Cyra duduk anteng sembari menatap makanan berbinar. Sesekali dia melirik Afraz yang diam saja. Di antara mereka belum ada yang menyentuh nasi bahkan terkesan saling bungkam. Cyra sudah lapar kenapa Afraz tidak kunjung makan?
Afraz hanya diam ingin Cyra dulu yang mengambil nasi. Dia lirik Istrinya juga meliriknya. Alhasil jadi saling melirik lalu berpaling. Ia berdehem sebentar untuk mengambil air kemudian duduk di depan Istrinya. Afraz berharap Cyra cepat mengambil nasi, pasalnya perut terasa konser Akbar
"Gus."
"Hm."
"Gus, apa saya boleh makan? Perut saya sakit belum terisi," izin Cyra dengan aksen lucu.
Afraz jadi ingat Cyra mempunyai penyakit mag. Dia tidak mau penyakit Istrinya kambuh, "Hm."
"Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma baarik lanaa fiima Razaqtanaa wa qinaa 'adzaabannaar."
Doa Cyra dan Afraz lalu meminum air tiga teguk dan makan tanpa ada percakapan. Mata besar Cyra membulat merasakan rasa masakan dari restoran menurutnya.
Karena terlalu bersemangat lauk Cyra habis. Dia langsung mengambil lauk satu lagi. Demi apa ia doyan makan walau tubuhnya tidak bisa gemuk. Cyra merasa makanan ini enak membuat ketagihan.
"Hai itu punyaku!" seru Afraz ketika Cyra mengambil ikan di piring.
"Ayolah, Gusku tercinta, biarkan gadis malang ini makan dengan kenyang. Tenang Gus bisa pesan makanan ini lagi. Soalnya rasanya, Masyaallah."
Cyra kembali menyuapkan nasi ke mulut tanpa peduli Afraz menatap tajam. Sejatinya Cyra hanya ingin mengerjai Afraz dengan guyonan agar es mencair.
Afraz menatap tajam dengan bibir sedikit maju. Ekspresi langka hanya bisa di lihat pada waktu tertentu. Bahkan Istrinya sampai mengerjap menatapnya.
"Maaf, Gus ... ini Cyra kembalikan untuk, Gus."
Cyra menaruh sambal ikan nila ke piring Afraz. Bahkan dia tersenyum memperlihatkan lesung pipi. Ia tambah tersenyum melihat Suaminya cuma diam tanpa kata.
Afraz terpaku melihat Cyra tersenyum polos. Sangat manis dan mengemaskan sampai ia lupa pada nasi yang hendak disuap. Ia langsung berpaling tidak mau menatap Istrinya.
"Ambil saja biar kamu cepat besar. Lihat tubuhmu seperti ikan asin."
Cyra yang tersenyum manis langsung mendelik horor. Buru-buru dia kembali mengambil ikan di piring Afraz. Dia menodong sendok garbu tepat di wajah Suaminya.
Afraz menyingkirkan sendok itu lalu balik menatap dingin. Dia pikir gadis ini kalem, lugu mudah di tindas. Ternyata banding terbalik dengan diri cukup lucu.
"Hai, aku sexy dan tubuhku bagus. Memang ada ikan asin seperti aku? Nah Gus harusnya mengaca, tubuh besar wajah tripleks ngga ada manis-manisnya!" seru Cyra.
Afraz mendelik mendengar perkataan Cyra. Gadis pendek ini berani sekali bicara begitu.
Cyra bersedekap dada tidak peduli dengan siapa berhadapan. Yang penting senang cepat kelar maka semua selesai.
"Kamu gadis pendek, bantat bodi rata, lalu apa yang sexy? Tidak ada bagus-bagusnya. Wajahku tampan, menawan dan tentunya berkarisma!"
Afraz berdehem sebentar karena jadi out of character. Entah kenapa gadis pendek itu berhasil membuatnya berubah banyak bicara dalam hitungan jam.
Cyra menggeram dikatai begitu dan apa itu Gus ini ternyata narsis. Dia langsung berdiri dan melangkah di depan Afraz.
"Bodiku sangat bagus apa Gus ingin lihat? Rata apa, aku juga punya lekuk bagus yang menonjol. Wajah Gus memang tampan, tapi sayang tripleks kusut. Jangan katai aku pendek, Agus karena aku mungil!".
Afraz ikut berdiri alhasil Cyra tingginya hanya sebahu turun lima senti. Apa yang dipikirkan gadis pendek ini? Sudah pendek tidak sadar diri. Cukup geram wajahnya di katai tripleks kusut. Dasar gadis sinting, kenapa bisa Afraz menikah dengan Cyra?
"Buka saja pakaianmu ... aku ingin melihat serata apa tubuhmu. Tubuhmu tidak ada yang menonjol semua sama rata. Jangan bicara sembarang pendek!"
Cyra langsung menarik kerah kemeja Afraz. Ingin sekali dia melempar Suaminya ke tempat penggorengan. Alhasil tubuhnya bersentuhan dengan tubuh kekar di depanya. Dia berdehem sebentar untuk menetralkan rasa gugup.
Afraz sempat kaget saat Cyra berani kerah bajunya. Kini tubuhnya menunda cukup dalam dengan wajah condong ke depan. Bahkan bibir mereka tidak kurang 15 senti akan bersentuhan.
"Agus, saya bisa buka tetapi kapan-kapan soalnya saya masih datang bulan. Ini hari pertama jadi tunggu satu minggu. Lihat aku akan tunjukan tubuhku bagus tidak rata. Saya tidak pendek, Agus saja yang terlalu tinggi. Kalau ingin saya tinggi belikan susu!"
Jujur Cyra sangat malu dan deg-degkan mengatakan kalimat awal. Ini perdebatan terkonyol yang pernah Cyra lakukan.
Afraz diam mendengar perkataan Cyra. Sejak kapan namanya jadi Agus? Keterlaluan sekali nama sebagus Afraz turun takhta jadi Agus. Dia meneguk saliva saat Cyra mengatakan akan memperlihatkan lekuk tubuh satu minggu setelah suci. Dasar gadis pendek.
"Sejak kapan nama saya, Agus? Jangan asal merubah nama gadis pendek. Saya menanti saat kamu memperlihatkan tubuh ratamu!"
"Agus singkatan Afraz - Gus. Biar tidak panjang aku singkat Agus. Jangan terpesona pada tubuh saya saat Agus tahu betapa indah lekuk tubuh saya!"
"Hai, jangan panggil saya Agus itu sangat menggelikan. Aku tidak akan terpesona dengan tubuh ikan asin."
Afraz kembali duduk dan melanjutkan makan. Pusing sendiri berdebat unfaedah bersama Cyra. Dia kembali makan sesekali melirik sebal Istrinya.
Cyra ikut duduk melanjutkan makan. Dia tidak meneruskan perdebatan bisa panjang nanti jadinya. Dia juga mencuri pandang ke arah Suaminya sedikit malu akan tingkahnya.
***
"Agus."
Afraz diam saja sembari mengetik pekerjaan. Kesal dia di panggil Agus sungguh tidak modis. Lebih baik di panggil Mas kan enak di dengar. Eh? Ngawur jangan harap si pendek mau memanggil Mas pasti ya Gus.
Cyra merenggut sebal di abaikan Afraz. Sudah beberapa kali ia panggil Agus, tetapi Suaminya diam saja. Dia menunduk hendak memanggil hal baru.
"Agus ... Mas!"
Afraz langsung mendongak saat Cyra memanggil Mas. Kenapa gadis ini seperti minta sesuatu? Dia terpaku saat melihat Istrinya bersemu. Manis nan mengemaskan ingin mencubit jadinya.
Cyra merona parah gara-gara memanggil Afraz, Mas. Apa Suaminya mau dia panggil Mas? Ugh detak jantungnya terasa menggila membuat gugup.
"Gus, boleh saya panggil Mas?" Cyra sangat malu memanggil Afraz Mas.
Dari kitab An-nisa, Mar'atus Shalehah dan kitab Qurratul 'Uyyun, di jelaskan semua Istri harus mematuhi Suami. Banyak kajian dalam tiga kitab itu agar mengajarkan wanita menjadi wanita Shalehah.
Cyra ingin berbakti pada Afraz walau menyebalkan tidak ketulang. Dia berharap Suaminya mau menyetujui permintaan sederhana.
Afraz terdiam mendengar perkataan Cyra. Kenapa gadis ini? Apa si pendek minum racun dan berubah baik?
"Boleh"
"Alhamdulillah, Gus ... eh Mas boleh Cyra kurus masak?"
"Tidak, aku yang akan mengajari kamu masak."
"Memang Agus eh Mas bisa masak? Ayolah Mas biar aku bisa membuat makanan enak."
"Kamu pikir makanan tadi buatan siapa? Tidak perlu kursus, tugasmu belajar yang rajin cepat lulus."
Cyra membatu mendengar perkataan Afraz. Jadi yang masak tadi Suaminya sendiri? Wajah putih Cyra merona merasa malu. Dia tambah ciut jika bersanding bersama Suaminya.
Afraz terdiam saat Cyra menunduk sedih. Apa Istrinya sedang berponi berpikir aneh-aneh? Dapat di lihat raut wajah Istrinya begitu sendu. Apa Afraz salah bicara sehingga Cyra sedih?
"Tetapi, saya ingin masak yang enak."
"Kamu katanya bisa masak. Masaklah dengan kemampuan kamu. Soal yang rumit aku akan ajari."
"Mas serius? Aku malu sekali maaf membuat Mas terjebak dengan gadis pendek dan tidak berguna."
"Tidak baik merendah. Kamu saat diniah kelas apa?"
"Imriti. Aku ingin mengulang dan belajar lebih giat. Tetapi, selama 1 bulan terkurung tidak bisa mengaji dan kursus."
Afraz jadi merasa bersalah membuat Cyra terkurung begini. Mungkin membuat Istrinya ikut kurus meringankan beban pikiran. Dia menatap Istrinya cukup dalam untuk menjawab. Afraz tidak mau wajah Cyra murung akan kesendirian.
Cyra menunduk sedih jikalau ingat satu bulan akan terkurung bersama Afraz. Dia akan diam saja tanpa kegiatan. Ia ingin kursus demi memasak untuk Suami. Cyra hanya berharap Afraz setuju walau hasilnya kosong.
"Aku yang akan menjadi Ustadz selama satu bulan. Tenang saja soal ketinggalan itu biar aku yang membalah. Kamu juga bisa kursus, tapi janji saat kelas selesai langsung pulang."
Cyra terpaku dan langsung tersenyum lebar. Matanya berkaca haru mendengar Afraz mengatakan itu. Tanpa babibu dia merengkuh Afraz erat dan menangis sesenggukan. Cyra begitu bahagia sampai mencurahkan segala kebahagiaan dalam dekapan Afraz.
Afraz terpaku merasa pelukan Cyra. Ini kali pertama mereka berpelukan dan rasanya begitu nyaman. Perlahan tangannya melingkar sembari mengusap punggung mungil Istrinya. Afraz berusaha menenangkan Cyra dengan kenyamanan yang ia berikan.