39 ARINA LEVY
Mata gadis itu memandang takjub pada seorang wanita cantik yang sedang berpidato di atas podium dengan suara yang jelas dan lantang. Isi pidatonya sederhana, singkat dan padat tapi sangat mengena di hati serta mampu membakar semangat dan memotivasi semua mahasiswa baru di Universitas Solacio. Hari itu adalah hari pertama Arissa menginjakkan kakinya di kampus setelah ia mendapat pengumuman resmi kalau ia memperoleh beasiswa penuh dari negara untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi karena namanya tercatat di peringkat ke 1 dari 10 Peringkat Nasional Terbaik. Setelah menimbang beberapa saat, akhirnya Arina memutuskan untuk masuk jurusan Desain Komunikasi Visual dalam Fakultas Seni Rupa dan Desain di Universitas Solacio.
Di hari pertama tersebut, rektor Universitas Solacio memberikan pidato pembukaan untuk menyambut seluruh mahasiswa baru dan memotivasi mereka untuk belajar dengan sungguh –sungguh serta bekerja keras demi mencapai hasil terbaik. Setelahnya, mereka memperkenalkan seorang tamu kehormatan untuk memberikan pidato singkat kepada para mahasiswa.
" Jangan pernah takut untuk menatap masa depan," kata wanita itu dengan lugas sambil tersenyum.
"Jangan pernah berhenti bermimpi dan tetaplah terus melangkah dengan berani. Jangan pernah menganggap kalau dirimu adalah yang terbaik tapi teruslah merunduk dan rendah hati seperti tanaman padi yang dengan bulirnya ia mampu memberikan kehidupan dan mengenyahkan rasa lapar bagi umat manusia. Tetaplah berjuang karena Tuhan selalu memandang dan memberkati mereka yang tak pernah berhenti untuk berusaha dan bekerja keras…."
Kata-kata tersebut seperti sebuah nyala obor yang mampu membakar bara di hati Arissa yang paling dalam. Kadang-kadang, ia masih teringat dengan masa lalunya dan merasa minder ketika ia menjejakkan kakinya di tempat yang sama dengan orang-orang yang memiliki status lebih tinggi dari dirinya sendiri. Tapi, hari itu, Arissa merasa kalau ia memiliki sebuah peluang dan kesempatan yang sama dengan orang lain. Terlepas dari apapun status dan latar belakang mereka, garis akhir yang mereka hadapi tetaplah sama.
Sampai akhirnya, Arissa tahu siapa wanita tersebut.
Arina Levy, pemilik jaringan perusahaan konglomerasi Levy Corp yang membawahi berbagai macam usaha di bidang retail, property, pertambangan, pariwisata dan banyak lagi. Total aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut diperkirakan memiliki nilai yang setara dengan total kekayaan beberapa negara kecil jika digabungkan. Walaupun begitu, sikapnya sangat bersahaja dan membumi. Selesai ia memberikan pidato, ia langsung berbaur dengan kerumunan para mahasiswa baru dan menyalami beberapa orang mahasiswa sebelum kemudian ia harus pergi melakukan kegiatan berikutnya dikarenakan jadwalnya yang sangat padat hari itu.
Sejak hari itu, Arissa bertekad untuk menjadikan Arina sebagai role modelnya dan mencari tahu lebih banyak tentang kehidupan pribadi Arina.
Arina Levy dikenal juga sebagai seorang filantropis serta memiliki sebuah yayasan khusus yang berfokus untuk mendanai pendidikan bagi anak-anak di negara-negara Dunia Ketiga dan saat ini sedang melakukan riset mendalam untuk menemukan pengobatan yang tepat bagi penderita kanker kronis tanpa harus melakukan proses kemoterapi yang menyakitkan.
Sampai kemudian, Arissa mendengar berita mengejutkan tersebut. Arina Levy meninggal secara tragis akibat sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi 2 tahun yang lalu! Ia masih ingat betapa batinnya terguncang hebat saat melihat berita tersebut di TV dan berapa banyak orang yang berduka serta bersimpati atas kematiannya yang sangat mendadak tersebut. Jutaan orang mengenang Arina Levy yang atas semua tindakan kemanusiaannya berhasil memberikan dampak positif bagi banyak negara di dunia, terutama negara-negara di Dunia Ketiga.*
Kini, matanya masih menangkap semangat yang sama dari sorot mata wanita idolanya dalam foto tersebut.
"Itu ibuku..."
Sebuah suara mengejutkan Arissa dari arah belakang dan membuat Arissa segera menoleh ke arah asal suara tersebut.
Cristan tengah bersandar sambil berjalan menuju ke arah foto. Wajahnya menunjukkan ekspresi rumit dan emosinya tak terbaca. Setelah mengamati foto itu sesaat, Cristan lalu memandang Arissa yang sedang terdiam di sampingnya dengan kening berkerut.
"Kau mengenal ibuku?"
Arissa menggeleng pelan sambil menjelaskan, " Aku hanya pernah melihatnya berpidato singkat saat hari pertamaku sebagai mahasiswa baru di Universitas Solacio. Sejak hari itu, aku berusaha untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang dirinya…"
"Tunggu, kau anak tunggal dari Arina Levy?"
Arissa baru saja selesai memproses kata-kata Cristan yang baru saja didengarnya tadi. Cristan hanya mengiyakan dengan anggukan ringan dengan sikap santai seperti biasa.
Mata Arissa kembali berkedip beberapa kali dengan cepat. Tidak! Ini pasti salah! Pria di sampingnya ini adalah…teman sekamarnya. Tidak mungkin sebuah kebetulan bisa terjadi sehebat ini!
Pria di sampingnya … kalau tidak salah ingat adalah Cristan Lewis bukan?
Tidak mungkin kalau nama sebenarnya adalah… Cristan…. Levy??
"Jadi namamu adalah Cristan.. Levy? Bukan Cristan Lewis?" tanya Arissa ragu-ragu dengan jantung berdebar kencang. Ia sangat berharap kalau dugaannya salah dan Cristan bukanlah anak kandung dari wanita idolanya.
"Benar, nama asliku Cristan Levy. Lewis adalah nama samaranku selama ini. Kenapa?" tanya Cristan tanpa merasa bersalah saat membongkar identitas aslinya.
Deg!! Jantung Arissa serasa berhenti berdetak.
Matanya melotot selebar-lebarnya dengan tatapan tak percaya dan tangannya langsung menutup mulutnya yang terbuka secara otomatis.
Teman sekamarnya selama ini adalah anak kandung dari Arina Levy dan calon pewaris tunggal dari seluruh perusahaan konglomerasi Levy Corp???
Astaga! Astaga! Astaga!
Ia langsung membalikkan badannya dengan salah tingkah. Bagaimana ini?
Harusnya ia lebih peka sebelumnya. Ketika mobil Maybach mereka mulai memasuki Rose Mansion, harusnya Arissa tahu kalau Cristan bukanlah tamu biasa yang ia sangka semula.
Masalahnya, dalam kehidupan sehari-hari mereka di dalam apartemen, Cristan sama sekali tidak menunjukkan gelagat kalau ia berasal dari golongan "crazy rich". Malah ia terlihat seorang mahasiswa gembel dengan gaya berpakaian nyeleneh tapi berwajah menarik sehingga mampu menarik perhatian para gadis di sekitarnya dengan sangat mudah. Kecuali Arissa.
Arissa saat ini merasa sangat gugup dan bingung setengah mati. Ia sama sekali tidak punya pengalaman untuk bergaul dengan golongan dari kalangan "the haves" seperti Cristan sekarang. Rasa mindernya mulai kembali muncul ketika sebuah suara kembali menyapanya dari arah belakang.
"Jadi, maukah kau perkenalkan tamumu pada kakek tua ini, Cristan?"
Arissa membalikkan badannya lagi dan langsung melihat sesosok kakek tua bertubuh pendek dengan wajah jenaka yang sedang tersenyum ramah kepadanya. Walaupun begitu, ia terlihat sangat berwibawa. Dalam sekali pandang, Arissa langsung tahu, kalau ia sedang menghadapi sang tuan rumah yang sebenarnya di Rose Mansion.
"Kakek, kenalkan, ini temanku, Arissa…"
Dengan sopan, Arissa menyapa Kakek Besar sambil setengah membungkuk dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan sambil tersenyum, " Arissa Nova."
Wajah Kakek Besar sempat terpana saat melihat penampilan Arissa saat itu. Terutama saa melihat kedua matanya yang berwarna biru laut. Di bawah cahaya lampu Kristal, penampilan Arissa terlihat sangat sempurna dan anggun bak seorang dewi.
Kakek Besar hanya balik menatap Cristan sedang berdiri di sampingnya sambil mendecakkan lidah dan menatap cucunya dengan penuh makna.
"Kau pintar memilih…" katanya pelan sambil berbisik dan mengedipkan sebelah matanya. Cristan hanya tertawa ringan saat mendengar komentar kakeknya.
Tak lama, Chara masuk ke dalam ruangan dan setelah memberi salam dengan hormat, ia menyampaikan pesan agar Kakek Besar, Cristan, dan Arissa sebaiknya cepat bergegas ke aula karena pesta sudah mau dimulai dan para tamu sudah berdatangan.
........................….
Musik jazz mengalun lembut sementara penyanyi melantunkan lagu dengan suaranya yang merdu dan membuat suasana pesta terasa meriah tanpa kesan berlebihan. Arissa dan Jojo tak henti-hentinya mengagumi penataan ruangan yang didesain dengan sangat cantik dengan hiasan 10 lampu gantung berhias kristal berukuran besar di langit-langit aula. Semua hidangan yang disajikan juga merupakan makanan dan minuman pilihan yang sangat berkelas dan jarang ditemukan dalam pesta –pesta resepsi biasa. Belum lagi pemandangan spektakuler yang ditawarkan oleh pemandangan lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di bawah sana sehingga membuat suasana pesta semakin terasa ekslusif.
"Gila, Sa! Semua tamu yang ada di sini rata-rata berasal dari para pengusaha, pejabat kota kelas atas, dan para selebriti terkenal yang biasanya cuma aku lihat di majalah dan TV…" bisik Jojo gugup kepada Arissa yang sedang berdiri di sebelahnya. Arissa hanya mengangguk mengiyakan tanpa banyak bicara sambil sesekali menyesap segelas champagne yang dipegangnya dari tadi. Jojo dan Arissa langsung merasa bagaikan sepasang ikan teri di tengah kelompok ikan paus pembunuh. Sementara Cristan dan Kakek Besar berbaur santai dengan para tamu yang menghadiri acara pesta ulang tahunnya.
Sampai kemudian, tiba-tiba Jojo melihat sosok seorang pria paruh baya yang berpakaian unik dengan gaya yang sangat stylish. Jojo merasa kalau jantungnya hampir melompat keluar ketika ia mengenali sosok tersebut. Denise McKenzie, pemilik dan desainer utama dari Butik Summerville yang melegenda tersebut! Biasanya beliau jarang sekali keluar untuk acara-acara pesta seperti ini karena Denise dikenal sebagai seseorang yang tidak suka berada di keramaian. Jadi, kalau sampai ia muncul dalam acara pesta malam ini, bisa dibilang kalau peristiwa ini adalah kejadian satu dibanding 10 juta kemungkinan. Sangat… sangat langka!
"Eh, Sa! Aku ke sana dulu sebentar ya? Nanti kita ketemu lagi di sini. Byeeee…." pamit Jojo singkat setengah berlari untuk mengejar desainer idolanya sebelum sosok beliau menghilang di tengah keramaian.
Hanya Arissa yang terlongo bingung sambil mengerjapkan matanya beberapa kali.
Apa… apa yang barusan terjadi?
Tapi kemudian, seorang pria tampan dengan jas bermerk mahal dan senyum menawan lalu mendekati Arissa dari samping serta menyapanya dengan suara lembut.
"Selamat malam. Aku baru pertama kali melihatmu di sini. Kuharap aku tidak mengganggumu.." kata pria tersebut sambil mengulurkan tangan kanannya sebagai untuk berkenalan dengan Arissa. Arissa menyambut uluran tangannya sambil tersenyum manis.
"Namaku Jonathan Levy. Senang berjumpa denganmu." katanya lagi tanpa melepaskan genggaman tangan Arissa dan terus menatap sepasang mata cantik berwarna biru laut yang ada di hadapannya.
"Aku Arissa Nova…." balas Arissa singkat.
"Jadi, Nona Arissa. Apakah kau menikmati acara pestanya sejauh ini?" tanya Jonathan berbasa basi yang dijawab dengan anggukan singkat oleh Arissa.
Kemudian, obrolan mereka berdua langsung berlanjut dengan diskusi hangat seputar dunia seni dan beberapa karya seni ternama dunia. Seiring waktu berlalu, kehadiran Arissa membawa magnet tersendiri bagi para kaum adam yang ada di sana selain Jonathan. Penampilan Arissa yang anggun dan elegan ternyata sanggup menghipnotis para pria untuk datang dan mengobrol dengannya. Arissa sendiri sama sekali tidak menyangka kalau ia ternyata mampu berbaur sempurna dengan semua lawan bicaranya tanpa merasa canggung sama sekali.
Sampai kemudian, Arissa merasa kalau tiba-tiba ada seseorang yang merangkul pundaknya dari arah samping.
"Maaf, boys. Kakekku ingin bertemu dengan gadis cantik ini…" kata Cristan pelan sambil tersenyum kecil.
Melihat siapa yang berbicara, Jonathan dan para pria yang dari tadi merubungi Arissa buru-buru undur diri dan langsung menghilang ke dalam keramaian para tamu pesta. Sementara Cristan malah mempererat rangkulan tangannya sambil menyunggingkan senyum licik. Taktiknya sukses untuk mengusir para kumbang pengganggu itu dari wanitanya!
Arissa baru saja mau protes ketika Cristan langsung mengajaknya keluar dari dalam ruangan dengan agak sedikit terburu-buru.
"Kita mau ke mana?" tanya Arissa kerepotan karena harus mengimbangi langkah panjang kaki Cristan dan tidak terbiasa dengan sepatu high heels yang sedang dipakainya sekarang.
"Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu…"