Cristan mengamati Arissa yang saat itu sedang menjelma menjadi "Snow" dengan hati-hati. Mereka berdua saat ini sedang berada di cafeteria dan sosok Snow yang sangat menonjol dengan rambut platinumnya, sukses menjadi bahan tontonan bagi para pengunjung café pagi itu. Apalagi ditambah dengan warna mata biru cerahnya. Ia terlihat sangat cantik dan mempesona walaupun tanpa mengenakan riasan apapun.
Arissa sendiri merasa sangat jengah tapi ia merasa tak punya pilihan lain. Perutnya sudah bergemuruh dari tadi dan tanpa memperhatikan tatapan Cristan kepadanya, ia lalu memakan sarapannya dengan sangat lahap.
"Apakah ini warna mata aslimu?" tanya Cristan lembut kepadanya.
Arissa hanya mengangguk pelan dengan mulut penuh makanan.
"Warna matamu sangat cantik, Risa. Kenapa kau harus menutupinya?" tanya Cristan penasaran.
Arissa langsung tersedak saat mendengar pertanyaan tersebut dan Cristan langsung buru-buru memberikannya minuman supaya Arissa bisa segera menelan makanannya.
"Aku tidak mau membicarakan masalah itu sekarang…" balas Arissa ketus. Tapi air mukanya langsung berubah suram dan keruh dalam sekejab.
Melihat hal tersebut, Cristan langsung mengangkat kedua tangannya sambil berkata, "Ok!"
"Kau sendiri? Kenapa mau membantuku?" tanya Arissa langsung kepada Cristan.
Pertanyaan ini sudah menghantui pikiran Arissa dari kemarin malam dan ia sedang mencari saat yang tepat untuk menanyakannya langsung pada Cristan. Sekarang adalah waktunya.
"Karena aku memiliki alasanku sendiri." balas Cristan sambil tersenyum nakal.
"Aku akan memberitahukanmu alasannya, setelah kau memberitahuku kenapa kau menyembunyikan warna mata aslimu…hehe.." kata Cristan lagi sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Lalu bagaimana dengan kuliahmu?" tanya Arissa lagi.
"Aku sedang cuti kuliah untuk 2 tahun ini." balas Cristan santai sambil melipat kedua tangannya di dada. "Jadi aku banyak memiliki waktu luang sekarang…"
Cih! Dasar anak orang kaya! Umpat Arissa sebal dalam hati.
Dari hari pertama mereka berdua pindah, Arissa merasa kalau Cristan bukanlah pemuda normal seperti yang lainnya. Walaupun ia seringkali berpakaian sekenanya dan sikapnya sangat santai, tapi dari cara makan dan tingkah lakunya saat berhadapan dengan orang asing sangat elegan dan berkelas. Ia juga pandai menempatkan dirinya dan mudah beradaptasi dimanapun ia berada. Lalu, dengan kehadiran mobil sportnya yang tiba-tiba pagi ini, Arissa menduga kalau level finansial pemuda ini bukanlah di kelas "kaya biasa". Tapi lebih. Sekaya apa? Arissa sama sekali tak tahu.
"Nah.. kau sudah mau selesai kan? Kita sekarang harus bersiap-siap. Pemotretan pertamamu akan dimulai 3 jam dari sekarang.." kata Cristan sambil melihat jadwal Arissa di telepon genggamnya.
Arissa mengangguk dan bangkit berdiri dari kursinya. Tak lama kemudian, mereka berdua pun keluar dari cafeteria.
...........
Linfey berkali-kali menelepon sebuah nomor tapi berkali – kali pula, operator menyatakan kalau nomor tersebut sudah tak aktif lagi.
Sial! Sial! Sial! Sial!
Kemana dia?
Saat itu ia sudah sampai di apartemennya setelah puas bercinta dengan Robert sebelumnya. Manajernya sekarang ini sedang bersusah payah untuk mencarikan asisten baru untuk Linfey tapi hasilnya nol besar. Reputasinya sebagai seorang artis besar yang egois dan seenaknya sendiri sudah terkenal dan tersebar luas sehingga banyak gadis yang memilih untuk undur diri duluan sebelum mereka mencoba magang menjadi asisten pribadinya.
Monica adalah satu-satunya yang berhasil bertahan menghadapi semua tingkah lakunya yang menyebalkan selama 3 tahun sementara semua mantan asistennya yang lain sama sekali tidak ada yang betah bekerja dengannya selama 1 tahun!
Tapi masalahnya sekarang Monica sudah lenyap. Tak ada seorangpun yang mengetahui keberadaannya sejak kemarin. Rumahnya juga sudah kosong. Tidak ada penampakan kalau keluarga Monica pernah tinggal di rumah bobrok tersebut sebelumnya.
Parahnya lagi, Monica juga memegang semua rahasia kotor yang pernah dilakukannya atas perintah Linfey belakangan ini. Lalu, kalau sampai suatu hari nanti, gadis tengik itu berani bicara sesuatu. Apapun itu, Linfey sendiri yang akan berurusan dengannya. Ia tidak akan membiarkan tangga kesuksesannya yang sudah disusunnya susah payah selama ini, jatuh berantakan dalam waktu singkat. Takkan pernah.
Linfey menggeram marah. Sedetik berikutnya, ia langsung melempar telepon genggamnya sekuat tenaga dan telepon itu langsung hancur berkeping-keping.
............….
Sambil menunggui "Snow" yang sedang menjalani proses pemotretan, Cristan menutup matanya dan merangkai ulang image Robert di dalam otaknya. Jadi, itu Robert Ferra, tangan kanan Wanda Sonata yang saat ini sedang berusaha keras untuk menjadi salah satu anggota Klan Levy. Sayangnya, otoritas kepemimpinan Klan Levy saat ini masih dipegang oleh Kakek Besar semenjak ibunya meninggal 2 tahun yang lalu dan semua orang tahu kalau Kakek Besar sama sekali tidak menyukai kehadiran wanita ular itu sejak pertama kali ia melihatnya. Cristan pun sama. Satu-satunya alasan kenapa Kakek Besar dan Cristan mau menerima kehadiran Wanda adalah karena wanita itu merupakan sahabat dekat ibunya, Arina Levy. Tapi siapa yang menyangka kalau ternyata ibunya malah meninggal dan Wanda berhasil menggantikan posisi ibunya di hati ayahnya?
Untungnya, masih ada Kakek Besar. Saat ini, Cristan memang belum mengambil tongkat kepemimpinan dari Kakeknya karena ia harus mengikuti sejumlah protocol dan aturan dasar klan yang harus ia penuhi. Tanpa itu, walaupun ia memiliki dukungan penuh dari Kakek Besar, Senat tidak akan pernah berpihak padanya.
Ok, tidak apa-apa. Sementara ini rencana pertamanya sudah berhasil. Saat ini ia sudah berada di dalam Fashion Blast dan sambil mengamati keadaan, Cristan bisa menyusun rencana berikutnya untuk menghancurkan Fashion Blast dan Wanda Sonata dalam sekali tebas!
Tak lama kemudian, suara telepon genggamnya berbunyi dan membuyarkan lamunannya.
Ketika Cristan mengangkat telepon, sebuah suara menggelegar yang sangat akrab langsung menyapanya.
"APA KABARMU, NAK???? KEMANA SAJA SEKARANG? KENAPA JARANG SEKALI PULANG??"
Cristan cepat-cepat menyingkir dan mencari sebuah tempat sepi untuk menjawab telepon.
"Kakek??"
"IYA!!! INI AKU!!! MEMANGNYA SIAPA LAGI??"
Suara kakeknya yang begitu keras membuat telinganya mendenging dan terpaksa Cristan harus menjauhkan teleponnya untuk sesaat.
"Ok, aku pulang. Aku akan pulang minggu ini. Maaf, belakangan ini aku agak sibuk di kampus jadi…"
"AKU TIDAK MAU DENGAR ALASAN APA-APA LAGI!!! POKOKNYA MINGGU DEPAN KAU HARUS PULANG KE RUMAH. TITIK!!!"
Ya ampunnnnn.. orangtua ini masih saja belum berubah ya? Pikir Cristan sambil memijit keningnya. Hufttt.. baiklah, tapi tidak seperti biasanya kakeknya seperti ini. Pasti ada sebuah alasan khusus yang menyebabkan kakeknya bersikeras untuk menyuruhnya pulang.