Di hadapan mereka terhampar sebuah permadani raksana berwarna ungu dengan kontur tinggi rendah khas perbukitan utara yang sangat cantik. Sementara langit yang berwarna biru cerah menjadi latar belakang pemandangan yang berpadu sempurna dengan sangat menakjubkan.
Seakan-akan Tuhan sendiri yang melukis bukit ini dengan tanganNya sendiri.
"Cantik bukan?" tanya George bangga saat melihat reaksi Cristan dan Arissa yang masih melongo karena takjub atas apa yang mereka lihat sekarang.
Tanpa membuang waktu lagi, Arissa langsung mengeluarkan kameranya dan mulai memotret sambil mengitari perkebunan lavender tersebut untuk mencari angle terbaik. Cristan sendiri ikut berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan langka tersebut. Lagipula, hanya ada mereka berdua di sana.
Semilir angin sepoi-sepoi bertiup dan menghembuskan semerbak wangi lavender. Arissa mengecek beberapa hasil fotonya dan tersenyum puas dengan hasilnya. Tanpa ia sadari, Cristan yang sedang berada di arah yang berlawanan lalu diam-diam mengambil telepon genggamnya dan memotret Arissa yang sedang sibuk mengamati hasil fotonya. Tubuh Arissa yang mengenakan kemeja putih polos dengan lengan tiga perempat dan celana khaki tampak sangat kontrak dengan warna ungu lavender yang menjadi latar foto di telepon genggamnya, tapi wajah Arissa yang sedang tersenyum manis terlihat sangat cantik di sana. Cristan mengamati hasil fotonya yang diambil secara candid sambil tertawa puas pada dirinya sendiri.
Hehe..ternyata aku berbakat juga ya?
"Eh, koq ketawa sendiri? Kamu ikut ambil foto juga, Cris?"
Sosok Arissa tiba-tiba sudah ada di sebelahnya secara tiba-tiba dan Arissa menjulurkan lehernya untuk melihat hasil foto yang tadi diambil oleh Cristan.
Melihat Arissa sudah berada di sebelahnya tanpa ia sadari, Cristan langsung gelagapan dan langsung memasukkan telepon genggamnya ke saku celana.
"Tidak, aku hanya sedang membalas pesan saja…"balas Cristan berbohong.
"Oh, kupikir kau juga sedang memotret pemandangan tadi…"
Iya, aku sedang memotretmu tadi! Umpat Cristan dalam hati tapi ekspresi wajahnya tetap terlihat datar sambil tersenyum manis.
"Oh iya, kamu bawa bekal roti isi yang aku buat tadi?" tanya Arissa sambil mengusap keringatnya setelah ia berjalan-jalan cukup jauh untuk mengambil foto.
Cristan mengangguk dan menunjukkan tempat bekal yang ia bawa dari tadi.
Arissa lalu mengajak Cristan untuk duduk berteduh di bawah sebuah pohon akasia dan makan roti isi sambil menunjukkan hasil-hasil foto pemandangan Lavender Hill yang tadi baru saja diambilnya. Cristan hanya memperhatikan wajah Arissa sementara suara gadis itu terdengar semakin lama semakin jauh dan kemudian, hanya bibirnya saja yang bergerak-gerak tanpa suara.
Ya Tuhan… kenapa ia cantik sekali?
Raut wajahnya berbentuk hati dengan kulit seputih giok tanpa noda sedikitpun. Matanya berwarna biru laut seperti menghipnotis dirinya setiap saat ia melihat sepasang mata bening tersebut.
Rambutnya yang panjang sebahu dengan aksen layer dan berwarna coklat tua. Lalu bibirnya yang berwarna merah muda dengan sedikit semburat peach. Bagaimana rasanya? Apakah terasa manis menyegarkan seperti buah stroberi?
"Heh, Cristan!!" bentak Arissa galak sambil menepuk pundaknya dengan keras.
"Eh.. eh, apa?? Kenapa?" tanya Cristan kaget ketika bahunya tiba-tiba ditepuk seperti itu.
Lamunan Cristan langsung buyar seketika itu juga.
"Aku kan dari tanya… dari semua foto-foto ini, mana yang anglenya paling bagus menurutmu?"tanya Arissa sambil memberikan kameranya kepada Cristan sementara tangannya sibuk mencomot dan memakan roti isi buatannya sendiri.
Cristan sibuk memperhatikan hasil foto-foto pemandangan Lavender Hill yang ada di dalam kamera Arissa dengan serius. Jojo benar. Arissa memang sangat berbakat sebagai seorang fotografer. Semua hasil fotonya sangat bagus dan diambil dari angle yang tepat. Pemandangan Lavender Hill yang memang sangat cantik itu terfoto dengan sempurna dengan kombinasi warna yang pas dan sangat memikat mata.
"Semuanya bagus koq. Mungkin George aja yang pilih. Gimana? Kan dia klien kamu…." puji Cristan tanpa maksud melebih-lebihkan ucapannya dan mengembalikan kamera tersebut pada Arissa.
Setelahnya, Cristan lalu mencomot satu roti isi dan mengunyahnya perlahan.
"Sebenarnya kenapa sih kamu harus kerja keras mati-matian begini? Bukannya gaji dari kontrak kamu sebagai model di Fashion Blast udah cukup ya?" tanya Cristan penasaran.
"Iya, kalau buat aku aja. Tapi, masalahnya aku perlu kirim dana lebih untuk panti asuhan juga kan?" jawab Arissa santai sambil mengunyah roti isinya.
Cristan tiba-tiba teringat pada panti asuhan tua yang dulu pernah dikunjunginya bersama Jojo.
"Dulu, kalau ibu angkatku tidak menolongku, mungkin aku tidak di sini sekarang…" jawab Arissa lagi sambil tatapannya melihat jauh ke depan. Seakan-akan mengenang masa lalunya.
"Memangnya kamu dulu kenapa, Sa?" tanya Cristan lagi. Ia benar-benar ingin tahu cerita masa lalu Arissa sehingga lebih mudah untuknya memahami karakter gadis tersebut.
"Ehm, aku ga tahu kalau Jojo pernah cerita masalah ini ke kamu atau ngga tapi aku memang sangat menyukai hal-hal sederhana yang menurut orang normal kebanyakan adalah hal-hal biasa seperti sinar bulan, sinar matahari pagi, sinar lampu dan lainnya. Aku sangat suka warna dan cahaya, Cristan. Bagiku, mereka mewakili kehidupan itu sendiri. Bisa melihat mereka dan merasakan hangat atau dingin, sudah merupakan pengalaman yang luar biasa bagiku."
Kedua alis mata Cristan terangkat ke atas. Ia baru tahu cerita ini dari mulut Arissa sekarang. Ya, Arissa benar. Baginya, matahari, bulan atau apapun itu bukanlah barang baru baginya. Ia melihat mereka setiap hari jadi menurutnya semua itu merupakan hal biasa, tapi tidak untuk Arissa.
"Kenapa?" tanya Cristan bingung pada Arissa.
"Karena dulu aku disekap dan tidak pernah melihat sinar matahari selama 17 tahun…" balas Arissa lirih. Matanya tampak sayu saat mengucapkan kalimat tersebut.
DEG!
Jantung Cristan serasa berhenti berdetak sekejab saat mendengar kalimat tersebut.
Disekap selama 17 tahun?
Tidak pernah melihat sinar matahari selama itu?
Gila!! Monster apa yang melakukan hal tersebut pada gadis cantik ini?
"Tapi aku dan Jacob merasa sangat beruntung sekarang…"
Kening Cristan langsung berkerut bingung saat mendengar kalimat tersebut, "Jacob?"
"Ya, anak tunggalku…." balas Arissa santai sambil menatap Cristan serius. Tidak ada kebohongan di sana. Arissa hanya bicara jujur apa adanya.
Cristan membuka mulutnya untuk mengajukan rentetan pertanyaan berikutnya, tapi sebelum sempat, sebuah pertanyaan tiba-tiba meluncur keluar dari mulut Arissa.
"Jadi kenapa kau pergi dari rumah, Cristan?"
Cristan langsung mati kutu.