipinya. Jade menangis!
Bukan karena sedih, tapi karena takut. Ia sama sekali tidak pernah melihat sisi Cristan seperti itu sebelumnya. Ia takut jika terjadi sesuatu yang fatal pada Tante Wanda dan Cristan harus menanggung konsekuensi hukum seumur hidupnya. Biar bagaimanapun, Wanda Sonata adalah kekasih Leo Levy dan Leo bukanlah orang sembarangan! Ia bisa melakukan apapun untuk membalas lawan-lawannya! Selalu seperti itu…
"Lepaskan aku…" perintah Cristan pelan.
"Tapi, Tuan Muda." sanggah Jade ragu-ragu. Ia masih merasa sedikit traumatis dengan adegan yang ia lihat barusan. Bagaimana jika Cristan lepas kendali lagi?
"Kau bisa percaya padaku sekarang…" balas Cristan lirih. Tenaganya sudah habis. Bagaimana ia bisa mengamuk lagi?
"Baiklah.." kata Jade pasrah.
Mereka berempat lalu keluar dari mobil dan para pengawal lalu melepaskan rompi khusus tersebut dari badan Cristan. Perlahan, mereka memasuki rumah sakit dan langsung menuju kamar mayat. Ada Kakek Besar dan Borca Levy di sana. Wajahnya terlihat sama kusut dan berantakan seperti dirinya.
Setelah beberapa saat, Kakek Besar dan Cristan lalu memberikan tanda kepada petugas untuk mengeluarkan jasad Arina dari tempat penyimpanan.
Seluruh tubuhnya dipenuhi bekas luka dan wajahnya hancur sehingga tidak bisa dikenali lagi. Tapi dari baju dan aksesoris yang dikenakannya, Kakek Besar dan Cristan yakin kalau jasad tersebut adalah Arina Levy. Ibunya.
Tangis Kakek Besar langsung pecah saat itu juga dan tubuh besarnya langsung rubuh ke lantai sambil ditopang oleh para pengawal. Sementara Cristan hanya bisa menatap nanar jasad tersebut dengan tatapan tanpa ekspresi. Ia hanya bisa terduduk lemah sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Tidak ada isak tangis sama sekali. Tubuhnya hanya terbungkuk ke depan dengan gontai seperti sebuah boneka rusak.
Hari itu Leo Levy tidak ikut ke rumah sakit.
Juga saat Kakek Besar dan seluruh anggota Senat Klan Levy datang untuk mengantar jenazah Arina Levy ke tanah pemakaman klan di Glorious Hill, batang hidung Leo Levy sama sekali tidak nampak di sana. Sejak hari itu, di hari terakhir Cristan mengantar ibunya ke liang lahat, di hari yang sama, Cristan Levy meninggalkan Rose Mansion.
Sampai kemarin…
Barulah ia pulang kembali…
............….
Cristan melihat ke arah langit yang berwarna hitam kelam dan membiarkan butir-butir hujan yang semakin deras membanjiri tubuhnya sampai basah kuyup. Udara terasa sangat dingin saat itu, tapi Cristan tak peduli. Otaknya masih terasa panas dan ia merasa perlu untuk mendinginkan hatinya yang masih mendidih di dalam tubuhnya.
Cristan memejamkan matanya.
Entah sudah berapa lama, ketika ia merasa kalau tiba-tiba hujan tidak lagi membasahi wajah dan tubuhnya. Ia merasa ada seseorang yang tengah berdiri di sampingnya.
Arissa.
Mata beningnya yang berwarna biru laut itu tengah menatapnya dengan prihatin sambil memayunginya.
"Cristan, kita pulang ya…"