❤❤Happy Reading, Baby❤❤
Cyra bergetar menahan ketakutan ketika malam hari. Dia harus masak apa jika yang bisa ia buat makanan biasa? Dia dengan grogi membuka kulkas sedikit khawatir. Hal pertama yang dilihat ada banyak sekali aneka sayur-mayur.
Afraz menyengit melihat Cyra menatap isi kulkas dengan pandangan aneh. Kenapa gadis itu berdiri begitu? Sepertinya dia tahu apa yang ada di benak Cyra.
"Kamu tidak bisa masak?" tanya Afraz dari arah belakang.
"Iya," jawab Cyra spontan dan langsung sadar. Dia langsung menutup kulkas dan berbalik menghadap Afraz.
Afraz berekspresi datar seperti biasa. Kenapa bisa dia menikah dengan gadis kecil dan tidak bisa memasak? Sungguh luar biasa hidupnya ini. Apa Afraz yang harus masak untuk Cyra?
Cyra menunduk dalam menyembunyikan wajah merahnya. Dia sangat malu akan kekurangannya. Ia memilin bibir dengan tangan saling meremas. Cyra takut Afraz marah padanya karena tidak bisa masak.
"Terlalu di manja dan sok pintar. Kamu gadis populer, makanya tidak mengenal dapur," sarkasme Afraz.
Cyra mendongak menatap mata hitam Afraz. Semua salah dia tidak masak karena Ibu dan Ayah memintanya belajar dengan sungguh-sungguh. Masak sederhana Cyra bisa, tetapi soal bumbu dapur ia akui kurang paham.
"Aku bisa masak walau hanya biasa. Gus, memang mau makan apa?" tanya Cyra bernada getar.
Cyra berharap Afraz mau makan makanan ala kadarnya. Dia tahu orang yang di hadapi adalah Gus sekaligus Suaminya. Kalau begini ia harus ekstra sabar menghadapi sikap dingin sang Suami. Cyra tetap diam sambil menunduk tidak berani menatap Afraz.
Afraz menyeringai mengejek mendengar jawaban Cyra. Dia langsung mendekat ke arah Istrinya dan menunduk dalam untuk menyamakan tinggi badan. Sungguh indah nasibnya harus menikahi gadis kecil, pendek dan tidak bisa apa-apa. Kalau begini Afraz bisa jadi pengasuh untuk Cyra. Luar biasa menakjubkan hidup yang telah di gariskan untuknya.
"Tidak bisa juga tidak apa. Aku tidak mau kamu masakan nanti kamu beri racun."
Cyra geram sendiri kenapa orang yang dicintai terkesan begitu angkuh. Lidah Afraz begitu tajam membuat Cyra ingin menangis.
Afraz menyeringai mengejek melihat Cyra tampak marah. Gadis ini selain bodoh ternyata pemarah, menyedihkan. Dia tidak menyangka Allah mentakdirkan hidup bersama gadis seperti ini. Afraz tidak suka akan sikap Cyra terkesan menggelikan di matanya.
"Saya tidak mau jadi janda sebelum waktunya!"
Afraz tersenyum mengejek mendengar jawaban Cyra. Dengan perlahan dia angkat dagu lancip Istrinya. Memang dia akui Istrinya sangat manis dan cantik. Tetapi, Afraz tidak menyukai gadis seperti ini.
Cyra menepis pelan tangan besar Afraz dan memilih berbalik ingin pergi. Mana tahan dia hidup bersama orang gila macam Afraz. Cintanya terasa terkoyak mendapat jati diri Afraz sesungguhnya. Cyra tidak mungkin membantah apa lagi Afraz Suaminya. Dia harus bagaimana?
"Hai, Mbak ... jangan bilang kamu yang merencanakan semua ini," celetuk Afraz membuat Cyra berbalik menghadap Afraz.
"Merencanakan apa?"
"Selama ini kamu selalu menjadi stalker dan selalu menatapku dari jauh, benar?"
Cyra terdiam dengan mata terbelalak mendengar perkataan Afraz. Soal stalker Cyra tidak pernah melakukan itu. Soal menatap dia sering melakukan itu.
Afraz mendesis sinis saat melihat Cyra terdiam seribu bahasa seolah terdesak. Apa benar gadis bodoh ini yang merencanakan semua ini? Afraz ingin sekali menghardik Cyra dengan kata-kata manisnya.
"Saya bukan stalker, dan tolong jangan asal tuduh. Kalau soal menatap itu benar."
Afraz menatap sinis Cyra dan memilih duduk di kursi. Rasa kesal dan marah hinggap mengingat konspirasi pelaku. Afraz marah karena pertunangan putus akibat insiden itu. Dia marah pada takdir yang mempermainkan kehidupannya. Afraz benci saat Cyra yang jadi Istrinya tanpa dikehendaki. Padahal ia sudah membuka hati untuk Akifah agar hidup bahagia.
Cyra masih betah mendongak menatap Afraz begitu dingin tanpa takut. Untuk apa takut pada pemuda angkuh seperti orang di depannya. Dia akan tegaskan bahwa Afraz tidak lebih seperti mereka. Cyra tidak akan peduli pendapat Afraz tentangnya.
"Kamu yang menyuruh orang untuk mengunci kita agar kamu bisa mendapatkan saya. Kamu menyukai saya, benar? Dan karena tahu saya hendak menikah makanya kamu menyewa orang agar menjebak kita di perpustakaan!"
Cyra terbelalak tidak percaya mendengar tuduhan Afraz. Dia Gus bukan sih? Kenapa Suaminya memiliki pikiran serendah itu. Sebenarnya dia anak Kiai bukan?
Rasa sesal melingkupi hati Cyra mengingat betapa tulus cintanya pada pria arogan di depannya. Air mata luruh deras mengingat betapa hina sifat Afraz yang asli.
Afraz terkejut melihat air mata Cyra berlinang deras. Apa perkatanya begitu tajam sampai membuat sang Istri terluka? Dia tidak mau menatap pasalnya ini salahnya. Afraz berpaling tidak sanggup melihat air mata Cyra.
"Anda sangat keterlaluan ...! Saya tidak percaya seorang Gus bisa memiliki sifat rendah dan memiliki lisan setajam itu. Rasanya saya sangat menyesal mengagumi dan menyukai, Anda. Pikir terlebih dahulu sebelum berkata, Gus. Apa pantas Anda menyandang titel Gus jika lisanmu sangat tajam? Saya sangat menyesal mengenal seseorang seperti, Anda!"
Cyra meluapkan emosi diiringi air mata bak anak sungai. Dia mendorong dada bidang Afraz cukup kasar. Ia berlari menuju kamar yang ada di apartemen, Afraz. Sampai kamar Cyra mengunci dan jatuh di lantai dengan tangis memilukan.
Afraz membatu mendengar luapan emosi Cyra. Dia memejamkan mata sebentar untuk menghalau rasa bersalah. Ia terkekeh mengingat setiap kata tajamnya lalu jawaban Istrinya. Afraz mendongak menatap langit dapur terasa hampa.
"Ya Allah sakit sekali hatiku menerima takdir ini. Sakit sekali sampai aku tidak sanggup menatap masa depan. Sebenarnya aku sudah ikhlas menikah dengan Gus Afraz, tetapi sekarang tidak. Aku sangat menyesal mencintai dan mengagumi sosok dingin itu. Kenapa rasanya begitu sakit? Ya Allah, hilangkan rasa ini."
Cyra melangkah menuju ranjang dan langsung menjatuhkan diri. Dia memukuli dadanya yang terasa sesak menerima tuduhan kejam dari Afraz. Karena lelah akhirnya ia tertidur membawa duka mendalam.
*** ❤❤❤
Apa aku terlalu keterlaluan mengatakan itu? Aku hanya ingin menguji kesabaran gadis itu dan mengatakan kebenaran. Lalu hasilnya ia gadis labil suka marah. Tidak ada kelebihan banyak kekurangan.
Aku melihat betapa hancur hatinya mendengar tuduhan keji itu. Aku hanya ingin menguji, tetapi terlalu berlebihan. Mulutku benar-benar malapetaka.
Dik Cyra meluapkan emosi dengan penuh luka. Air matanya membuat aku sesak. Entahlah aku tidak tahu kenapa bisa jadi begini? Aku ingat lagi perkatanya dan satu kalimat mengganggu pikiranku. Kalimat itu yaitu ia menyesal menyukaiku dan menyesal mengagumiku. Gadis pendek itu menyukaiku, yang benar saja? Aku memang tampan pasti banyak yang suka. Tapi, aku tidak percaya Dik Cyra menyukaiku?
Sesak sekali melihat mata besar itu meluapkan emosi. Air mata derasnya mengganggu bukan karena perkataan tajamnya. Sakit melihat derai air mata karena perkataan tajamku. Aku tidak tahan melihatnya menangis dan ingin menghapus air matanya.
Sungguh aku tidak ada maksud mengatakan hal menyakitkan itu. Sejatinya aku hanya ingin menguji seberapa besar kesabarannya? Namun, apa daya ujian itu terlalu berlebihan sampai membuatnya menangis.
Apa lagi Dik Cyra masih kecil belum terlalu bisa mengontrol emosi. Pasti ia sangat tertekan menerima tuduhan kejam itu. Satu yang kutahu dalam tatapan matanya, ua begitu terluka. Sekarang aku percaya Istriku gadis baik-baik tidak mungkin memiliki sikap rendah.
Maafkan aku, Dik.