Chereads / The Roommate 1 / Chapter 46 - 46 LAVENDER HILL

Chapter 46 - 46 LAVENDER HILL

Arissa mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali sambil berusaha duduk dibantu oleh Cristan di sampingnya. Tangan kanannya terasa kebas karena posisi tidurnya yang sama semalaman, tanpa bergerak sedikitpun.

Ia lalu mengusap-ngusap wajahnya dengan kening berkerut. Hari itu kebetulan dirinya libur dari kantor tapi Arissa merasa ada sesuatu yang penting yang harus dikerjakannya dengan segera hari itu. Apa ya? Pikir Arissa sambil berusaha keras mengingat apa yang dilupakannya.

Sampai kemudian, tiba-tiba ia bangkit dari sofa mendadak dengan wajah seperti baru saja tersambar petir di siang bolong!

Astaga!

Ia ingat sekarang!

Lavender Hill.

Ia ada janji membantu George untuk memotret perkebunan bunga lavender mereka hari ini!

Astaga! Astaga! Astaga!

Arissa cepat-cepat melihat jam dinding. Pukul 10.00. Ya ampunnnn… ia sudah terlambat 1 jam dari waktu perjanjian! Cepat-cepat ia lalu mengambil handuk dan segera berlari secepat kilat menuju kamar mandi.

Cristan yang dari tadi melihat gerakan Arissa yang super cepat hanya bisa terlongo bingung.

Mereka….. baru saja bangun kan?

Dalam bayangannya, Cristan membayangkan untuk bersantai saja di apartemen berdua dengan Arissa sambil sarapan atau membuat makan siang bersama. Sorenya, mereka bisa menonton TV sambil mengobrol. Tapi, melihat gerakan Arissa yang sangat gesit tadi, sepertinya ia punya acara lain hari ini.

Cristan menghela nafas panjang. Duh! Ia masih ingat wangi tubuh dan rambut gadis itu. Wangi musk. Bahkan masih tersisa di piyama yang ia kenakan sekarang.

Mungkin sebaiknya ia membuat sarapan dulu sekarang. Dengan langkah malas, ia lalu menyeduh 2 gelas sereal instan untuk dirinya dan Arissa.

Arissa yang baru saja selesai mandi dan berganti baju, segera menyambar telepon genggamnya dan menelepon George dengan kalut. Jantungnya berdebar tak keruan karena panic sementara wajahnya diliputi perasaan bersalah.

Setelah beberapa saat, George akhirnya mengankat telepon Arissa dan berbincang sebentar untuk mengatur jadwal pemotretan perkebunan lavendernya hari itu. Akhirnya sebuah kesepakatan dibuat, George setuju jika Arissa mengunjungi perkebunannya sekitar jam 14.00 dimana sinar matahari tidak terlalu terik dan hasil pemotretan akan jauh lebih baik karena noise* juga tidak akan terlalu banyak mengganggu. Lagipula, pada pukul 14.00, perkebunan lavender sudah ditutup untuk umum sehingga tidak ada pengunjung dan Arissa bisa melakukan pemotretannya dengan lebih leluasa.

Selesai menelepon, Arissa langsung menghembuskan nafas lega sebelum sebuah gelas berisi sereal hangat diberikan kepadanya oleh Cristan.

"Minumlah…."kata Cristan dengan lembut.

Arissa lalu menyambut uluran gelas itu dengan tangannya sambil tersipu malu.

"Terima kasih…"

Mereka berdua lalu terduduk kembali di sofa sambil meminum serealnya masing-masing.

"Jadi, apa kegiatanmu hari ini?" tanya Cristan ingin tahu.

"Oh, aku lupa kalau aku ada janji untuk memotret perkebunan lavender milik keluarga Santana pagi ini. Mereka akan membuat brosur terbaru untuk katalog pariwisata serta membutuhkan hasil fotoku untuk diunggah ke website resmi mereka…" terang Arissa jujur pada Cristan.

Sementara Cristan hanya duduk diam ambil mendengarkan semua penjelasan Arissa. Lalu, setelah beberapa lama, Cristan bangkit berdiri.

"Baiklah, mau kuantar ke sana?"

Mata Arissa berbinar-binar gembira saat mendengar tawaran Cristan. Perkebunan lavender milik keluarga Santana terletak 1 jam perjalanan dari kota Mori. Dengan kecepatan mobil sport Cristan, mereka bisa sampai setengah jam lebih cepat. Lagipula, Arissa bisa menghemat uang taksi untuk menuju ke sana.

"Benarkah? Kau tidak apa-apa jika aku menumpang mobilmu?"

"Iya, aku juga tidak ada kerjaan hari ini. Lagipula, aku kan manajermu. Aku harus selalu siap sedia di sebelahmu bukan?"

Bibir Cristan melengkung ke atas sambil mengucapkan kalimat tersebut. Gurat kesedihan yang Arissa lihat kemarin malam sudah hilang sepenuhnya. Wajah itu sekarang tampak lebih menarik dan tampan dengan senyumnya yang tulus dan ramah.

"Baiklah, sementara kau bersiap-siap, aku akan menyiapkan snack untuk kita di sana. Hitung-hitung piknik sambil dibayar.."

Cristan mengangguk sebelum sosoknya menghilang cepat di balik kamar mandi. Sementara Arissa dengan gesit lalu menyiapkan beberapa roti isi untuk bekal mereka di sepanjang perjalanan.

.................................….

20 menit kemudian, sebuah mobil sport putih sudah meluncur di jalanan yang berkelak kelok menuju ke arah sebuah bukit di sebelah utara Kota Mori. Cuaca hari itu bagus sekali. Matahari bersinar tapi tidak terlalu terik sementara langit biru membentang luas di atas sana. Di sepanjang perjalanan, sejauh mata memandang, Arissa dan Cristan menikmati lautan pepohonan yang luas membentang hijau di kiri kanan jalan.

Dengan antusias, Arissa mengambil beberapa foto pemandangan sebisanya. Lalu setelahnya, ia menyimpan kameranya dan menikmati hembusan semilir angin di sepanjang jalan. Ia menghirup nafas dalam-dalam dan mencoba untuk mengisi paru-parunya dengan oksigen sebanyak mungkin.

Melihat wajah Arissa yang begitu menikmati pemandangan sekitarnya, Cristan tersenyum bahagia. Sekilas, ia teringat kembali pada peristiwa kemarin malam dimana tanpa sadar mereka berdua tidur berpelukan sampai pagi. Begitu dekat dan intim. Seketika, wajahnya terasa panas.

Astaga, Cristan! Fokus! Kau sedang menyetir sekarang! Gerutunya pada diri sendiri.

Tak lama kemudian, mereka pun sampai.

.......................

Keluarga Santana sudah dikenal luas sebagai salah satu keluarga yang mengelola perkebunan lavender warisan milik nenek moyang mereka sebelumnya secara turun temurun. Perkebunan ini cukup luas dengan hasil panen bunga lavendernya yang berlimpah dan digunakan sebagai pembuatan bahan baku parfum ataupun produk-produk kecantikan lainnya. Selain itu, bunga lavender juga dikenal ampuh untuk mengusir nyamuk.

Ada beberapa perkebunan lavender di dunia seperti di New South Wales, Italia, dan bagian selatan di Inggris tapi tidak ada yang mengalahkan hasil panen bunga lavender yang dihasilkan oleh keluarga Santana di Kota Fiersa. Sistem penyulingan mereka masih manual dengan menggunakan tenaga manusia yang dijaga selama ratusan tahun sehingga mampu menghasilkan minyak essensial paling murni dari bunga lavender. Selain itu, kontur perbukitan yang membentang luas saat bunga-bunga lavender juga sangatlah cantik sehingga seringkali area ini dijadikan sebagai lokasi syuting film atau pemotretan model majalah dan prewedding pasangan yang akan menikah.

Sesampainya di sana, George Santana sudah menunggu mereka dengan wajah berseri-seri. George sendiri merupakan generasi penerus perkebunan ke 6 dan saat ini sedang mempelajari seluk beluk seputar bisnis keluarganya secara lebih mendalam lagi.

Begitu melihat kedatangan Arissa, ia langsung membentangkan tangannya lebar-lebar dan memeluk Arissa sebagai tanda persahabatan. George sendiri mengetahui tentang Arissa dari Jojo yang seringkali menggunakan lokasi perkebunannya sebagai lokasi pemotretan dari para foto modelnya.

Arissa balas memeluk George dan memperkenalkan Cristan yang datang bersamanya.

Setelah itu, George mengajak mereka berdua untuk masuk ke dalam rumahnya untuk membicarakan lebih lanjut seputar konsep desain dan bagaimana image baru yang ingin ditampilkan untuk promosi pariwisata perkebunan lavender mereka ke depannya. Sebagai seseorang yang datang dari latar belakang dunia desain visual, Arissa tidak memiliki kesulitan untuk berkomunikasi dan memahami garis besar pembicaraan mereka bertiga. Sementara Cristan hanya sekali-kali saja menimpali obrolan George dan Arissa terutama jika hal itu berkaitan dengan masalah-masalah teknis.

Sebagai perwakilan dari generasi baru, George berencana untuk menjadikan pariwisata sebagai sumber pemasukan kedua untuk bisnis keluarga mereka, karena itu, diperlukan sebuah brand image yang kuat sehingga dapat menarik turis sebanyak mungkin sambil mereka juga bisa menjual suvernir sebagai oleh-oleh khas dari Lavender Hill. Arissa hanya manggut-manggut saja sambil mencatat beberapa keterangan penting yang disampaikan oleh George kepadanya.

Lalu, perlahan waktu mulai menunjukkan pukul 14.00. Ini waktunya Arissa bergerak dan mulai bekerja untuk mengambil foto-foto yang diperlukan.

Tanpa banyak bicara, Cristan lalu ikut melangkah keluar pintu bersama Arissa dan George.

Begitu George membuka pintu dan mereka berdua sampai di bagian belakang rumah, mata mereka berdua terbelalak lebar sambil menahan nafas.