"Apa?" Zavier nampak terkejut setelah mendengar ucapan orang yang menghubunginya.
Bryssa berhenti menyeruput minumannya saat melihat raut terkejut Zavier.
"Aku akan segera kesana." Zavier memutuskan panggilan teleponnya.
"Terjadi sesuatu?" Bryssa menatap Zavier bertanya.
"Aku ada urusan. Pulanglah dengan taksi." Zavier bangkit dari tempat duduknya dan pergi.
Bryssa melihat Zavier pergi dengan tatapan tak mengerti. Zavier yang mengajaknya makan siang bersama tapi Zavier juga yang pergi meninggalkannya.
Bryssa menghela nafas, sudahlah mungkin urusan itu penting. Tatapan Bryssa jatuh ke sebuah benda yang ia yakini milik Zavier. Ia meraih dompet Zavier yang berada di lantai. Ia berlari mengejar Zavier tapi Zavier sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil.
Bryssa segera menghentikan taksi yang lewat di depan cafe, ia meminta supir untuk mengikuti Zavier.
"Mansion?" Jalan yang dilewati adalah jalan yang sangat Bryssa hafal. Jalan menuju ke mansion Zavier.
Sampai di kediaman Zavier, Bryssa melihat ke arah lari Zavier. Kenapa Zavier begitu telihat cemas? Bryssa tak mengerti.
"Apa yang terjadi padamu, Qween? Dimana kau terluka?" Zavier bertanya cemas. Bryssa yang berada di dekat pintu bisa mendengar dengan baik. Ia mengintip dan melihat sosok wanita cantik yang tak lain adalah Qween. Di dalam ruangan itu juga ada Gea.
"Aku hanya terjatuh." Qween menjawab pelan. "Kenapa kau melebih-lebihkannya, Gea? Harusnya kau tidak menghubungi Zavier." Qween melihat ke arah Gea. Ia tidak suka membuat orang khawatir seperti ini, tapi sayangnya Qween sudah membuat Zavier khawatir sejak lama.
"Aku harus mengabarkan semua yang terjadi padamu, Qween. Aku tidak ingin mengambil resiko disalahkan oleh Zavier." Gea menjawab seadanya.
Qween menggenggam tangan Zavier, "Aku baik-baik saja, Sayang. Aku sudah jatuh berkali-kali saat aku latihan berjalan."
"Tapi kau terjatuh dari tangga, Qween! Siapa yang membiarkanmu naik tangga saat kau berjalan saja kesulitan!"
Bryssa merasa seperti ada beban berat yang menimpa tubuhnya. Sayang? Ia yakin ia tak salah dengar. Siapa wanita itu? Apakah wanita Zavier? Kenapa Zavier sangat khawatir pada wanita ini?
"Aku pikir aku sudah cukup kuat. Tapi ternyata aku tidak cukup kuat. Maaf, aku salah. Jangan marah, aku tidak akan melakukan ini lagi."
"Aku tidak ingin terjadi hal buruk padamu lagi, Qween. Jika kau ingin terapi atau berjalan maka minta pelayan atau Gea untuk menemanimu. Kau tidak bisa melakukannya sendirian."
"Aku mengerti, Sayang. Aku mengerti. Aku akan melakukan seperti yang kau inginkan. Aku tidak ingin berakhir koma lagi setelah 5 tahun terbaring di ruang kesehatan. Aku ingin melewati hari-hari bersama denganmu seperti dulu. Karena koma aku kehilangan 5 tahun bersama pria yang aku cintai. Aku pikir jika aku tidak koma mungkin sekarang kita sudah menikah dan hidup sangat bahagia." Qween tidak ingin memikirkan bahwa Zavier telah memiliki wanita lain saat ini. Ia menganggap itu semua tidak ada. Ia pikir dengan bersikap seperti ini bisa mengurangi tekanan yang ia rasakan.
Beban yang Bryssa rasakan semakin menekan dadanya. Karena koma aku kehilangan 5 tahun bersama pria yang aku cintai. Aku pikir jika aku tidak koma mungkin sekarang kita sudah menikah dan hidup sangat bahagia. Kata-kata Qween berputar di otaknya. Jadi wanita itu bukan wanita satu malam Zavier, tapi wanita yang memiliki hubungan jelas dengan Zavier.
Bryssa tak punya pilihan lain, ia melangkah pergi. Ia bisa mati berdiri jika terus mendengarkan percakapan itu.
Zavier tak bisa menjawab kata-kata Qween. Ia bahkan tak tahu harus mengatakan apa.
"Sebaiknya kau istirahat." Zavier menarik selimut hingga ke atas dada Qween.
"Baiklah. Jangan khawatir lagi. Aku baik-baik saja." Qween tersenyum lembut.
"Aku tidak khawatir lagi. Istirahatlah."
"Hm."
"Zavier, aku keluar sekarang." Gea pamit pada Zavier.
"Ya."
Gea keluar. Zavier menemani Qween hingga Qween terlelap. Setelahnya ia keluar dari ruangan Qween. Ia berakhir di mini bar mansionnya. Menenggak wine, menghilangkan rasa bersalah yang menumpuk di otaknya.
"Situasi menyulitkanmu, hm?" Suara Gea terdengar dari arah belakang Zavier.
Zavier menghela nafas, ia tak menghiraukan Gea dan terus melihat ke arah cangkir winenya.
"Qween, apa yang kau pikirkan tentang dia jatuh dari tangga?" Gea membahas masalah jatuhnya Qween.
"Melukai dirinya sendiri. Dia tidak menggunakan pisau atau apapun tapi dia menjatuhkan dirinya dari tangga dengan sengaja." Inilah yang membuat Zavier merasa tercekik. Dia tahu bahwa Qween jatuh dengan sengaja tapi sengaja membuat itu seolah kecelakaan.
"Aku penasaran, menurutmu apa yang membuatnya seperti itu?"
"Situasi yang tak lagi sama. Cinta yang mungkin dia rasa berubah. Atau merasa tidak dipedulikan." Zavier tak bisa berpikir lebih jauh. Ia berpikir bahwa Qween tidak mengetahui tentang dirinya dan Bryssa.
Gea juga berpikir sama, ia bertanya pada Zavier hanya ingin tahu apa yang Zavier pikirkan saat ini.
"Apa yang akan kau lakukan pada Qween dan Bryssa?"
"Qween, dia membutuhkanku. Tapi aku membutuhkan Bryssa, namun aku tidak bisa meninggalkan Qween dalam kehancuran. Rasa bersalah akan membunuhku secara perlahan. Aku tidak ingin mati tercekik karena rasa bersalah."
"Apakah kau masih mencintai Qween? Apakah rasa khawatir yang kau rasa dan ketakutan dimatamu itu murni rasa bersalah?"
"Jangan membuatku semakin tak bisa berpikir, Gea." Zavier tak bisa memastikan.
"Aku pikir sudah saatnya melepaskan Bryssa." Gea membuat Zavier melihat ke arahnya. "Bryssa bisa tanpa kau, sedangkan Qween, dia tidak bisa. Wanita itu menemanimu selama bertahun-tahun. Kalian mengalami sakit yang sama lalu saling menyembuhkan. Dia tahu kau lebih dari siapapun. Dia mengerti kau lebih dari siapapun dan dia mencintaimu lebih dari siapapun. Aku bukan tidak menyukai Bryssa. Aku menyukai wanita tangguh itu, tapi disini apa yang dia rasakan padamu belum pasti. Dia pernah mencoba membunuhmu dan dia pernah tidak menyukaimu. Aku pikir Bryssa jauh lebih suka jika dia dilepaskan." Gea tak mencoba ingin meracuni Zavier. Tapi setelah mendengar bahwa Qween tak mengkhianati Zavier, ia pikir lebih baik sahabatnya kembali bersama Qween. Qween yakin bahwa meski hanya sedikit, cinta Zavier untuk Qween pasti masih ada.
Zavier tahu apa yang Qween katakan memang masuk akal, tapi saat ini logikanya sedang tidak bisa bekerja dengan baik.
"Apakah itu khawatir karena masih cinta atau rasa bersalah, jangan keliru. Qween bisa melakukan hal lebih nekat jika dia masih tak merasakan apa yang dia rasakan dulu." Gea turun dari kursi, ia menepuk pundak Zavier lalu pergi.
**
"Jadi, apakah alasannya mengirimku kembali ke kediaman ini adalah karena wanitanya telah sadarkan diri?" Bryssa benar-benar terganggu setelah melihat Qween. Di otaknya timbul berbagai macam spekulasi. Entah berapa banyak dugaan dan tanda tanya muncul di kepalanya.
"Tapi, kenapa dia memilih tinggal denganku di rumah ini bersamaku bukan dengan wanita itu?" Ia semakin bingung.
"Sial! Zavier, kau benar-benar membuatku marah. Kenapa kau membuatku menyukaimu jika kau punya wanita yang sudah lama menjalin hubungan denganmu! Kenapa kau membuatku merasa satu-satunya padahal aku yang kedua? Aku harus bagaimana sekarang? Aku sudah menyukai posisiku dihidupmu. Apa aku harus membunuh wanita itu diam-diam? Arghhh! Kau membuatku gila, Zavier!" Bryssa mengacak rambutnya frustasi.
Ring.. Ring..
Bryssa meraih ponselnya malas.
"Halo." Ia menjawab panggilan itu
"Aku tidak pulang malam ini. Jangan tidur terlalu malam dan jangan lupa makan malam."
"Kenapa tidak pulang?"
"Aku ada urusan."
Bryssa tahu urusan itu pasti Qween.
"Baiklah. Sampai jumpa nanti."
"Hm, sampai jumpa, Little Princess."
Panggilan selesai. Bryssa tak tahu harus mengatakan apa. Ia menghadapi pengkhianatan yang kedua kalinya. Tapi kali ini dia bukan wanita pertama namun wanita kedua.
"Aih, kenapa aku berada di posisi yang sama dengan Gulma itu?" Bryssa kesal sendiri.
tbc