Chereads / The Roommate 1 / Chapter 39 - 39 ROSE GARDEN

Chapter 39 - 39 ROSE GARDEN

Mereka berdua akhirnya sampai di kebun belakang dan ada sebuah gazebo yang tadi digunakan Cristan untuk mengobrol dengan Kakek Besar. Tapi Cristan tidak berhenti di sana, melainkan terus menyusuri area samping sebelah kiri gazebo dimana ada sebuah kebun mawar putih yang cantik sekali dengan air mancur bergaya klasik sebagai pusatnya. Lampu taman agak sedikit temaram tapi kemudian Cristan mengeluarkan sebuah remote kecil dari dalam tangannya serta memijit sebuah tombol. Lalu, secara otomatis, dalam hitungan detik, taman mawar itu mulai berubah. Lampu taman yang temaram langsung padam, digantikan oleh puluhan ribu lampu LED kecil berwarna-warni beraneka bentuk yang sengaja dipasang serta disusun dengan sangat cermat di dalam taman tersebut. Taman mawar putih yang tadinya berkesan artistik kini berubah menjadi sebuah taman cahaya dengan aneka bentuk hewan serta bangunan-bangunan mini dari seluruh dunia.

Arissa menahan nafas saking kagumnya. Ia tak menyangka kalau taman ini menyimpan sebuah kejutan seperti ini. Dari dulu, ia sangat menyukai segala bentuk cahaya. Cahaya matahari pagi yang hangat, cahaya bulan yang terkesan magis, cahaya lampu-lampu kota yang terlihat sangat kontras dengan gelapnya malam.

Melihat pemandangan yang sangat cantik terhampar di depan matanya, Arissa merasa sangat terharu. Dengan mata berkaca-kaca, ia lalu menoleh ke arah Cristan sambil berkata, "Terima kasih, Cristan. Ini… ini cantik sekali.."

Tanpa menunggu lama, Arissa lalu melepas sepatunya dan langsung berkeliling taman untuk mengagumi pameran bola lampu mini dengan bebas seperti seorang anak kecil.

Cristan hanya tersenyum saja saat melihat adegan tersebut. Taman mawar ini juga merupakan tempat favorit ibunya dulu. Karena kesibukannya dalam mengurus klan dan perusahaan, Arina seringkali tidak bisa bersantai dengan bebas. Kerinduannya untuk cepat-cepat bertemu dengan Cristan kecil di rumah juga sangat besar sehingga ia sama sekali tidak memiliki "me time" untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia membuat taman cahaya ini sebagai tempatnya untuk melepas penat dan lelah bersama Cristan dan Kakek Besar. Di sini, ia bisa mengobrol panjang lebar tentang berbagai hal ataupun mendengarkan cerita Cristan tentang kegiatan sekolahnya.

Tuh kan? Mata Cristan mulai berkaca-kaca lagi saat ia teringat lagi pada almarhum ibunya.

"Ah…di sini kau rupanya."

Sebuah suara wanita mengejutkan Cristan ketika ia menoleh pada si empunya suara. Dalam sekejab, suhu udara terasa lebih dingin beberapa derajat ketika di saat yang sama, Cristan juga merasakan amarah menggelegak di dalam hatinya.

Seorang wanita cantik dengan dandanan seronok sedang menggandeng seorang pria tampan bermata sayu di sebelahnya. Wanita itu tengah tersenyum manis ke arah Cristan tapi dengan segera, Cristan membuang muka dengan ekspresi jijik begitu melihat kehadiran mereka berdua.

Melihat tindakan putranya, Leo Levy lalu melepaskan gandengan tangannya dan berjalan menuju Cristan.

Saat melihat kedatangan ayahnya, Cristan langsung memasang postur tubuh waspada. Walaupun mereka berdua terikat pertalian darah secara biologis, Cristan sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang ayahnya sejak lahir. Secara otomatis, ada sebuah jarak emosional yang sangat besar diantara mereka berdua. Terlebih lagi, Arina juga sudah tidak ada. Dulu, Arina selalu bertindak sebagai penengah antara dirinya dengan ayahnya ketika Cristan kecil menunjukkan berbagai hasil karyanya sepulang sekolah. Entah itu gambar keluarga, hasil prakaryanya atau nilai-nilai sekolahnya yang selalu meraih hasil terbaik. Sayangnya, ekspresi wajah Leo selalu sama. Ia hanya memandang sekilas dan setelah itu kembali tenggelam dalam semua kesibukannya sebagai seorang peneliti.

Hanya Arina dan Kakek Besar yang selalu memberi semangat dan mendukung Cristan setiap kali ia mendapat masalah di sekolahnya.

Kini, saat berhadapan muka dengan ayah kandungnya sendiri, sikap dan ekspresi wajah Cristan tetap sama. Dingin dan datar tanpa emosi. Seperti sebuah patung tak bernyawa. Kedua tangannya disilangkan ke depan dengan santai. Seakan-akan ia sudah menanti pembicaraan ini sejak lama.

"Akan ada pertemuan Senat pada tengah malam ini. Kuharap kau bisa datang. Kami juga akan membicarakan tentang kemungkinan Wanda untuk diterima menjadi salah satu anggota tetap Klan Levi…" kata Leo Levy. Suaranya terdengar datar dan matanya sama sekali tidak menatap Cristan saat ia berbicara seakan-akan pemuda yang ada di hadapannya bukanlah anak kandungnya sendiri.

Cristan menyeringai licik sambil berkata, "Tentu saja aku akan datang. Akan kupastikan kalau wanita iblis itu tidak akan pernah menjadi salah satu dari kami."

DUG!!

Sebuah tinju sekuat tenaga tiba-tiba mendarat di pipinya. Cristan terhuyung sebentar sambil menyeka darah dari sudut bibirnya, tapi seringai di wajahnya tidak hilang. Ia lalu menatap Leo Levy yang sedang berdiri dengan gemetar dengan wajah gelap karena murka.

Cristan lalu tertawa geli. Begitu gelinya sampai tubuhnya ikut berguncang-guncang akibat efek tawanya.

"Kenapa, Pa? Tepat sasaran ya?"

Matanya mengerling tajam pada sosok ayahnya sampai kemudian ia menatap kehadiran wanita tadi yang sedang berjalan mendekati mereka berdua. Tangannya kembali menggayuti lengan Leo dengan mesra dan pandangannya beralih pada Cristan.

Untuk sesaat, pandangannya melembut sambil menegur Leo dengan nada sangat lembut.

"Jangan terlalu keras padanya, Leo. Kau tahu kan kalau ia masih berduka atas kematian Arina…"

Bagi orang luar yang tidak mengetahui sifatnya, mereka akan berpikir kalau Tante Wanda adalah seorang wanita yang sempurna untuk menjadi seorang ibu tiri ideal. Hangat, dewasa dan sangat keibuan. Tapi Cristan dan Kakek Besar sudah lama tahu akan sifat licik wanita ular ini. Sampai Cristan mati pun, ia takkan pernah membiarkan Tante Wanda untuk menjadi salah satu anggota Klan Levy!

Tidak akan!

Leo Levy hanya mengangguk patuh sambil membalas genggaman tangan istri barunya tersebut dan berkata pelan.

"Ayo, kembali. Ayah pasti sudah lama menunggu kita di pesta.."

Tante Wanda lalu memberikan kecupan mesra pada Leo dan mereka berdua segera berbalik. Meninggalkan Cristan yang menatap kepergian sosok mereka berdua dengan pandangan jijik.

"Sampai nanti, Cristan…"

Tepat sepeninggal pasangan tak tahu malu tersebut, Arissa selesai mengelilingi Taman Cahaya dan langsung menemui Cristan yang tengah berdiri terpaku dengan tenangnya.

"Cristan, ya ampun. Taman ini….. luar biasa. Aku suka sekali. Terima kasih ya?" kata Arissa dengan wajah berbinar-binar karena rasa bahagia. Ia sama sekali tidak menyadari pandangan lelah yang ada di sorot mata Cristan.

Cristan sendiri langsung mengubah ekspresi wajahnya supaya Arissa tidak terganggu oleh perubahan moodnya yang langsung turun drastis akibat kedatangan ayah dan ibu tirinya tadi.

"Kau suka?" tanya Cristan lembut.

"Ya, aku suka!! Aku tadi habis ke bagian belakang, ada miniature Eiffel Tower dan…."

Arissa tiba-tiba menghentikan ceritanya ketika Cristan mendadak mendekap erat dirinya tanpa sebab.

"Cristan?" tanya Arissa bingung dengan sikap Cristan yang sangat tiba-tiba tersebut.

"Maaf, tapi tolong biarkan aku memeluk dirimu sebentar saja…. hanya sebentar…" bisik Cristan lirih di telinga Arissa. Mendengar kata-kata tersebut, Arissa terdiam dan kedua tangannya lalu balas memeluk Cristan perlahann.

Kehadiran Arissa benar-benar memutar balikkan dunia Cristan seutuhnya. Entah kenapa, kehadiran gadis ini selalu memberikan rasa nyaman yang aneh untuknya. Cristan selalu merasa penuh, utuh dan dikasihi tanpa syarat oleh gadis ini walaupun ia sendiri tidak yakin apakah Arissa merasakan hal yang sama dengannya. Tapi semakin lama ia berada dekat dengan gadis ini, Cristan tertarik semakin dalam dengannya. Hati dan pikirannya selalu merindukan gadis ini dimanapun ia berada. Wangi tubuhnya, tawanya, suaranya, semuanya terasa seperti candu bagi tubuh Cristan. Ia menginginkan gadis ini seutuhnya. Untuk menjadi miliknya seorang.

Alasan terbesarnya kenapa ia sangat memaksa untuk menjadi manajer Snow adalah supaya ia bisa terus berada dekat Arissa. Ya, hanya itu.

Saat ini. Memeluknya. Mencium wangi tubuhnya adalah prioritas utama Cristan. Ia berharap untuk dapat membekukan waktu ini. Ketika ia sedang mendekap gadis itu…

Seandainya ia bisa…